Selagi Thiago lengah, Yvonne mengeluarkan kunci rumah dan menggunakannya untuk menyerang bagian ulu hati Thiago.Thiago mengerutkan alis, dadanya terasa sakit dan nyeri."Aku adalah seorang dokter, aku tahu cara tercepat untuk menghabisi seseorang." Yvonne mengancamnya.Sebelum dijemput, Yvonne tidak punya banyak waktu memikirkan senjata yang bisa dibawa untuk melindungi diri. Dia hanya membawa kunci rumah yang selalu tersimpan di saku celana."Jangan lupa ...." Thiago tidak percaya Yvonne berani membunuhnya. "Ibu dan anakmu ada di tanganku. Kalau kamu menghabisiku, nyawa anak dan ibumu jadi gantinya.""Kalau aku nggak menyakitimu, apakah kamu bersedia membawaku untuk menemui mereka?""Jangan mimpi!" Thiago tersenyum dingin. "Tapi kalau kamu berani menyakitiku, aku akan mengirim kalian bertiga ke neraka!"Thiago tahu betapa pentingnya anak bagi seorang wanita. Oleh sebab itu Thiago yakin kalau Yvonne tidak akan berani menghabisinya.Tebakan Thiago benar, Yvonne tidak berani membunuhnya
Beberapa waktu belakang, Shawn menghabiskan waktu di luar negeri. Thiago juga mendengar isu keretakan hubungan Shawn dan Yvonne, tetapi dia tidak memiliki bukti yang kuat.Apakah Shawn dan Yvonne sungguh telah berpisah?"Aku nggak percaya!" Thiago sudah belajar dari pengalaman, dia tidak akan memercayai Shawn dengan mudah.Shawn langsung menutup teleponnya. Apakah dia benar-benar tidak memedulikan Yvonne? Atau ini hanyalah sandiwara?Thiago ragu, dia menatap Yvonne dan bertanya, "Kalian bertengkar?'Yvonne memahami sikap Shawn, tetapi dia sangat sedih saat Shawn menyebutnya sebagai pembunuh.Yvonne menjawab sambil menahan tangis, "Kamu nggak dengar jawabannya?"Yvonne kelihatan sedih, matanya pun berkaca-kaca. Dia tidak tampak seperti sedang sandiwara.Namun Shawn sangat licik, Yvonne juga bukan wanita yang bodoh. Siapa tahu mereka sengaja menipu Thiago?Thiago sudah berkali-kali kalah menghadapi Shawn. Kali ini Thiago tidak mau kalah, rencananya harus berhasil!Kalaupun Shawn dan Yvon
"Iya! Aku bertaruh Shawn akan datang menyelamatkanmu. Kalau kamu menang, aku akan melepaskanmu. Kalau kamu kalah, kamu harus ikut bersamaku."Thiago tidak memiliki perasaan terhadap Yvonne. Thiago melakukan ini karena Yvonne adalah istri Shawn. Jika Thiago merebut istrinya, Shawn pasti malu dan marah.Yvonne tidak tertarik memainkan taruhan ini. "Otakmu bermasalah?"Seketika raut wajah Thiago langsung berubah. Dia mencekik leher Yvonne sambil berkata, "Aku paling benci dimarahi!"Yvonne tidak takut, dia malah membalas tatapan Thiago. "Apa hebatnya menculik anak bayi, wanita paruh baya, dan wanita tak berdaya? Kalaupun harus mati, aku nggak sudi berhubungan dengan orang seperti kamu.""Hem, pantas Shawn menyukaimu. Kamu adalah wanita yang pemberani," kata Thiago dengan mata memerah.Jika Yvonne adalah wanita yang lemah, dia sudah menangis sejak tadi. Shawn bukan hanya menyukai kecantikan Yvonne, tetapi juga keberaniannya.Untuk sesaat, Thiago lumayan mengagumi Yvonne."Bagus, aku mau li
Sesaat mengangkat kepala, Yvonne langsung mengenali sosok yang berdiri di depannya.Yvonne sama sekali tidak takut menghadapi Thiago, tetapi begitu melihat kemunculan Shawn, Yvonne malah ketakutan. Dia takut kalau Thiago menjebak Shawn.Sekarang Yvonne dan Dio berada di tangan Thiago sehingga Shawn berada di posisi yang kurang menguntungkan."Dia datang! Lihat, dia datang!" Thiago tertawa terbahak-bahak, dia sangat senang.Akhirnya, datang di saat di mana Thiago berada di posisi yang lebih berkuasa. Shawn berjalan dengan percaya diri dan tenang, dia tidak panik berada di situasi terancam.Shawn melirik Yvonne. Sekilas, terlihat kilatan cahaya kekhawatiran dan simpati. Namun Shawn segera menelan kembali semua kepeduliannya dan menatap Thiago. "Yang kamu mau."Entah kenapa, jauh di dalam lubuk hati Thiago, dia takut menghadapi Shawn. Thiago tidak berani bergerak sendiri, dia memerintahkan pengawalnya untuk mengambil barang yang diberikan Shawn.Melihat pengawalnya yang ragu-ragu, Thiago
Shawn menyadari yang aneh dengan sikap Yvonne.Sesaat selesai bicara, entah cara apa yang Yvonne gunakan untuk melepaskan diri dari cengkeraman para pengawal, lalu berlari ke arah sungai.Raut wajah Shawn sontak berubah, dia bergegas mengejar Yvonne. Shawn berhasil menarik pengelangan tangan Yvonne dan memeluknya sambil berbisik, "Jangan gegabah ...."Yvonne menggelengkan kepala, dia tampak putus asa. "Aku nggak mau melihatmu diancam hanya gara-gara aku."Semua semangat hidup Yvonne telah pupus saat Shawn mengatakan bahwa semua kebaikan yang diberikan semata hanya karena Yvonne adalah ibu dari anaknya.Yvonne tidak akan membiarkan Thiago mengancam Shawn. Meskipun sakit, Yvonne tulus mencintai Shawn, ini adalah bantuan terakhir yang dapat diberikan Yvonne.Begitu melihat Shawn yang berdiri bersama Yvonne, Thiago langsung teringat pada ibunya yang meninggal dan ayahnya yang cacat. Tanpa pikir panjang, Thiago langsung menekan remot untuk menyalakan alat peledak. Thiago ingin menghabisi Sh
Dokter meminta maaf dan menyampaikan bela sungkawa, "Aku sudah berusaha, tapi lukanya terlalu parah ...."Dada Dylan terasa seakan dihantam benda keras. Di refleks mengangkat kepala dan menatap ke arah Shawn. "Pak ....""Kamu lagi bercanda?" tanya Shawn dengan suara teredam.Dokter menjawab, "Kami tidak mungkin menggunakan nyawa manusia untuk bercanda."Shawn tidak percaya, tetapi jawaban dokter terngiang begitu jelas di telinganya. Simpul di tenggorokan tampak bergulir saat Shawn menegakkan kepala."Pak, tenangkan dirimu." Dylan berusaha membujuk Shawn.Selama hidup, ini adalah pertama kalinya Shawn merasa sangat hancur. Dia bergegas masuk ke dalam ruang operasi, tetapi sesampainya di depan pintu, dia berhenti dan kedua kakinya terasa seakan ditahan.Ruang pintu operasi terbuka, para dokter yang menangani operasi terlihat berbaris di samping sambil menundukkan kepala.Simon berada di dalam barisan para dokter yang menangani Yvonne. Simon pun menunduk, suasana terasa sunyi.Dari kejauh
Dylan tak berdaya menghadapi Shawn. "Semunya, tolong keluar."Dylan mengalah, Shawn pasti membutuhkan waktu untuk menangkan diri.Para dokter keluar meninggalkan ruang operasi. Simon tidak berani berbicara kepada Shawn, dia hanya mengingatkan Dylan, "Mayatnya harus segera dikuburkan."Dylan mengerti maksud Simon, dia tidak ingin arwah Yvonne pergi dengan tidak tenang. Namun, takutnya Shawn kesulitan menerima kenyataan ini."Aku akan berusaha," jawab Dylan."Terima kasih. Maaf merepotkan," kata Simon.Dylan mengerutkan alis, bukankah ini memang tugasnya? Kenapa Simon meminta maaf karena telah merepotkan?Setelah semua orang pergi, Shawn berdiri di depan meja operasi. Suasana terasa sangat sunyi.Dylan sedang menunggu di luar, dia menunggu sampai Shawn memberikan perintah. Perlahan-lahan langit mulai gelap. Beberapa jam telah berlalu, tetapi Shawn tak kunjung keluar.Dylan mengkhawatirkan keadaan Shawn. Di saat bersamaan, Xavier tiba di rumah sakit dan bertanya, "Bagaimana keadaannya?"D
"Ide apa?" Xavier bertanya dengan antusias."Siapa dalang yang menyebabkan Yvonne meninggal?" tanya Dylan.Xavier merasa pertanyaan Dylan terdengar bodoh. "Siapa lagi menurutmu? Thiago pelakunya!""Kalau Thiago melarikan diri ....""Thiago nggak bakal bisa melarikan diri. Aku nggak akan membiarkannya kabur!" Xavier memotong ucapan Dylan. "Kalau dia berani kabur, aku akan mematahkan kakinya."Dylan menunggu sampai Xavier tenang, lalu menjelaskan secara pelan-pelan, "Aku tahu, tapi kita bisa membebaskannya ....""Membebaskannya? Sudah bagus nggak dibunuh. Otakmu bermasalah?" Xavier tidak bisa memahami jalan pikiran Dylan.Dylan memutar bola matanya. "Kamu bisa diam dan dengarkan dulu, nggak? Jangan memotong penjelasanku terus.""Sebenarnya apa rencanamu?" tanya Xavier."Menurutmu, bagaimana reaksi Pak Shawn kalau mengetahui pelaku yang membunuh Yvonne kabur? Dia pasti akan bangkit dari keterpurukan untuk membalaskan dendam Yvonne."Xavier merenungkan ide yang diberikan Dylan. Sekarang ta
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"