Walaupun tidak tahu apa yang terjadi, Nyonya Velon tidak buru-buru meminta penjelasan kepada Harvey. Bagaimanapun, ini bukanlah tempat yang tepat untuk berdiskusi.Sesampainya di dalam mobil, Nyonya Velon baru menarik tangan Harvey dan bertanya, "Beri tahu Ibu, apa yang terjadi?"Insiden ini membuat Nyonya Velon ketakutan, dia harus tahu apa yang terjadi. "Harvey, ayahmu pergi dengan meninggalkan perusahaan kepadamu. Aku mungkin tidak bisa membantumu untuk mengurus perusahaan, aku tidak mengerti apa-apa tentang bisnis. Ibu tahu kamu memikul beban yang berat, tapi kamu tidak boleh memaksa untuk menikahi wanita yang tidak mencintaimu. Semua yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia."Nyonya Velon mengkhawatirkan masa depan Harvey, dia tidak ingin melihat putranya menikahi wanita yang tidak mencintainya. Jika itu terjadi, kehidupan rumah tangga Harvey tidak akan pernah bahagia.Nyonya Velon adalah seorang wanita, dia tahu bagaimana rasanya kalau ada pria yang menikahinya dengan cara pak
Ketika mengangkat kepala, Graham mengerutkan alis saat melihat Thiago. Graham langsung menggulung hasil laporan tes DNA yang dipegang, lalu bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?""Oh, aku menemani temanku berobat ...." Sebelum Thiago selesai bicara, seorang wanita menghampiri dan merangkul lengan Thiago.Thiago refleks menarik lengannya sambil berbisik kepada wanita itu, "Pergi!"Wanita ini tidak mengerti, dia tersenyum dan berkata, "Thiago ....""Pergi! Kamu nggak ngerti?" Thiago menatap wanita itu dengan dingin.Sesaat menyadari ada yang tidak beres, wanita itu pun pergi sembari menundukkan kepala."Kakek," panggil Thiago.Graham melirik wanita tersebut, lalu berkata dengan serius, "Kamu sudah tidak muda, menikahlah dengan wanita yang terhormat, bukannya malah menjalin hubungan dengan wanita yang tidak jelas."Thiago tersenyum. "Baik, aku selalu mendengar nasihat Kakek. Oh iya, Kakak punya anak?"Thiago bertanya sambil melirik bayi yang digendong pengawal.Graham langsung membantah. "K
Tak lama setelah menerima telepon dari Jackal, dokter tersebut berpapasan dengan Thiago yang mengadang jalannya."Pak Thiago ...."Sebelum dokter selesai bicara, Thiago langsung menarik kerah kemeja sambil berkata, "Jangan banyak omong kosong! Katakan, untuk apa kakekku datang ke rumah sakit?""Pak Graham memeriksakan diri ....""Coba katakan sekali lagi!" Thiago mendesak dokter tersebut. "Kamu pikir aku bodoh? Kamu kira aku gampang dibohongi?"Dokter tampak gelisah, dia tidak berani asal bicara. Ditambah, Graham juga telah memerintahkannya untuk menjaga rahasia ini.Namun Thiago juga bukan orang sembarangan. Dokter tak tahu harus berbuat apa, rasanya maju mundur salah. "Aku ... aku tidak berani berbohong.""Kayaknya kamu benar-benar mengira aku bodoh. Kakekku memeriksa diri di bagian laboratorium darah? Lalu bagaimana dengan bayi yang dibawanya? Kakekku melakukan tes DNA pada anak itu, 'kan?" Thiago membentak dokter."Aku ... aku ...."Thiago mendengus dingin sambil mengempaskan dokte
Yvonne terlihat panik, dia merasa tersiksa dan tak berdaya. "Awalnya aku nggak mau memberitahumu soal keberadaan anak ini. Aku ingin balas dendam!"Tiba-tiba Shawn memegang pundak Yvonne dengan erat. "Apakah semua yang kamu katakan benar?""Untuk apa aku membohongimu?" Setelah melampiaskan semua emosinya, Yvonne terbaring lemas di atas tempat tidur. Dia menjawab dengan gemetar, "Dulu aku mengandung anak kembar, tapi Jolene mengambil sampel kandunganku yang masih terlalu kecil. Tindakannya jelas membahayakan kandunganku. Salah satu kandunganku keguguran, hanya satu yang bisa selamat.""Demi keselamatan anakku, aku melarikan diri dan bersembunyi selama berbulan-bulan untuk melahirkannya ...," Yvonne tak merahasiakan apa pun, dia menceritakan semuanya.Hati Shawn terasa berdegup kencang sesaat mendengarnya. Jantung Shawn berdetak dengan tidak beraturan, napasnya terengah-engah, dan ekspresi tampak kebingungan ....Sekujur tubuh Shawn terasa lemas, dia bertanya dengan suara serak, "Di mana
"Shawn, apa maksudmu?" Harvey berteriak emosi."Di mana anaknya?" Shawn bertanya tanpa basa-basi.Harvey langsung mengerti maksud Shawn, dia mengerutkan alis sambil menjawab, "Harusnya kamu tanyakan pada kakekmu. Ngapain cari aku?""Omong kosong!" Xavier ingin menendang Harvey, tetapi Shawn menahannya.Shawn menatap Harvey dengan serius. "Apa maksudmu?""Apa maksudku? Memangnya ucapanku susah dimengerti? Maksudnya, kakekmu merebut anak Yvonne dari tanganku!" jawab Harvey.Shawn mengerutkan alis. Bagaimana Graham bisa mengetahui keberadaan anaknya Yvonne? Shawn memiliki firasat yang buruk. Harus diakui, Dio lebih aman berada di tangan Harvey daripada berada di tangan Graham.Selama ini Graham selalu melindungi seluruh anggota keluarganya Ruben. Jika salah satu anggota keluarga Ruben mengetahui identitas Dio ....Shawn tak dapat membendung kekhawatirannya. Dia tak akan membiarkan seorang pun mencelakai anaknya.Ketika Shawn mengeluarkan ponsel dan hendak menelepon Graham, Harvey lanjut b
Graham membelalak, dia bertanya dengan terbata-bata, "Ba-bagaimana ... kamu tahu?""Siapa pelakunya?" tanya Shawn."Aku ... aku tidak tahu." Graham menarik lengan Shawn dan berusaha menenangkannya. "Tenangkan dirimu dlu, anakmu baik-baik saja ....""Sejak kapan Kakek mengetahui masalah anak ini?" Shawn mengempaskan tangan Graham.Graham tercengang. "Shawn ....""Kakek tahu bagaimana aku ditenggelamkan, Kakek juga tahu bagaimana ayah dan ibuku meninggal. Hanya karena aku tidak pernah membahasnya, bukan berarti aku lupa. Aku hanya tidak ingin membuat Kakek cemas di masa tua ini. Tapi kalau mereka berani menyentuh anakku, jangan salahkan aku tidak berbelas kasihan."Shawn langsung membaikkan badan, lalu pergi sambil memerintahkan Xavier, "Dapatkan semua informasi tentang mereka!""Baik." Xavier langsung melaksanakan perintah Shawn."Shawn ...." Graham ketakutan melihat sikap Shawn. Bagaimanapun Graham masih hidup, dia tidak ingin melihat keluarganya saling membunuh.Graham menggapai tanga
"Aku tahu," jawab Shawn."Lalu kenapa kamu menitipkannya kepada orang lain?" Yvonne tidak memahami sikap Shawn. "Kamu nggak menginginkan Dio, ya?"Shawn baru sadar, anaknya bernama Dio ...."Kamu yang memberikannya nama?" Shawn bertanya dengan suara serak.Yvonne tidak memedulikan pertanyaan Shawn. Saat ini Yvonne hanya menginginkan anaknya."Kembalikan anakku! Beri tahu aku, di mana rumah temanmu? Biar aku yang ke sana untuk menjemput Dio. Kamu nggak punya hak untuk menitipkan Dio kepada orang lain. Kamu takut kalau anakmu akan menjadi batu sandungan untuk hubunganmu dengan Caroline? Kalau memang begitu, langsung beri tahu aku. Aku tidak keberatan membantumu untuk merahasiakannya. Kamu bebas berhubungan bahkan menikah dengan orang lain ...."Raut wajah Shawn sontak berubah menjadi dingin saat mendengar ucapan Yvonne. "Sudah selesai bicara? Kalau sudah, tutup mulutmu! Berikan aku beberapa hari, aku akan membawa anakmu pulang.""Aku mau sekarang!" Yvonne tak mau menunggu lebih lama.Mas
Terdengar suara Xavier di ujung telepon. "Pak, aku sudah menyelidikinya. Sebelum Thiago ke rumah Pak Graham, anakmu masih berada di sana. Tapi begitu Thiago pergi, anak itu juga ikut menghilang. Kemungkinan besar Thiago yang menculiknya. Kata Pak Jackal, sebenarnya Pak Graham ingin merahasiakan identitas anakmu, tapi mereka berpapasan saat Pak Graham melakukan tes DNA ...."Shawn mengerutkan alis. "Tes DNA?""Untuk memastikan identitas anakmu, Pak Graham membawanya untuk melakukan tes DNA. Berdasarkan laporan yang keluar, anak laki-laki itu adalah putramu."Sejak mengetahui bahwa wanita pada malam itu adalah Yvonne, Shawn tak pernah meragukan identitas Dio. Yvonne tidak pernah berhubungan dengan pria lain, selain Shawn.Xavier berkata dengan ragu-ragu, "Walaupun anakmu berada di tangan Thiago, sekarang kita tidak bisa menyerangnya ...."Dulu Graham mengusir Ruben dan keluarganya demi melindungi mereka. Agar Shawn tidak marah, Graham juga tidak memberikan warisan sepeser pun kepada mere
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"