Simon menghentikan mobil di parkiran hotel. Emily menatap resah gedung bertingkat tempat Andrew menginap. Ia merapatkan mantelnya sejenak sementara Simon melihat dari kaca spion. Pria itu memperhatikan kegelisahan Emily semenjak Emily memasuki mobil hingga sepanjang perjalanan menuju hotel. Ia ingin bertanya tapi bukan kapasitasnya sebagai sopir untuk mencampuri urusan atasannya. “Perlu kuantar, Miss?”Simon menawarkan bantuan. Ingin rasanya Emily mengangguk, menceritakan jika dirinya tak mampu menghadapi masalah ini sendirian. Ia butuh bantuan Simon untuk menghajar Andrew sampai babak belur. Tapi kekerasan bukan jawaban. “Aku akan telepon jika butuh bantuan, Simon.”Emily merapalkan doa sebelum membuka pintu mobil dan berjalan menuju lobi hotel. Ia memasuki lift, menekan tombol 10. Dadanya berdebar kencang. Kakinya lemah untuk melangkah. Tapi ia menguatkan hatinya. Demi Eden. Kamar nomer 312. Ia mengetuk perlahan. Tak lama sosok Andrew membuka pintu dengan seringai di waja
Jonathan keluar dari mobil. Wajahnya menatap tajam ke arah mobil yang dikendarai Simon. Simon tampak cemas. “Maaf, Miss. Tadi Mr Jonathan telepon karena tidak bisa menghubungimu, jadi aku harus memberitahunya tentang tempat ini.” “Tak apa, Simon. Jangan khawatir. Kamu pulanglah dulu, aku akan ikut Jonathan.”Usai bicara Emily membuka pintu dan berjalan menuju Jonathan. Aura Jonathan dingin dan rahangnya tampak mengeras menahan emosi. Raut wajah yang tak biasa diperlihatkan pria itu. “Kenapa dengan teleponmu?Kenapa tidak bisa dihubungi?”tanyanya tajam. “Bisakah kita pulang dulu, Jonathan?Aku akan menjelaskannya di apartemenmu.” Tanpa suara Jonathan masuk ke dalam mobil, menunggu Emily duduk di sebelahnya. Emily menutup pintu dengan hati-hati. Melirik Jonathan yang mencengkeram kemudi hingga urat tangannya terlihat. Setelah memastikan Emily sudah memakai sabuk pengaman, Jonathan mengemudikan mobilnya menuju Penthouse. Sepanjang perjalanan suasana terasa mencekam. Tak ada
Manhattan Ave boxing Club. Suasana tidak begitu ramai. Jonathan duduk tenang menunggu kedatangan Andrew hingga sepuluh menit kemudian terlihat Andrew berjalan memasuki sasana. Tanpa kata Jonathan melempar sarung tinju ke arah Andrew yang dengan sigap menerimanya. Seperti tahu keinginan Jonathan, Andrew memasang sarung tinjunya dan memasuki ring tinju. Jonathan sudah bersiap di atas ring. Dengan pandangan awas dan aura membunuh yang begitu kuat. “Apa kau sudah gila mengganggu calon istriku, bajingan?!”Jonathan bergerak cepat menghampiri Andrew dengan melepaskan jab dengan tangan kanan. Andrew menghindar membuat Jonathan semakin beringas. “Aku menginginkan wanitamu sejak pertama kali aku melihatnya.”Tak gentar Andrew membalas pukulan Jonathan. “Brengsek!”Jonathan melakukan uppercut, mengincar dagu Andrew dengan tangan bagian belakang. Saat Andrew menghindar, pukulan Jonathan mengarah pada perut Andrew. Kali ini Andrew lengah dan tak sempat berkelit. Andrew meringis tapi dii
Warning. 21+ Upacara pernikahan sekaligus tempat resepsi pernikahan Jonathan dan Emily diselenggarakan di The Ritz Carlton. Di salah satu kamar presidential suite, tampak Emily tengah duduk termenung di depan cermin. Ia telah selesai berdandan. Model gaun pengantin yang dikenakan Emily adalah fit and flare, membentuk siluet tubuh yang pas di badan dari dada hingga pinggul, kemudian melebar di pertengahan paha. Gaun dengan garis leher berbentuk hati yang menonjolkan tulang selangka dan membuat dadanya tampak lebih berisi. Dengan bahan perpaduan satin dan renda, gaun pengantin itu tampak memukau. Emily tampil elegan sekaligus seksi. Tapi Emily tampak sedih. Tiba-tiba ia rindu ayahnya. Harusnya Robert Patterson yang mendampingi langkahnya hingga altar. Tapi ia harus memupus keinginannya. Sebagai pengganti ayahnya, paman dari pihak ibu yang akan menjadi pendampingnya nanti. “Kamu cantik sekali, sayang.”Aldera, sang ibu memasuki kamar, berdiri di belakang Emily, memandang dari pantula
Warning 21+ Mohon bijak dalam membaca Malam itu Emily bersikeras untuk memasak dan makan di apartemen sementara Jonathan sibuk dengan laptopnya. Ia tengah mencari situs travel perjalanan wisata. “Sayang, bagaimana menurutmu tentang Maldives?”tanyanya ke arah dapur. “Asia, kan?”Emily balik bertanya. “Aku ingin berlibur kesana, apa kau keberatan?” “Baiklah.” Dan hari berikutnya, keduanya melakukan perjalanan menuju Maldives. Jonathan telah memesan sebuah resort di Fari Islands, Patina Maldives. Maldives merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol (pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna) di samudera Hindia. Untuk bisa menuju Fari islands, mereka harus menyeberang menggunakan yacht dari Male International Airport sekitar 50 menit. Emily mempererat pelukannya di lengan Jonathan saat berada di kapal. “Apa kau masih takut dengan air, Sayang?” “Tidak saat bersamamu,”ucap Emily. “Kau akan berada di dekatku, kan?” “Selalu.”Jonathan mencium kening Emil
Warning 21+ Emily memejamkan mata, ia mengatur nafas setelah percintaan yang hebat beberapa saat yang lalu. Selimut yang menutupi tubuhnya hanya bertahan 5 menit karena Jonathan kembali menarik selimut itu. “Kau tak perlu ini, Sayang.” Emily menoleh, menghadiahi suaminya senyum manis. “Biarkan aku istirahat sebentar.” Ia membiarkan Jonathan memeluknya. “Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu?”tanya Emily sesaat kemudian. “Apa, Sayang?”Jonathan mengusap puting payudara Emily dengan gerakan halus membuat Emily mengerang. “Hentikan, Jonathan,”bisiknya menggeliat geli diiringi tawa tertahan. “Aku tak bisa. Kau terlalu indah, Emily.” Emily membuka mata, menarik selimut menutupi bagian atas tubuhnya. “Aku serius ingin bertanya.” Jonathan berbaring miring. Menumpukan satu tangan untuk menyangga kepalanya. Ia memperhatikan Emily, menunggu wanita itu memberikan pertanyaan. “Siapa kekasih yang paling berkesan dalam hidupmu?”Emily menoleh, menilik wajah Jonathan. “Kamu.”Jo
Anna Johnson adalah pemilik Anna & Co. Di usia 26 tahun, wanita itu sukses meluncurkan merk kosmetik dengan label namanya sekaligus menguatkan posisinya sebagai mantan model sekaligus pemenang kontes kecantikan terkemuka di Amerika yang mampu bertahan di hiruk pikuknya dunia kecantikan internasional. Meski sebenarnya pencapaiannya saat ini tidak terlepas dari nama besar kedua orang tuanya yang juga merupakan pengusaha sukses di dunia kecantikan. Saat ini Anna tengah duduk di kursi kantornya yang berada di lantai 5 sebuah gedung perkantoran di tengah kota New York. Ia mengamati profil sosok pria di laptopnya. Sesaat ia tampak tak puas dengan tampilan kecil di layar. Ia memperbesar foto itu. Jonathan Walker. Hanya dengan melihat foto itu, ia harus menelan ludah berkali-kali. Tipe pria idamannya. Tegas, tampan dan pintar berbisnis. Minggu lalu keduanya bertemu dalam pertemuan bisnis yang menurutnya sangat singkat. Anna betah berlama-lama duduk di depan pria itu sembari menatap Jonatha
Siang itu saat menjelang makan siang, Ernetta, sang sekretaris mengetuk pintu ruang kerja Jonathan. "Maaf Sir, ada kiriman makanan untuk anda. " Jonathan mengalihkan pandangan dari layar laptop. Ia memperhatikan wanita paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu sembari menyuruh beberapa orang masuk dengan paket makanan dengan jumlah tidak sedikit. Ernetta berjalan mendekat sembari menyerahkan sebuah kartu ucapan. Semoga sesuai seleramu. Anna Jonathan menghela nafas panjang. "Tolong bagikan ke karyawan kita, Ernetta. Aku sudah kenyang. " "Yes, Sir. " Tanpa berkomentar, Ernetta keluar dan kembali dengan beberapa Office Girl yang dengan sigap mengeluarkan tumpukan makanan. Jonathan mengambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat. "Terima kasih atas makanannya. Kau seharusnya tidak perlu repot. " Tidak butuh lama, terdengar suara panggilan telepon dari Anna. Dengan enggan Jonathan menerimanya. "Apa kau suka makanannya? "Terdengar suara riang dari Anna
Jonathan berdiri di depan puing-puing bangunan resort bekas kebakaran. Ia terdiam lama. Emily ingin mendekat dan memberi semangat untuk Jonathan tapi ia enggan untuk mengganggu Jonathan yang tengah merenung. Lelaki itu tangguh. Hanya masalah seperti itu takkan menggoyahkan jiwanya. Emily yakin itu. Jonathan berbalik menghadapnya. Dengan senyum. "Aku sudah mengasuransikan properti ini. Tapi untuk membangunnya kembali butuh waktu lama. " Ia berbicara tidak hanya pada Emily, tapi juga ditujukan pada Lucas. "Dengan berat hati, aku harus menghentikan operasional resort. Aku akan bertanggungjawab memberikan hak kalian sesuai kesepakatan. " Sekarang ia benar-benar berdiri di depan Lucas. Lucas menghormati keputusan Jonathan. Setelah keduanya memberikan briefing singkat pada seluruh karyawan dan memberikan kesempatan untuk berpamitan, Jonathan dan Emily berkendara pulang. "Setelah urusan pembayaran gaji selesai, aku ingin kita pergi ke Manchester atau Wales, " ucap Jonathan saat kedu
Emily dirawat di rumah sakit karena terlalu banyak menghirup asap. Saluran pernapasan nya mengalami iritasi dan peradangan. Dalam kesempatan terakhir, Emily sempat hampir merasa dirinya telah mati. Kilasan kilasan peristiwa asing masuk ke dalam ingatannya dan Emily yakin mungkin inilah saat waktu nya telah berakhir di dunia. Tapi Tuhan masih menginginkan ia hidup. "Emily, kau sudah sadar? " Aldera yang pertama kali menyapanya. Emily mengerjapkan mata, suasana kamar yang serba putih dan bau khas rumah sakit membuatnya pening. "Ibu, apa yang terjadi? " "Kau pingsan saat resort kebakaran. " Emily terkesiap. "Kebakaran? " tanyanya panik. "Bagaimana orang-orang di dalam resort? " "Tak ada korban jiwa, Sayang. " Emily bersyukur dalam hati. "Kai yang membawa mu keluar dari ruangan. " "Kai?"Tiba-tiba ia teringat akan Kai. Juga sesuatu yang terjadi di masa lalu. Jonathan yang meminta maaf atas perbuatan adiknya yang berusaha menceburkan nya ke dalam kolam dan yang berusaha
Kebakaran cepat menyebar dari arah gudang persediaan. Suasana yang sebelumnya sunyi berubah menjadi riuh oleh suara alarm kebakaran dan lalu lalang orang yang panik menuju pintu keluar. Lucas menerima telepon dari keamanan resort tentang beberapa orang yang mencurigakan. "Dua orang cari pelakunya, yang lain segera amankan pengunjung, " perintah Lucas sembari mengeluarkan senjata api dari laci meja kamar tidurnya. Ia bergerak keluar kamar. Sebelumnya ia telah mengkoordinasi staff yang masih bekerja di sif malam untuk melakukan protokol kebakaran. Di luar kamar terlihat Simon dan Kai yang kebingungan mencari sesuatu. "Kau melihat Emily? " tanya Kai panik. Lucas menggeleng. "Kukira dia di kamarnya. " "Tidak ada, aku sudah mencarinya ke sana, " ucap Kai sembari melakukan panggilan telepon. "Aku juga tidak bisa menghubungi Mateo. " "Kau sudah mencarinya di gudang?" tanya Lucas "Gudang sudah terbakar habis, pemadam kebakaran sudah dalam perjalanan ke sini. " "Aku akan m
"Ada apa?" tanya Emily tak sabar. Oliver memandang Emily sesaat. Wanita itu semakin terlihat cantik saat kali terakhir ia melihatnya. "Aku ingin minta maaf. " Oliver berterus terang. "Aku memaafkanmu, Oliver. Aku sudah bilang kan aku sudah berdamai dengan masa lalu. " Oliver mengetuk telunjuknya di meja. Tampak berfikir sebelum mengatakan sesuatu. "Sebenarnya aku mandul. " Emily terperanjat, tapi berusaha untuk memasang raut wajah datar. "Setelah pernikahanku dengan Caroline, aku diam-diam memeriksakan kesehatan ku termasuk masalah kesuburan." Emily masih mencerna ucapan Oliver. Ia dan Jonathan belum berkesempatan memeriksakan diri ke dokter. Harusnya Emily bahagia mendengar kabar itu, setidaknya selama pernikahan dengan Oliver bukan dirinya yang mandul. Tapi demi melihat wajah muram Oliver, tiba-tiba ia merasa ikut sedih. "Aku tak tahu harus bilang apa. " Oliver tersenyum pahit. "Kau pasti juga mendengar kabar tentang kehamilan Caroline, kan? " Emily tidak me
Jonathan terlibat perkelahian dengan sesama narapidana. Dua orang narapidana berniat melecehkan Jonathan karena dianggap pria "yang terlalu cantik". Tanpa mereka tahu jika Jonathan memiliki kemampuan bela diri di level tinggi. Namun, sebuah pisau tajam tak ayal menggores wajah Jonathan dari telinga hingga ke pipi. Setelah perawatan ala kadarnya, ketiga narapidana yang terlibat dalam perkelahian dimasukkan ke dalam sel isolasi. Jonathan dikurung di sel isolasi. Sel yang hanya berukuran 2 x 3 meter tanpa jendela. Saat telah berada di dalam, phobia Jonathan kambuh. Ia terduduk di lantai sel karena kesulitan bernafas. Beberapa saat yang menegangkan tiba-tiba ia teringat Emily. Dengan sisa kesadaran Jonathan mencoba mengingat apa yang dilakukan Emily dulu saat berada di lift. Tenang, ambil nafas panjang, hembuskan. Ia memejamkan mata, membayangkan wajah istrinya. Jonathan melakukan beberapa kali hingga 5 menit berlalu dan kepanikannya mulai mereda. Sialan. Ia harus mulai terbiasa dengan
Berita tentang penahanan Jonathan menjadi topik hangat di kalangan pebisnis. Dan Oliver baru menyadari jika resort Oak Beach ternyata milik Jonathan. Unity corp memiliki beberapa jenis bidang usaha di antara nya produksi kebutuhan hotel ameneties. Ia menelepon bagian pemasaran. Memastikan perusahaannya bisa memberikan penawaran produk hotel ameneties menguntungkan bagi resort Oak Beach. Ia memiliki ide untuk bisa mendekati Emily lagi. "Berikan harga terendah khusus untuk resort Oak Beach, aku ingin kerjasama dengan resort itu. " Tak menunggu lama, 2 hari berikutnya Lucas sendiri yang menghubungi pihak pemasaran Unity corp. "Aku ingin contoh produk, jika mutu produk Unity corp bisa bersaing dengan barang sejenis yang telah kami pakai, kami akan gunakan produk kalian. " Seminggu kemudian kesepakatan kerjasama dilakukan. Tanpa sepengetahuan Emily karena memang untuk operasional penginapan, semua dibawah perintah Lucas, Emily hanya sekedar mengawasi administrasi harian. Oliver
Semua berjalan di luar rencana. Begitu tiba-tiba. Persidangan Anna tidak bisa diteruskan karena pelapor terjerat kasus hukum hingga akhirnya Anna bisa dibebaskan dengan jaminan dan menjalani hukuman sosial selama setahun penuh. Ia mendapat keringanan hukuman karena ini adalah pelanggaran hukum yang pertama kali dilakukannya. James menemui Jonathan untuk mengabarkan jika ia dengan terpaksa harus mengalihkan jabatan Jonathan kepada Jacob. "Weston harus tetap berjalan seperti biasa, Nathan. Aku tak mungkin mengambil alih tugasmu, jadi aku terpaksa memberikannya pada Jocob, " kata James waktu datang mengunjungi Jonathan di penjara 2 hari setelah penahanan pria itu. "Aku mengerti, James. Lakukan yang terbaik untuk Weston. " Jonathan rela melepas kepemimpinannya demi kelangsungan Weston. Sempat terdengar kabar saham Weston turun setelah berita penahanannya. Jonathan tidak mau hal itu berlangsung lama. Ia harus bertindak. Satu-satunya jalan adalah melepas jabatannya sebagai CEO We
Emily panik saat mendengar kabar tentang suaminya yang saat ini berada di kantor polisi. Hampir pukul 10 malam, ketika ia buru-buru menuju kantor polisi dengan menggunakan taksi. Simon dan pengawalnya telah menyelesaikan waktu tugas dan Emily tak ingin merepotkan mereka. Emily menelepon pengacara perusahaan saat dalam perjalanan menuju kantor polisi. Ia tiba beberapa menit sebelum pengacaranya. "Nyonya, tunggu sebentar, saya akan berkoordinasi dengan petugas kepolisian, " jelas Adam tampak serius. Emily masih terlihat panik. "Anda harus menolongnya," pinta Emily memelas. "Saya akan lakukan yang terbaik, Nyonya. " Adam berbicara di depan loket informasi umum sementara Emily menunggu di kursi tunggu kepolisian. Sejurus kemudian Adam menghilang di balik pintu sebuah ruangan. Emily menanti dengan cemas. Apa yang terjadi? Dirinya hanya mendapat telepon tanpa penjelasan detail dari pihak kepolisian. Hingga sejam kemudian, Adam terlihat keluar dari ruangan tanpa Jonathan. "
Averie datang berkunjung di apartemen Jonathan Minggu sore ini. Sebelumnya Jonathan menceritakan kondisi Emily saat Averie bersikeras menemui menantunya karena sewaktu Emily mengalami kecelakaan ia tidak bisa datang menemani. "Ini mama, Em. " Jonathan membawa Averie masuk dan memperkenalkannya pada Emily. Emily tertegun sesaat. Saat Averie memeluknya dengan kesedihan, ia balas memeluk meski wanita didepannya terasa asing bagi Emily. "Maafkan saya, Nyonya... " "Mama, Emily. " Averie melepas pelukan, memandang Emily. "Kau biasa memanggilku mama. " Emily mengangguk dengan senyum. "Mama."Ia membayangkan dulu dengan Nyonya Edith, ia terbiasa memanggil dengan sebutan nyonya karena mantan mertuanya tak mau dipanggil dengan panggilan mama. " Maaf, aku belum bisa mengingat semuanya." "Tak apa, Sayang. Aku sangat bersyukur kau bisa selamat dari kecelakaan itu," ucap Averie tulus. "Jangan memaksakan diri untuk mengingat, biarkan semua berjalan seperti biasa." Emily mengangguk. I