"Hai, Neil. Kamu kembali ke Jakarta hari ini juga?" Nadira tercengang melihat Neil dengan mengenakan jaket kulit berwarna coklat tua sudah berdiri di depannya. Kali ini Neil tak mengikat rambutnya. Dia membiarkan rambut sebahunya bergerak bebas "Halaaah, palling juga dia ngikutin!" sindir Farhan seraya tersenyum sinis pada Neil. "Ya, memang benar aku ngikutin Nara. Aku nggak mau dia nangis lagi gara-gara kamu!" "Sudah-sudah Neil, Aku nggak apa-apa!" Nadira mulai cemas dua pria itu kembali bersitegang. Apalagi saat mengetahui bahwa mereka akan terbang dengan pesawat yang sama. Nadira semakin khawatir. Pasalnya Neil tak suka dibantah keinginannya. Sementara Farhan tak suka Neil mendekati mantan istrinya. Risa yang sejak tadi melihat keributan Neil dan Farhan yang seolah-olah memperebutkan Nadira, membuat dirinya kesal dan semakin iri. Apalagi sepertinya Neil dan Farhan tidak peduli padanya. Padalah menurutnya, dirinya jauh lebih cantik dan muda dari pada Nadira. Neil duduk di sa
"Bagaimana? Apa Aku boleh menumpang di mobilmu?'" Erika tersentak dari lamunannya. Kemudian menatap pria di hadapannya dengan tatapan tak yakin. "Kenapa? kamu takut aku culik, Nona cantik?' Pria itu menaik turunkan alisnya mencoba untuk menggoda. Erika tersipu malu mendengar pujian yang ditujukan untuknya. Dadanya semakin berdebar, hingga tak mampu untuk berkata-kata. "Mungkin setelah melihat ini, kamu justru akan minta diculik olehku." Pria gondrong itu .mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Erika menerima sebuah kartu nama yang disodorkan oleh pria itu. "Neilson Patrick?" Mata Erika membelalak saat melihat nama Neil di kartu nama sebagai pemilik sebuah perusahaan besar di kota Jakarta. Erika kembali menatap Neil, tak percaya bahwa saat ini yang berada di hadapannya adalah seorang anak konglomerat. "Bagaimana? Bersediakah kamu aku culik sekarang?" Mereka berdua terkekeh. "Kenalkan, Aku Erika." Neil meraih uluran tangan wanita bertubuh tinggi itu. "Ayo, Aku antar kamu pu
"Tolong cepat, Pak! " Farhan semakin cemas karena Nadira tak sadarkan diri. Suhu tubuhnya semakin tinggi. Jantung Farhan terus berpacu. Dia begitu khawatir pada mantan istrinya itu. Tak sadar setetes bulir bening mengalir dari sudut matanya. Sesaat ingatannya kembali ke masa lalu, ketika itu Nadira baru beberapa bulan menjadi istrinya. "Uda, maaf ..., Aku kurang enak badan. Bisa antar aku ke dokter sore nanti?" "Jangan manja! Pesan taksi saja! Sudah kubilang, urus diri kita masing-masing!" Nadira saat itu tak menjawab, sementara Farhan pergi meninggalkannya tanpa peduli apa yang terjadi berikutnya. Saat malam tiba, Farhan menemukan Nadira tertidur dengan tubuh menggigil. Namun saat itu dia tetap tak peduli dan membiarkan para pelayan yang mengurus istrinya.Farhan meremas rambutnya frustasi mengingat hal itu. Suami macam apa dirinya? Pergi begitu saja dan tak peduli ketika istri membutuhkannya. Farhan menatap.wajah Nadira lekat yang saat ini terbaring di atas jok mobil dengan
Setelah lima hari dirawat, Nadira sudah kembali sehat dan pulang ke rumah. Selama di rumah sakit, Farhan selalu menemaninya tanpa sedikitpun meninggalkannya. Farhan meyerahkan semua pekerjaan kantor pada Nola yang sekarang dibantu oeh Risa. Pria itu ingin lebih fokus dalam merawat Nadira. Sejak hari itu, Neil tidak pernah lagi datang atau pun memberi kabar. Menurut Vivi, Neil mengunjungi orang tuanya yang saat ini sedang berada di Amerika. Erika pun tak pernah lagi datang ke kantor Farhan. Wanita itu juga tidak lagi menghubungi Farhan. Entah ke mana perginya Erika. "Kamu benar-benar menepati janjimu, Neil!" gumam Nadira seraya memandang fotonya bersama dengan Neil dan Vivi ketika mereka masih duduk di bangku kuliah. Nadira memang masih memajang foto mereka bertiga di lemari buku, di dalam.ruang kerja kantornya. Neil selalu ada untuknya. Nadira, seorang gadis perantauan yang hidup sendiri di kota Jakarta, tidak jarang mengalami berbagai kesulitan hidup. Namun apapun kesulitan yang
"Bersiaplah, Aku tiba di sana satu jam lagi!" Nadira menutup panggilan dari Farhan. Kemudian mulai mempersiapkan diri untuk datang ke acara pernikahan Neil dan Erika. Resepsi pernikahan yang sangat mewah itu akan diadakan di salah satu hotel bintang lima ternama di Jakarta. Nadira memandang gaun berwarna peach dengan hiasan batu swarovki di sekitar dadanya. Gaun itu diantar oleh kurir sebuah butik terkenal beberapa hari yang lalu. Ketika itu Nadira merasa heran karena tidak pernah memesan gaun seperti itu sebelumnya. Namun sebuah kartu ucapan bertuliskan pesan seseorang, menjawab pertanyaannya.. Aku ingin melihatmu memakai gaun ini saat hadir di acara pernikahanku. "Baiklah, Neil. Aku akan memakai gaun ini sebagai tanda terimakasihku atas kebaikanmu selama ini," gumam Nadira. Nadira mematut dirinya di depan cermin. Hijab berwarna senada mempercantik wajah ovalnya. Kulitnya yang putih cenderung kuning langsat tampak semakin mempesona dengan riasan bernuansa natural. "Bu Nadi
Erika memandang langit malam dengan taburan bintang di atas sana. Wanita cantik itu berdiri di balkon kamar dimana dia dan Neil akan menempati. Tujuan hidupnya memiliki suami yang kaya raya telah tercapai. Bahkan Neil memiliki kekayaan yang berkali-kali lipat lebih banyak dari pada Farhan. Kehidupan masa lalunya yang berada di garis kemiskinan membuatnya seperti sekarang ini. Terobsesi untuk memiliki suami yang kaya raya adalah tujuan hidup satu-satunya yang dia cari. Sejak kecil dia hidup menderita bersama orang-orang yang mengasuhnya. Mereka bilang, dia ditemukan oleh para pemulung di tumpukan sampah dekat komplek perumahan elite. Tega sekali orang tuanya membuangnya di tempat itu. Air mata Erika menetes setiap mengngat hal itu. Namun Erika menutup rapat-rapat semua cerita masa lalunya. Tidak ada satupun yang mengetahuinya, ternasuk Neil. Dia mengatakan pada semua orang bahwa sudah sejak lama hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia sejak dia masih k
Erika berdiri terpaku melihat pria yang selama ini dekat dengannya berada tak jauh dari tempat dia berdiri. Farhan, pria tampan yang cukup lama menjadi kekasihnya itu kini sedang bersama wanita lain. Dengan tatapan penuh cinta, Farhan melingkarkan kalung bermata berlian itu di leher Nadira yang terbungkus sempurna oleh hijab. Erika mengigit bibirnya menahan sesak. Sejak lama dia menginginkan kalung itu, namun Farhan tak kunjung membelikan untuknya. "Aku akan memberikan kalung itu padamu nanti di hari yang spesial," ucap Farhan padanya dulu. Setetes embun menggantung di sudut netra Erika. Bagaimanapun juga, Farhan cukup lama mengisi hari-harinya. Siapa yang mengira ternyata mereka akhirnya tak berjodoh. Sekuat apapun dia berusaha untuk meraih kembali pria minang itu, tak akan mampu memisahkan cinta Farhan dan Nadira saat ini. Erika menghela napas panjang demi menguatkan hati. Saat ini dia telah resmi menjadi istri seorang pengusaha muda yang sukses. Apalagi yang dia cari? Tujuan
Hingga sore Erika masih tak mau bicara. Neil bingung dan merasa bersalah. Erika terus mengurung dirinya di kamar. "Aku memang belum mencintaimu. Tapi aku tak pernah berniat melukai hatimu." Satu tangan Neil membelai lembut rambut dan punggung Erika. "Sebenarnya Aku melakukan ini bukan untuk Nadira, tapi untuk menyelamatkan hati kita berdua. Dengan begini, kita bisa saling mengisi kekosongan hati kita." Neil terus mencoba menghibur istrinya. "Udah dong ngambeknya, Erika. Aku nyerah, deh. Sekarang kamu tinggal bilang mau apa, nanti aku belikan." Neil yang mulai paham dengan karakter Erika, mulai bernegosiasi, seraya bersandar pada sisi tepi ranjang. Seperti dugaan Neil, perlahan Erika membalikkan badannya. "Beneran aku boleh minta apa aja?" Neil tersenyum. Begitu mudahnya membuat Erika tak ngambek lagi. "Boleh dooong. Kamu mau apa memangnya?" Neil menangkupkan kedua tangannya membingkai wajah tirus milik Erika. "Aku ... aku mau kalung dan cincin berlian persis seperti milik Nad