"Untuk sementara kita obati dulu. Ini pertolongan pertama supaya kamu gak kehilangan banyak darah. Nanti kita bawa ke rumah sakit." ucap Claudya dengan tangannya yang terus mengobati tangan Jona."Riana, kita ke rumah sakit terdekat dulu. Tolong kamu yang bawa mobil ya! Bisa kan?" tanya Claudya sambil menuntun Rey menuju mobil."Bisa mbak," jawab Riana mantap.Di dalam mobil Claudya terus memegang tangan Jonq yang terluka agar tidak banyak darah keluar."Makasih ya, Jo. kamu udah banyak nolongin aku," ucap Claudya dengan menunduk."Gak Claudya, ini gak sebanding dengan apa yang aku perbuat sama keluarga kamu. Sampai kapanpun aku akan terus melindungi mu dan keluarga mu," batin Jona dengan memegang punggung tangan Claudya.Jona menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan untuk menghilangkan groginya karena dekat dekat Claudya."Luka kayak gini mah gak seberapa...luka kecil bakalan cepat sembuh kok, kamu tenang aja.""Beneran gak papa?" Claudya menekan luka Jona dengan kenc
Jona tidur dengan membelakangi pintu masuk jadi Faruq tidak tahu siapa orang yang tidur di kamarnya. Ia pergi ke dapur untuk mencari Nissa"Bude, itu siapa? Yang tidur di kamar aku?" tanya Faruq heran."Oh itu Jona, dia terluka jadi kami suruh dia untuk sementara tidur di kamar kamu. Maaf ya Bude gak ngomong dulu. Kamu gak marah kan?""Mereka udah sampai? Trus Claudya mana?""Ada tuh, di kamarnya lagi istirahat.""Eh, tunggu tadi Bude bilang Jona terluka? Kok bisa? Apanya yang luka? Claudya gimana? Luka juga?" berondong Faruq."Satu-satu kalo nanya Faruq! Yang mana yang musti di jawab dulu. Lagian Kamu kayak wartawan aja, nanya-nanya." sungut Nissa."Aku kan khawatir Bude..." "Claudya dan Riana gak Kenapa-napa cuma Jona yang terluka. Kamu jangan ganggu, biarin mereka istirahat dulu, nanti Bude ceritain.""Jadi Riana ikut juga ya!" Faruq bermonolog.Tiga puluh menit sebelum adzan dzuhur Nissa sudah menyiapkan makan siang. Yusuf pun sudah berangkat ke masjid sedari tadi."Claudya, Rian
"Gak papa Ri, mungkin mbak kecapekan aja." Di akhir acara Claudya memberikan amplop pada masing-masing anak yatim yang hadir. Lagi-lagi ia melihat sosok orang yang selalu ia hindari."Erick? Kok dia tahu aku disini? Berarti tadi aku gak salah lihat. Ngapain sih tuh orang kesini?" batin Claudya.Acara selesai dengan lancar dan sukses. Semua santri bergotong royong membersihkan sisa acara. Nissa mendekati Claudya, "Dya, ayo kita pulang! Umi capek mau istirahat." ajaknya pada Claudya."Claudya masih ada urusan sama karyawan dya, Umi duluan aja ya," tolaknya."Baiklah, kalo udah selesai langsung pulang, ya!"Claudya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia memanggil sekretaris nya untuk memberitahukan supaya semua karyawannya berkumpul. Ia memberi pengarahan dan tugas pada semua karyawannya. Claudya membuka toko roti, ia sudah punya beberapa cabang di kota besar seluruh indonesia. Ia juga beruntung punya sekretaris yang sangat bisa diandalkan."Jika sudah selesai kami akan kembali ke
"Itu bisa jadi, soalnya begitu mbak turun, mukanya jadi pucat? Kayak ngelihat setan di siang bolong." sahut Riana."Sepertinya ada yang menggangu pikiran Claudya, dia terus meracau dalam tidurnya," ucap Nissa ketika Ke luar dari kamar."Sewaktu aku sampai di depan aula, sepertinya aku juga ngelihat ada orang di dalam aula." Tutur Faruq."Siapa? Cewek apa cowok?" tanya Riana penasaran."Gak begitu jelas, karena hujan sangat deras,"sahut Faruq."Dari pada berprasangka buruk lebih baik kita tunggu Claudya sadar. Kita tanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Hujan tak kunjung reda, petir saling bersahut-sahutan. "Mbak! Mbak, udah bangun?" tanya Riana cemas."Erick ada di sini, Riana," ungkap Claudya."Erick? Erick Mahardika? Mantan mbak?""Iya, tadi dia datangi mbak di aula, Ri. Mbak takut dia nekat lagi."Riana memeluk kakaknya dengan erat. "Tenang mbak, mbak gak sendiri. Kita bakalan jagain mbak disini." Riana menenangkan Claudya."Kamu udah bangun sayang?" ucap Nissa begitu masuk kamar d
Setelah menandatangani surat persetujuan Jona bisa menjalani operasi. Mereka menunggu di depan ruang operasi dengan cemas. Sudah tiga jam operasi berlangsung tapi mereka tak kunjung Ke luar.Beberapa jam kemudian sebuah brangkar Ke luar dari ruang operasi. Mereka mendorong Jona ke ruang pemulihan pasca operasi. Dua hari berlalu Ibu Ainun baru bisa dihubungi dan hari itu juga ia brangkat ke rumah sakit di jawa timur di mana Jona dirawat."Umi, semua kalian di sini? Makasih sudah datang," ucap Jona seraya mencoba untuk duduk."Kaki ku kok gak terasa ya? Gak bisa di gerakin?" Jona terlihat bingung."Tenang, Jona," Claudya menatap Jona dengan iba"Ada apa ini, Claudya?" Jona menyentuh kedua kakinya."Gak ... gak mungkin, kaki ku mana, Claudya? Kenapa sama kakiku?"Semua orang yang hadir menitikkan air matanya melihat keadaan Jona. Mereka juga merasakan kepedihan apa yang dirasakan pemuda itu."Kalau laki-laki yang tak bisa berdiri sendiri mana ada yang mau?" Jona terus meracau..Dalam kea
Di rumah Erick ternyata ada banyak penjaga. Nathan harus berhati-hati jika ingin semua berjalan sesuai yang direncanakan. Erick orang yang cukup berpengaruh dikalangan para pengusaha di kota tersebut. Ia bukan orang sembarangan.“Jadi gimana, Jo?” “Besok kita harus pancing Erick untuk keluar dari rumah itu. Dengan begitu tidak akan ada banyak penjaganya.” terang sambil menyalakan sebatang rokok.Nathan tak menanggapi perkataan tangan kanannya itu, ia hanya ingin segera berjumpa dengan Claudya. Ia kasian pada Jona dia selalu menanyakan tentang Claudya.Sesuai dengan apa yang direncanakan Erick keluar rumah karena Johan sengaja menyuruh anak buahnya untuk membakar salah satu restoran yang dikelola Erick selama ini. Johan, Nathan dan yang lainnya datang secara terpisah untuk mengelabui para penjaga.“Oke sekarang pergi dengan tugas masing-masing, berhati-hatilah. Good luck,” Mereka berpencar dengan tugas yang sudah di susun. Johan dan Nathan mencari Claudya ke seluruh penjuru rumah yan
Di dalam penjara tak membuat Erick berdiam diri. Ia menyusun sebuah rencana untuk menghancurkan keluarga Claudya. Kali ini uang yang berbicara. Ia membayar seorang pembunuh bayaran yang sangat ahli dalam bidangnya. Hampir setiap hari sekretarisnya datang. Tidak ada sanak keluarganya yang datang berkunjung. Bisa dibilang Erick hanya beruntung dalam hal keuangan tapi tidak dengan keluarga. Tidak ada satu pun keluarganya yang peduli padanya. Ia berbuat demikian karena merasa kesepian dan untuk mencari perhatian dari orang. Erick dan Claudya cukup lama menjalin kasih hingga akhirnya cinta mereka kandas karena Claudya memutuskan untuk kuliah di luar negeri dan meninggalkan Erick demi pendidikan. Hal itu yang membuat Erick murka. Cintanya merubah menjadi obsesi pada Claudya.“Bagaimana perkembangannya?” Erick bertanya pada Wiliam sekretarisnya ketika ia berkunjung ke penjara.“Maaf tuan,” sahut Wiliam menundukkan kepalanya. “Kami belum bisa menemukan mereka,” ucapnya kemudian.“Apa maksudm
Matahari mulai meninggi, suasana pesantren tidak ada yang berubah. Umi Nissa dan Ustaz Yusuf masih sibuk dengan mengajar para santri. Namun, dimalam hari Umi Nissa kesepian. Ia sangat merindukan Claudya dan Riana. Sudah lama mereka tidak berkunjung ke pesantren.“Abi, Umi kangen sama Claudya dan Riana. Udah lama gak pulang ke sini. Apa kita aja yang ke sana ya, Bi?” tanya Umi Nissa saat mereka sedang makan malam.“Kalau kita pergi, siapa yang akan mengurus pesantren, Umi?” sahut suaminya yang masih mengunyah makanannya.“Kan, ada Furqon,” jawab Nissa santai.Ustaz Yusuf menghentikan makannya. Ia melipat tangan dan menatap sang istri yang berada di hadapannya. “Kenapa Abi lihat Umi kayak gitu, sih? Kan Umi jadi malu ...,” jawab Nissa dengan sedikit mendayu.“Umi serius mau ke Jakarta? Gimana kalo kita juga ajak Furqon? Kita lamar Riana untuknya,” usul Ustaz yusuf yang membuat Umi Nissa terbatuk-batuk mendengar perkataannya yang mendadak.“Kok jadi malah ngomongin Furqon? Kenapa Abi ti
“Kurung dia di atas, dan awasi jangan ia kabur.” titah Erlangga pada anak buahnya yang membawa Claudya.Hahahahaha …!!! tawanya membahana di seluruh rumah.Ia tertawa puas setelah berhasil menangkap dan melukai suaminya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Pikiran liar terus menari di kepalanya.Pria itu melucuti semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum itu ia sudah memerintahkan kepada ART nya untuk membersihkan Claudya.Senyum tak lepas dari bibir Erlangga. Ia masih membayangkan ia akan bergumul dengan Claudya sebentar lagi. Ia berendam dengan air hangat untuk bisa menaikkannya gairahnya.Lima belas menit kemudian ia keluar hanya menggunakan handuk. Dada bidangnya ia biarkan terekspos. Ia berjalan ke kamar di mana Claudya berada dengan menggenggam sebuah pil. Sebelum masuk Erlangga sudah meminta segelas air dan memasukkan pil tersebut.“Air … air … ,” lirih Claudya yang masih belum membuka kedua matanya.Tanpa pikir panjang Erlangga menuangkan se
Sementara itu di rumah sakit. Rey segera dilarikan ke ruang operasi karena mengalami luka yang cukup serius di kepalanya. Riana mondar mandir di depan bersama Candra. Pandangannya selalu melihat ke arah lampu indikator ruang operasi menunggu dokter ke luar dari sana.“Siapa yang berani berbuat sekeji ini?” gumam Riana. Candra yang mendengar itu pun mendekati Riana.“Ri, sebenarnya sebelum kejadian ini tadi malam, Rey sudah cerita. Jika keluarganya sedang dalam bahaya. Teror selalu menghantui mereka setiap saat. Bahkan kemarin Claudya sempat hampir kehilangan nyawa jika tak di tolong oleh pengawalnya.”“Ya ampun, kenapa mereka tidak menceritakan hal seserius ini padaku.”“Mungkin mereka tidak mau membuatmu cemas, Ri.”“Jadi siapa yang melakukan hal serendah ini?” “Dari keterangan Rey, mereka adalah Erick dan Erlangga. Mantan kekasih dan lawan bisnis Claudya.”“Sudah ku duga, di dunia ini tidak ada yang sekeji Erick.”Setelah beberapa jam menunggu akhirnya lampu indikator pun padam. Se
Mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya. Jona berteriak memanggil semua pengawalnya. Tapi, nihil tak satu orang pun yang datang dan mendengar teriakannya. Rey pun bergegas mendorong kursi rodanya secepat yang ia bisa menuju ke arah kamarnya dan Claudya.Di sana terlihat beberapa orang tengah menyeret Claudya. Mereka semua bertopeng dan menggunakan pakaian serba hitam. Rey yang melihat itu tak tinggal diam.Walaupun dengan kekurangannya ia dengan sigap menarik baju salah satu orang bertopeng itu dari belakang. Lalu secara spontan melayangkan bogem mentah ke dagu pria itu hingga ia tersungkur. Sementara Claudya masih di bawa oleh pria bertopeng lainnya. Melewati halaman rumah untuk menuju mobil yang sudah terparkir di depan pagar rumah megah itu. Claudya hanya bisa berteriak histeris dan meronta minta di lepaskanDia hanya bisa menangis mengingat tubuhnya masih lemah karena kejadian yang menimpanya kemarin. Jona segera menyusul mereka, dan …BUUUK!!! Seseorang memukul kepala Jona dar
Keadaan Claudya tidak sedang baik-baik saja. Wanita itu pingsan sesaat mereka masuk ke dalam mobil. Setelah terbebas dari para penyerang itu sinyal komunikasi kembali normal. Alex pun segera menghubungi Jona.pria sangat panik begitu mendengar kabar Alex. Ia segera menghubungi dokter untuk segera datang ke rumah. Jona tak ingin mengambil resiko jika membawa Claudya ke rumah sakit umum.Sesampainya di rumah, dengan sigap menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Claudya ke dalam kamar yang sudah di tunggu oleh dokter.Alisha yang mendengar jika sang Ibu sudah pulang segera berlari menghampiri Claudya. Tapi, Jona mencegahnya untuk menemui Claudya. Ia tak ingin anaknya melihat keadaan ibunya yang tidak baik-baik saja itu.“Alisha sayang, malam ini Alisha tidur sama papa, ya! Mama sedang tidak enak badan. Biarkan mama istirahat dulu, ya!” ucap Jona seraya mengusap lembut kepala Alisha yang berada di pangkuannya.“Tapi, Pa ….” Alisha ingin protes sebelum Jona mendaratkan ciumannya di pipi
Di ruang rapat mereka semua berwajah tegang, pucat nan pias. Para dewan direksi sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Dan Claudya memimpin jalannya rapat.“Bagaimana ini bisa terjadi, bu Claudya?” ucap salah satunya.“Saya sedang berusaha mencari tahu dan menyelesaikan masala ini secepatnya.” Jawab Claudya dengan tenang. “Jika kau tak becus mengurus perusahaan ini silahkan mundur dari jabatanmu dari sekarang.” Suasana begitu riuh di ruang rapat. Mereka saling berbisik-bisik. Sebenarnya ini baru pertama kalinya dalam kemimpinan Claudya mengalami hal seperti ini.“Aku berjanji jika masalah ini akan cepat teratasi. Dan perusahaan tidak akan mengalami kerugian. Rapat selesai. Permisi!”Claudya pulang bersama dua pengawalnya. Ia duduk di belakang supir. Claudya mengotak-atik ponselnya guna mencari makanan yang enak untuk dibawa pulang.“Hmm … , sebelum kita pulang mampir dulu ke --,” BRAAAK!Ucapan Claudya terpotong saat mobil mereka dihantam dengan keras dari belakang. Tubuh Claud
“Brengsek, kau Erlangga!” hardik Claudya sambil mengepalkan kedua tangannya.“Ia salah memilih orang, jika ingin bermain-main. Dia belum tahu siapa Claudya sebenarnya.” imbuhnya.“Tenang Claudya sayang, jangan mengotori tanganmu dengan hal yang membahayakan dirimu. Biar mas yang membereskan semuanya.” Jona menenangkan Claudya dengan memegang kedua pipinya.“Tapi, Mas,” protes Claudya“A … ,” belum sempat Claudya angkat bicara Jona lebih dulu melumat bibir Claudya agar ia berhenti protes.Ulah pria itu membuat Claudya sulit bernapas. Ia melepas pagutannya pada Claudya dan menatapnya dengan lekat. Jaraknya hanya beberapa inci saja sehingga Claudya bisa merasakan nafas Jona dan penciumannya mencium aroma maskulin suaminya itu.Mereka saling pandang dalam beberapa menit. Claudya mendorong kursi roda Jona menuju singgasana pembaringan. Claudya mengerti apa yang diinginkan suaminya itu.Mereka duduk di tepi ranjang. Melanjutkan aktivitas yang tertunda. Perlahan Jona membaringkan Claudya, ia
Semua orang terdiam. Mereka merasa bersalah. Dalam hal ini Hanah lah yang paling merasakan itu.“Sudahlah, sayang. Di acara bahagia ini kita gak usah bersedih-sedih. Lihat semua orang jadi bersedih dan merasa bersalah. Dan lihat juga itu Riana.” bisik Jona membesarkan hati istrinya. Ia mencoba membujuk Claudya sambil menunjuk Riana dengan dagunya.“Apa kamu juga tahu? Jika Riana juga menyukai Furqon? Berbesar hatilah, sayang. Mas tahu kalo kamu wanita yang tangguh.”Claudya memandangi wajah suaminya. Dan memandangi semua orang satu persatu. Ia juga jadi merasa bersalah membuat orang-orang yang menyayanginya ikut bersedih.Claudya menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia mencoba mengontrol emosinya yang labil akhir-akhir ini.“Jadi Furqon, apa kamu udah mempersiapkan cincinnya?” tanya Claudya pada Furqon guna mencairkan suasana.Semua orang terpana dengan pertanyaan yang di lontarkan Claudya pada Furqon. Senyum menghiasi wajah-wajah mereka yang tadinya sendu.Furqon mengangkat wajahnya
Rapat berjalan cukup panas dan alot. Namun, pada akhirnya tender jatuh ke tangan Claudya. Erlangga murka pada Claudya. Ia tak terima jika harus kalah oleh seorang wanita. Ia akan membalas kekalahannya pada Claudya apapun resikonya."Ingat, ini belum berakhir, kamu jangan senang dulu," ujar Erlangga sesaat sebelum meninggalkan ruang rapat."Apa maksudnya itu, Bu?" tanya Lisa setelah Erlangga menghilang di balik pintu."Entahlah, udah gak perlu dipikirin. Ayo, kita pulang," ajak Claudya seraya melangkah menuju parkiran hotel.Dalam perjalanan menuju kantor Claudya menghubungi Jona untuk memastikan jika Alisha tiba di rumah dengan selamat."Hallo, assalamualaikum, Mas," salam Claudya sesaat setelah Jona mengangkat teleponnya."Wa'alaikum salam, sayang," jawab Jonq singkat."Mas, apa Alisha udah pulang? Di mana dia sekarang?" cerca Claudya yang tak sabar ingin mendengar suara anaknya."Tenang, sayang. Alisha lagi main-main, tuh di taman belakang sama Bi Sum.""Syukur kalo gitu. Oya, Mas k
“ya, kalo kamu memang yakin. Tapi, Mas mau tetap rumah kita dijaga oleh beberapa bodygard walaupun bukan dari pihak kepolisian. Mas gak mau ambil resiko. Mas gak mau peristiwa penculikan kamu itu terulang lagi. Terlebih lagi sekarang kita punya Alisha.” “Ok, nanti biar ku cari jasa pengamanan yang cukup mumpuni, Mas. Udah dulu ya, Assalamu’alaikum.” Claudya memutus sambungan telponnya.“Bun, itu sekolah Alisha udah keliatan,” celetuk Alisha sembari menunjuk ke depan dengan jari mungilnya.“Eh, anak Bunda pinter, udah tau letak sekolahnya.” puji Claudya seraya tangan kirinya membelai lembut pipi Alisha yang gembul.Mobil parkir tepat di depan sekolah PAUD ANNISA tempat Alisha bersekolah. Claudya dan Alisha turun dari mobil secara bersamaan. Pasangan Ibu dan anak itu berjalan beriringan dengan bergandeng tangan melangkah menuju ruang kelas bersama dengan para orang tua lainnya.Mobil yang membuntuti Claudya sejak ke luar rumahpun ikut berhenti. Ia mengabadikan setiap momen Claudya di s