Yvonne pun tertawa. Setelahnya, Neil menyuruhnya untuk beristirahat sebelum pergi bersama Anas.Berhubung Yvonne sudah tidak mengantuk, dia pun bangkit dan berencana untuk pergi mencari Harvey. Alhasil, sebelum Yvonne sempat keluar, Harvey sudah datang terlebih dahulu. Harvey tersenyum gembira dan terlihat sangat bersemangat.Di sisi lain, Yvonne hanya bertanya dengan ekspresi datar, "Kapan aku bisa ketemu sama anakku?""Sudah kubilang, kalian bisa bertemu setelah kita menikah. Coba lihat kamu suka model yang mana." Harvey membawa beberapa jenis undangan agar Yvonne bisa memilih model yang disukainya.Yvonne merasa Harvey sangat aneh. Yvonne jelas-jelas sudah mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai Harvey dan hanya setuju untuk menikah dengannya demi Dio. Namun, kenapa Harvey malah menyuruhnya untuk memilih undangan pernikahan mereka? Apa Harvey sudah gila?"Kamu putuskan saja sendiri, nggak usah tanya pendapatku soal pernikahan ini," jawab Yvonne sambil duduk di sofa.Harvey pun berka
Setelah mendengar nama Yvonne, Shawn akhirnya mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang dia baca.Melihat reaksi Shawn ini, Harvey pun merasa sangat puas. Kemudian, dia sengaja memperlihatkan foto pernikahan mereka dan nama yang tercetak di undangan kepada Shawn sambil bertanya, "Sudah lihat?"Ekspresi Shawn sama sekali tidak berubah. Dia berkata dengan tenang, "Harvey, Yvonne itu wanita yang sudah kucampakkan. Kalau kamu suka, silakan ambil saja."Harvey tahu bahwa Shawn sangat pintar bersandiwara. Dia pun tidak peduli pada ejekan Shawn dan berkata, "Aku hanya bisa bilang kamu itu nggak tahu nilai Yvonne. Tapi, aku nggak peduli sama masa lalunya. Lagian, kelak dia hanya akan menjadi milikku. Aku harus berterima kasih padamu karena sudah mengalah dan memberikannya kepadaku. Jangan khawatir, aku pasti akan mencintainya dengan sepenuh hati.""Kamu sudah boleh pergi!" Shawn membubuhi tanda tangannya di atas dokumen, lalu langsung melemparnya ke samping.Di sisi lain, Harvey pun te
Meskipun biasanya Shawn bersikap lumayan baik terhadap Caroline, Xavier tetap merasa kurang senang saat mendengar Caroline yang langsung memanggil nama depan Shawn. Apa wanita ini merasa dirinya sudah menjadi istri Shawn sehingga berani memanggil Shawn dengan panggilan seperti itu saat berada di perusahaan?Entah kenapa, Xavier merasa dirinya tidak bisa menyukai Caroline. Dia pun menjawab dengan acuh tak acuh, "Temperamen Pak Shawn memang begini."Selesai berbicara, Xavier pun melangkah pergi. Namun, Caroline malah mengejarnya dan bertanya, "Pak Xavier, jangan pergi dulu. Menurutmu, kalau aku masuk sekarang, apa dia masih akan marah?""Coba saja sendiri," jawab Xavier sambil tersenyum. Dia tahu amarah Shawn masih belum reda. Orang yang berani masuk dan mengganggunya setara dengan menggali lubang kubur sendiri.Namun, Caroline tidak bodoh. Dia berkata, "Sebaiknya nanti saja deh. Kalau dia masih marah, bukannya aku yang bakal sial?"Xavier pun mendengus, "Pintar juga kamu.""Aku cuma ngg
"Shawn?" Niko bertanya dengan heran, "Kak, bukannya itu Kakak Ipar? Sebelumnya, dia sudah mengirim asistennya untuk membantumu. Sekarang, kenapa dia tiba-tiba mempersulitmu?""Niko, apa maksudmu? Kapan Shawn menikah dengan kakakmu?" tanya penanggung jawab itu dengan terkejut.Bagaimanapun juga, pernikahan Yvonne dengan Shawn tidak dirayakan secara besar-besaran. Jadi, hanya ada beberapa orang yang mengetahuinya. Orang seperti penanggung jawab pengiriman yang tidak penting ini tentu saja tidak mengetahuinya.Yvonne menjelaskan sambil tersenyum, "Niko sudah mabuk. Jangan dengar omong kosongnya. Kita pikirkan lagi cara penyelesaian masalah ini besok.""Oh, oke." Penanggung jawab itu tidak berpikir kejauhan dan percaya bahwa Niko memang sudah mabuk.Selesai berbicara, Yvonne pun menarik Niko untuk pergi ke kantor.Niko bertanya dengan heran, "Kak, buat apa kamu menarikku? Lagian, yang kubilang memang benar, ‘kan? Kamu memang sudah menikah sama Shawn ....""Niko!" Yvonne menyela, "Aku sudah
"Makanya aku suruh kamu cari influencer yang berpengaruh. Zaman sekarang, jual barang dari siaran langsung sangat populer. Kita pasti bisa jual habis semua produknya dengan cepat," ujar Yvonne."Oke, aku akan segera menghubungi influencernya.""Emm." Setelah memutuskan sambungan telepon, Yvonne tidak langsung pulang. Dia mencari beberapa orang yang bisa dipercayainya untuk mengeluarkan produk-produk itu dari perusahaan secara diam-diam.Shawn bermaksud untuk menekannya. Jika Shawn tahu bahwa dia hendak mencari influencer untuk menjual produk-produk ini, mungkin saja Shawn akan melakukan segala cara untuk menghentikannya. Bagaimanapun juga, Shawn sangat kaya dan berkuasa. Jadi, dia harus melakukan hal ini secara diam-diam.Setelah selesai menangani masalah ini, langit sudah hampir terang. Baru saja Yvonne pulang ke rumah dan beristirahat sebentar, penata rias yang dipekerjakan Harvey sudah menariknya untuk duduk di kursi dan hendak meriasnya. Yvonne pun duduk di kursi dengan lelah dan h
Ekspresi Shawn langsung menjadi semakin suram. Dalam seketika, suasana di sekitarnya juga menjadi dingin."Yvonne, apa kamu kira Harvey benar-benar menyukaimu? Jangan lupa, kamu itu wanita yang sudah pernah menikah dan tidur denganku ....""Shawn Jamison!" teriak Yvonne untuk memotong ucapan Shawn."Kenapa? Marah? Masih sempat kalau kamu ikut pergi bersamaku sekarang," ujar Shawn sambil mengulurkan tangannya pada Yvonne.Yvonne pun tertawa saking marahnya. "Shawn, aku masih ingat kamu bilang mau bercerai denganku. Lagian, surat cerainya juga sudah selesai diurus dan bukannya kamu sudah punya Caroline? Apa kamu nggak takut dia cemburu dengan datang mencariku? Oh iya, dengar-dengar, kamu sudah memberikan benda berharga itu kepadanya, ‘kan? Kayaknya, kamu sangat menyukainya. Selamat ya!""Aku hanya mengembalikan barang itu kepada pemiliknya," jelas Shawn secara refleks.Yvonne pun mengerutkan keningnya dan berkata, "Ternyata barang yang begitu berharga bagimu itu miliknya ya? Kayaknya kal
"Aku memang serius mau menikah denganmu kok. Kalau resepsinya sudah selesai, kita bisa langsung buat surat nikahnya," jawab Harvey. Dia sama sekali tidak menganggap ini adalah pernikahan palsu. Target utamanya memang adalah Yvonne, sedangkan membuat Shawn kesal hanyalah rencana tambahan.Namun, Harvey juga tidak berani terlalu memaksa Yvonne. Dia pun berkata, "Prosesnya sangat simpel dan semuanya bakal cepat selesai kok. Aku akan menuruti permintaanmu, oke?"Yvonne hanya melirik Harvey tanpa berbicara."Sudah hampir waktunya. Ayo kita pergi!" kata Harvey.Meskipun hari ini adalah hari pernikahan mereka berdua, suasananya tidak terasa menyenangkan. Hanya Harvey sendiri yang merasa gembira.Pada akhirnya, Yvonne pun berkata, "Oke."Semuanya sudah mencapai titik ini, tidak ada lagi yang bisa dilakukan Yvonne. Lagi pula, dengan lebih cepat menyelesaikan pernikahan ini, dia bisa lebih cepat bertemu dengan anaknya.Saat Yvonne hendak berjalan keluar dari rumah, Samantha baru turun dari lanta
Pada saat ini, Harvey yang melindungi Yvonne terlihat sangat gagah. Namun, dia sudah terbiasa hidup enak dan sama sekali tidak menguasai cara bertarung. Di sisi lain, pria-pria yang menghentikan mobil mereka sangat kekar dan tinggi. Hanya dalam sekejap mata, mereka sudah berhasil menyingkirkan Harvey dan menarik Yvonne turun dari mobil pengantin."Siapa kalian?" Yvonne mencengkeram pintu mobil dengan erat."Kamu nggak usah tahu kami itu siapa. Ikutilah kami dengan patuh. Kami nggak akan melukaimu. Tapi, kalau kamu melawan, kami terpaksa harus bertindak kasar," ujar salah seorang pria dengan ekspresi datar.Namun, Yvonne tidak bersedia melepaskan cengkeramannya. Bagaimanapun juga, dia tidak tahu siapa orang-orang ini dan merasa dirinya tidak menyinggung siapa pun. Siapa sebenarnya yang mengutus mereka?"Apa sebenarnya yang mau kalian lakukan?" tanya Harvey dengan kesal. Pria-pria ini tidak bermaksud untuk melukai orang. Tujuan mereka jelas hanya untuk menangkap Yvonne."Kamu nggak usah
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"