Datang beberapa mobil polisi. Iptu Faisal yang menembakkan pistol ke udara. Ia sudah hapal betul tingkah para preman kampung itu. Dan polisi juga menembakkan gas air mata agar mereka semua membubarkan diri.Rey dan teman-temannya pergi ke tempat biasa mereka nongkrong."Loe gak apa-apa, Rey? Sorry, kita telat," tanya Joni."Gak apa-apa, loe semua datang tepat waktu. Kalo gak udah gue jadiin perkedel, tuh orang." "Oya, loe udah ke pasar ngambil jatah kita? Gue dah tongpes, nih!" ucap joni seraya melemparkan dompetnya."Rencananya gue baru mau ke sana habis nganter Lora. Tapi malah para kecoak itu bikin rese.""Ayo, cabut ke pasar!"Rey dan joni berangkat ke pasar sedangkan yang lain membubarkan diri. Rey melakukan pungli di pasar. Mereka adalah preman pasar daerah tersebut menjaga keamanan pasar dari para pengganggu. Namun, Rey tidak pernah melukai para pedagang, mereka mengingatkan Rey pada sang Ibu yang juga seorang pedagang.Hari beranjak siang. Matahari berada tepat di bawah kepal
Di basecamp.Rey dan teman-teman nya sedang merencanakan sesuatu yang sangat beresiko."Loe kenapa ngajak ngumpul jam segini Rey? Tumben," tanya Eman seraya menyalakan sebatang rokok yang terselip di telinganya."Begini gue butuh bantuan kalian. Gue butuh duit banyak kali ini." Rey menatap semuanya satu persatu."Banyak? Buat apaan?" tanya yang lain."Sahabat kita Jejen butuh biaya buat Ibunya operasi. Dia lagi ketimpa masalah berat, bro." "Jejen, anak bu Romlah?" tanya Eman lagi."Iya, semalem dia dateng baru cerita kalau dia lagi ada masalah.""Begini aja, tadi gue baru dapet info dari Ali kalo ada target kita di kampung jati luhur. Gimana kalo kita satroni tu rumah. Nanti hasil dari situ kita serahin semua sama Jejen. Gimana?" usul teman Rey yang lain."Gila loe, ya! Jejen lagi di sini masak kita mau ngerampok," protes Rey."Loe mau bantuin Jejen, gak?" ujar Eman. "Sikon nya gimana?""Tenang, kita udah mengintai seminggu lebih dan sekarang rumah itu kosong ditinggal penghuninya p
"Astaga, apa yang barusan loe lakuin, Rey..?" teriak Eman frustasi."Sorry, gue reflek karena dia melawan," ucap Rey seraya melepaskan belati dari tangannya."Gimana sih, Rey, loe yang ingetin kita-kita. Malah loe sendiri yang melanggar," hardik Eman."Trus kita harus gimana ini?" tanya yang lain."Ayo, kita tinggalin rumah ini sekarang. Kita bawa aja yang udah kita dapet. Keburu dateng polisi,"Anton yang melihat semua temannya berlari dengan panik ia pun ikut panik. Ia sudah menduga jika aksi mereka gagal. Satu persatu sudah naik ke atas mobil pick up yang sudah ia persiapkan."Loe bilang gak ada orang di rumah itu, tapi nyatanya masih ada penghuninya," ucap Rey seraya mengusap wajahnya."Kita udah cek, Rey, kalau rumah itu emang kosong. kita gak tau kalau ada penghuni rumahnya," Eman meyakinkan Rey"Tapi Man sebenarnya bukan satu tapi dua orang," Rey menatap Eman."Tu- tunggu maksud loe ada dua orang yang ada di rumah itu?" Rey menganggukkan kepalanya. Yang lain hanya terdiam,
Siang hari yang begitu terik ada sebuah taksi masuk ke halaman rumah ustaz Yusuf. Seorang pria tampan turun dari mobil. Pria berparas manis berjambang tipis menghiasi dagunya. Sang supir menurunkan kopernya dari bagasi."Assalamualaikum, Bude," sapa pria itu dari ambang pintu."Waalaikumsalam."Tak berselang lama keluarlah wanita paruh baya yang tak lain Umi Nissa yang ternyata Bibi dari pemuda tampan itu."Ya Allah, gusti ... Faruq kapan sampai? Kok gak ngabarin Bude dulu kalau mau dateng ...?""Sengaja mau bikin surprise biar kayak orang-orang gitu ....""Kamu bisa aja, Yuk masuk kamu pasti capek. Mau Bude buatin minum?""Gak usah repot-repot Bude keluarin aja semua yang ada." Faruq terus menggoda Budenya."Kamu bercanda terus, ah." Umi Nissa berlalu menuju dapur untuk membuatkan minuman.Karena merasa penat dan panas Faruq ingin mandi. Ia menuju kamarnya yang selama ini jika ia mampir ke tempat bude nya. Ketika hendak membuka pintu kamar Faruq berpapasan dengan Claudya.Mereka bera
"Umi jangan khawatir, Claudya gak lama kok. Paling lama palingan cuma seminggu. Insya Allah Claudya bisa jaga diri. Tolong ijinkan Claudya pulang ya, Umi? Claudya kangen banget sama Riana," ucap Claudya memohon."Jangan bilang gitu sayang, ini juga rumah kamu. Umi juga gak berhak melarang Claudya pergi menemui Riana adikmu. Tapi Umi juga cemas sayang." "Insya Allah, Allah akan selalu melindungi kita Umi.""Baiklah, kapan kamu berangkatnya?" akhirnya dengan terpaksa Nissa mengijinkan Claudya."Kalau tidak halangan besok pagi setelah sholat subuh Umi.""Restu Umi selalu menyertaimu, nak."Selepas sholat subuh Claudya sudah siap menempuh perjalanan jauhnya. Ia pamit pada kedua orang tua angkatnya. Dan Claudya juga sengaja tidak membawa koper karena ia berjanji akan segera kembali ke pesantren."Umi, Abi Claudya pamit dulu ya! Do'akan selamat sampai di tujuan," ucap Claudya seraya menyalami tangan umi Nissa dan ustaz Yusuf."Iya sayang, kamu hati-hati di jalan ya! Umi pasti merindukanmu.
Satu jam akhirnya semua korban sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Pihak kepolisian sudah memberitahu kepada pihak keluarga para korban termasuk keluarga Jona."Assalamualaikum dengan keluarga Jonathan?" ucap seorang polisi."Waalaikum salam, b-betul, pak saya Ibunya. Ada apa ya Pak? Dan ini maaf dari siapa?"Bu Ainun bingung, karena Jona selalu datang ke rumahnya dan selalu mengatakan jika dirinya adalah Rey anaknya yang telah lama pergi.Dengan melihat tanda lahir di punggungnya barulah ia percaya jika ia adalah Reynaldi anak sulungnya.Ia teringat dengan pesan Rey waktu itu jika ia harus merahasiakan identitasnya dari siapapun. Jona mengatur kembali berkas-berkas dengan nama Jonathan."Saya dari kepolisian ingin memberitahukan kepada keluarga, bahwa mas Jonathan mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit."Innalillahi, ya Allah Rey... Jadi sekarang gimana keadaan anak saya, Pak?""Ibu langsung saja ke rumah sakit!""Baik, terima kasih Pak saya kesana sekarang juga
"Ada apa, mbak? apa ada yang salah? Atau Jona lagi ada tamu?""Ayo sayang, Bunda temenin, " ucap Hanah sambil menarik tangan Claudya.Mereka bertiga berjalan mendekati ranjang Jona. Claudya menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang."Ada apa, Mbak? Mbak nyariin siapa?" bisik Riana. Claudya menggelengkan kepalanya.Suasana yang canggung tidak seperti sebelumnya saat Jona dan Claudya berbelanja di pasar dekat pesantren di jawa timur."Nak Jo, kenalkan saya Hanah , Ibu angkatnya Riana dan Claudya," ucap Hanah dengan mengulurkan tangannya.Jona tersenyum menyambut uluran tangan Hanah. Ia memandangi dengan seksama antara Claudya dan Riana. Mereka memang kembar identik mereka bak pinang di belah dua. Jona teringat akan sebuah foto yang pertama kali ia lihat di rumah Pak Burhan. Foto seorang gadis bergaun putih menjuntai. Foto itu yang mengalihkan perhatian Jonq. Jatuh cinta pada pandangan pertama seorang Reynaldi Pratama yang kini menjelma menjadi Jonathan Kendrick.Du
"Kami permisi ya, nak Jona, assalamualaikum," pamit umi Nissa.Di pelataran rumah sakit mereka bertemu dengan Ainun ibunya Jona alias Rey."Permisi, ustazah Nissa, ya?" sapa Ainun Ibunda Rey."Bu Ainun!" "Alhamdulillah betul ustazah, loh kok bisa di sini? Siapa yang sakit, ustazah?""Kenalan kami baru kecelakaan dan di rawat di sini jadi kami datang menjenguknya.""Siapa ini, Umi?" bisik Yusuf pada istrinya."Oh, ini bu Ainun. Kami bertemu di pengajian waktu Umi ngisi pengajian di masjid Pondok Gede." Nissa memperkenalkan Ainun pada suaminya."Beliau pernah cerita tentang anak laki-lakinya. Oya, gimana anak Ibu? Masih seperti yang dulu?" "Alhamdulillah dia sudah banyak berubah ustazah. Saya sangat bersyukur. Allah masih ngasih kesempatan anak saya buat bertaubat. Tapi sekarang dia lagi sakit ustazah.""Sakit? Sakit apa Bu Ainun?""Dia baru kecelakaan dan dirawat di rumah sakit ini.""Siapa namanya Bu?" potong Yusuf."Jona, ustaz."Bu Ainun menyadari sesuatu, dia sudah berjanji pada
“Kurung dia di atas, dan awasi jangan ia kabur.” titah Erlangga pada anak buahnya yang membawa Claudya.Hahahahaha …!!! tawanya membahana di seluruh rumah.Ia tertawa puas setelah berhasil menangkap dan melukai suaminya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Pikiran liar terus menari di kepalanya.Pria itu melucuti semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum itu ia sudah memerintahkan kepada ART nya untuk membersihkan Claudya.Senyum tak lepas dari bibir Erlangga. Ia masih membayangkan ia akan bergumul dengan Claudya sebentar lagi. Ia berendam dengan air hangat untuk bisa menaikkannya gairahnya.Lima belas menit kemudian ia keluar hanya menggunakan handuk. Dada bidangnya ia biarkan terekspos. Ia berjalan ke kamar di mana Claudya berada dengan menggenggam sebuah pil. Sebelum masuk Erlangga sudah meminta segelas air dan memasukkan pil tersebut.“Air … air … ,” lirih Claudya yang masih belum membuka kedua matanya.Tanpa pikir panjang Erlangga menuangkan se
Sementara itu di rumah sakit. Rey segera dilarikan ke ruang operasi karena mengalami luka yang cukup serius di kepalanya. Riana mondar mandir di depan bersama Candra. Pandangannya selalu melihat ke arah lampu indikator ruang operasi menunggu dokter ke luar dari sana.“Siapa yang berani berbuat sekeji ini?” gumam Riana. Candra yang mendengar itu pun mendekati Riana.“Ri, sebenarnya sebelum kejadian ini tadi malam, Rey sudah cerita. Jika keluarganya sedang dalam bahaya. Teror selalu menghantui mereka setiap saat. Bahkan kemarin Claudya sempat hampir kehilangan nyawa jika tak di tolong oleh pengawalnya.”“Ya ampun, kenapa mereka tidak menceritakan hal seserius ini padaku.”“Mungkin mereka tidak mau membuatmu cemas, Ri.”“Jadi siapa yang melakukan hal serendah ini?” “Dari keterangan Rey, mereka adalah Erick dan Erlangga. Mantan kekasih dan lawan bisnis Claudya.”“Sudah ku duga, di dunia ini tidak ada yang sekeji Erick.”Setelah beberapa jam menunggu akhirnya lampu indikator pun padam. Se
Mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya. Jona berteriak memanggil semua pengawalnya. Tapi, nihil tak satu orang pun yang datang dan mendengar teriakannya. Rey pun bergegas mendorong kursi rodanya secepat yang ia bisa menuju ke arah kamarnya dan Claudya.Di sana terlihat beberapa orang tengah menyeret Claudya. Mereka semua bertopeng dan menggunakan pakaian serba hitam. Rey yang melihat itu tak tinggal diam.Walaupun dengan kekurangannya ia dengan sigap menarik baju salah satu orang bertopeng itu dari belakang. Lalu secara spontan melayangkan bogem mentah ke dagu pria itu hingga ia tersungkur. Sementara Claudya masih di bawa oleh pria bertopeng lainnya. Melewati halaman rumah untuk menuju mobil yang sudah terparkir di depan pagar rumah megah itu. Claudya hanya bisa berteriak histeris dan meronta minta di lepaskanDia hanya bisa menangis mengingat tubuhnya masih lemah karena kejadian yang menimpanya kemarin. Jona segera menyusul mereka, dan …BUUUK!!! Seseorang memukul kepala Jona dar
Keadaan Claudya tidak sedang baik-baik saja. Wanita itu pingsan sesaat mereka masuk ke dalam mobil. Setelah terbebas dari para penyerang itu sinyal komunikasi kembali normal. Alex pun segera menghubungi Jona.pria sangat panik begitu mendengar kabar Alex. Ia segera menghubungi dokter untuk segera datang ke rumah. Jona tak ingin mengambil resiko jika membawa Claudya ke rumah sakit umum.Sesampainya di rumah, dengan sigap menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Claudya ke dalam kamar yang sudah di tunggu oleh dokter.Alisha yang mendengar jika sang Ibu sudah pulang segera berlari menghampiri Claudya. Tapi, Jona mencegahnya untuk menemui Claudya. Ia tak ingin anaknya melihat keadaan ibunya yang tidak baik-baik saja itu.“Alisha sayang, malam ini Alisha tidur sama papa, ya! Mama sedang tidak enak badan. Biarkan mama istirahat dulu, ya!” ucap Jona seraya mengusap lembut kepala Alisha yang berada di pangkuannya.“Tapi, Pa ….” Alisha ingin protes sebelum Jona mendaratkan ciumannya di pipi
Di ruang rapat mereka semua berwajah tegang, pucat nan pias. Para dewan direksi sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Dan Claudya memimpin jalannya rapat.“Bagaimana ini bisa terjadi, bu Claudya?” ucap salah satunya.“Saya sedang berusaha mencari tahu dan menyelesaikan masala ini secepatnya.” Jawab Claudya dengan tenang. “Jika kau tak becus mengurus perusahaan ini silahkan mundur dari jabatanmu dari sekarang.” Suasana begitu riuh di ruang rapat. Mereka saling berbisik-bisik. Sebenarnya ini baru pertama kalinya dalam kemimpinan Claudya mengalami hal seperti ini.“Aku berjanji jika masalah ini akan cepat teratasi. Dan perusahaan tidak akan mengalami kerugian. Rapat selesai. Permisi!”Claudya pulang bersama dua pengawalnya. Ia duduk di belakang supir. Claudya mengotak-atik ponselnya guna mencari makanan yang enak untuk dibawa pulang.“Hmm … , sebelum kita pulang mampir dulu ke --,” BRAAAK!Ucapan Claudya terpotong saat mobil mereka dihantam dengan keras dari belakang. Tubuh Claud
“Brengsek, kau Erlangga!” hardik Claudya sambil mengepalkan kedua tangannya.“Ia salah memilih orang, jika ingin bermain-main. Dia belum tahu siapa Claudya sebenarnya.” imbuhnya.“Tenang Claudya sayang, jangan mengotori tanganmu dengan hal yang membahayakan dirimu. Biar mas yang membereskan semuanya.” Jona menenangkan Claudya dengan memegang kedua pipinya.“Tapi, Mas,” protes Claudya“A … ,” belum sempat Claudya angkat bicara Jona lebih dulu melumat bibir Claudya agar ia berhenti protes.Ulah pria itu membuat Claudya sulit bernapas. Ia melepas pagutannya pada Claudya dan menatapnya dengan lekat. Jaraknya hanya beberapa inci saja sehingga Claudya bisa merasakan nafas Jona dan penciumannya mencium aroma maskulin suaminya itu.Mereka saling pandang dalam beberapa menit. Claudya mendorong kursi roda Jona menuju singgasana pembaringan. Claudya mengerti apa yang diinginkan suaminya itu.Mereka duduk di tepi ranjang. Melanjutkan aktivitas yang tertunda. Perlahan Jona membaringkan Claudya, ia
Semua orang terdiam. Mereka merasa bersalah. Dalam hal ini Hanah lah yang paling merasakan itu.“Sudahlah, sayang. Di acara bahagia ini kita gak usah bersedih-sedih. Lihat semua orang jadi bersedih dan merasa bersalah. Dan lihat juga itu Riana.” bisik Jona membesarkan hati istrinya. Ia mencoba membujuk Claudya sambil menunjuk Riana dengan dagunya.“Apa kamu juga tahu? Jika Riana juga menyukai Furqon? Berbesar hatilah, sayang. Mas tahu kalo kamu wanita yang tangguh.”Claudya memandangi wajah suaminya. Dan memandangi semua orang satu persatu. Ia juga jadi merasa bersalah membuat orang-orang yang menyayanginya ikut bersedih.Claudya menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia mencoba mengontrol emosinya yang labil akhir-akhir ini.“Jadi Furqon, apa kamu udah mempersiapkan cincinnya?” tanya Claudya pada Furqon guna mencairkan suasana.Semua orang terpana dengan pertanyaan yang di lontarkan Claudya pada Furqon. Senyum menghiasi wajah-wajah mereka yang tadinya sendu.Furqon mengangkat wajahnya
Rapat berjalan cukup panas dan alot. Namun, pada akhirnya tender jatuh ke tangan Claudya. Erlangga murka pada Claudya. Ia tak terima jika harus kalah oleh seorang wanita. Ia akan membalas kekalahannya pada Claudya apapun resikonya."Ingat, ini belum berakhir, kamu jangan senang dulu," ujar Erlangga sesaat sebelum meninggalkan ruang rapat."Apa maksudnya itu, Bu?" tanya Lisa setelah Erlangga menghilang di balik pintu."Entahlah, udah gak perlu dipikirin. Ayo, kita pulang," ajak Claudya seraya melangkah menuju parkiran hotel.Dalam perjalanan menuju kantor Claudya menghubungi Jona untuk memastikan jika Alisha tiba di rumah dengan selamat."Hallo, assalamualaikum, Mas," salam Claudya sesaat setelah Jona mengangkat teleponnya."Wa'alaikum salam, sayang," jawab Jonq singkat."Mas, apa Alisha udah pulang? Di mana dia sekarang?" cerca Claudya yang tak sabar ingin mendengar suara anaknya."Tenang, sayang. Alisha lagi main-main, tuh di taman belakang sama Bi Sum.""Syukur kalo gitu. Oya, Mas k
“ya, kalo kamu memang yakin. Tapi, Mas mau tetap rumah kita dijaga oleh beberapa bodygard walaupun bukan dari pihak kepolisian. Mas gak mau ambil resiko. Mas gak mau peristiwa penculikan kamu itu terulang lagi. Terlebih lagi sekarang kita punya Alisha.” “Ok, nanti biar ku cari jasa pengamanan yang cukup mumpuni, Mas. Udah dulu ya, Assalamu’alaikum.” Claudya memutus sambungan telponnya.“Bun, itu sekolah Alisha udah keliatan,” celetuk Alisha sembari menunjuk ke depan dengan jari mungilnya.“Eh, anak Bunda pinter, udah tau letak sekolahnya.” puji Claudya seraya tangan kirinya membelai lembut pipi Alisha yang gembul.Mobil parkir tepat di depan sekolah PAUD ANNISA tempat Alisha bersekolah. Claudya dan Alisha turun dari mobil secara bersamaan. Pasangan Ibu dan anak itu berjalan beriringan dengan bergandeng tangan melangkah menuju ruang kelas bersama dengan para orang tua lainnya.Mobil yang membuntuti Claudya sejak ke luar rumahpun ikut berhenti. Ia mengabadikan setiap momen Claudya di s