"Laras udah gede, nggak usah di kawal melulu, nanti Laras ajak Irma kalo Emak nggak percaya.""Udah lah, Mih jangan terlalu di kekang anak-anak." "Bukan di kekang, Pih. Mamih khawatir, pergaulan anak jaman sekarang, apa-apa di bilang wajar, anak pacaran wajar, yang nggak pacaran di bilang nggak laku, kuper lah, ini lah, itu lah, pandangan negatif. Padahal pacaran itu mudharatnya banyak banget." Panjang lebar Dewi berbicara, menggebu.Laras dan Dani berpandangan. Mereka mulai menyiapkan telinga mendengarkan tausiah yang Laras sudah tau isinya. "Laras masuk kamar ya, Mak," Bibirnya tersenyum kikuk. "Mau belajar besok ada ulangan." Alasan lanjutan, karna netra Dewi berkilat, perlahan Laras bangun dari duduk. "Udah lah, Mih." Dani membantu Laras untuk bebas."Kebiasaan," ujar Dewi, menatap Laras kesal. Laras hanya menyunggingkan senyum, Dani menyuruh Laras pergi dengan mengibaskan telapak tangan. "Udah sana, Neng. N
"Laras." Laras terjengkit karna bahunya di tepuk. "Kamu mau bolos pelajaran ya?!" Ida menepuk pundak Laras. "Nggak, Bu!!" Laras menggoyang-goyang kedua telapak tangan. "Tadi saya liat ada bayangan ke arah sini! Kayanya mau bolos." Elak Laras. "Dari tadi ibu cuma liat kamu, nggak liat siapa-siapa," jawab Ida, menelisik wajah Laras. "Ayo, ikut ibu, kamu udah kelas 3, udah mau lulus, jangan seneng bolos sekolah." Sepanjang jalan Ida memberikan wejangan. Di balik tembok Niken menatap Laras dan Ida. Kakinya di hentak. "Ish, Bu Ida kenapa selalu keliling sekolah, kayanya nggak bisa ngelakuin rencana di area sekolah," gumam Niken. ***Lelaki tampan memarkir mobil di depan rumah Laras, sebelum keluar dari mobil Excel merapikan rambut meneliti wajahnya di kaca spion. "Bismillah, semoga di bolehin sama Mamih ngajakin Laras pergi besok. Setelah di rasa penampilannya oke, kelaki ini turun dan melangkahkan kaki m
Dalam perjalanan Laras berfikir, kenapa Niken ngasih dia alamat? Bukannya tadi mau ke tempat Excel? Kenapa nggak langsung ke sana aja? Otak lemot Laras mencoba berfikir. Gadis tengil ini menepikan motor, kembali melihat kertas yang di berikan wanita tadi. "Lagian alamatnya lumayan jauh dan bertolak belakang sama apartmen Excel." Laras terus mencoba berfikir. "Apa tuh perempuan salah, ya?" Laras menggaruk kepalanya, bingung, dan kembali melajukan motornya. ***Excel memarkir mobil sembarang, di depan gerbang rumahnya, gegas dia turun lalu menggedor gerbang kencang membuat Parjo terjengkit kaget, matanya merah, pandangannya nyalang, lelaki tua ini sedang terlelap entah jiwanya sedang berada di mana tadi."Hai, siapa berani-berani iseng!!?" suara Parjo lantang terdengar marah. Dengan langkah lebar dia menghampiri pintu kecil, ketika dia melihat majikan kecilnya yang menggedor pintu besi, Parjo semakin kaget. "Sebentar saya buka, Den
Laras merapatkan mata, hanya pasrah menunggu apa yang akan di lakukan Excel. Hingga suara ponsel mengagetkan dua remaja ini. Excel mencium kening Laras kilat. Desiran halus terasa di seluruh tubuh Laras, baru kali ini dia di cium laki-laki selain ayah dan kedua saudaranya. Laras diam dalam waktu lama, hingga Excel selesai berbicara dengan Dewi. "Ras, ayo aku antar pulang. Atau kamu mau nginep di sini? Biar besok pagi kita di nikahin." Laras meraih bantal kursi dan melempar ke arah wajah Excel, dan dengan tangkas tangannya menangkis bantal lemparan Laras. "Siapa lagi, yang mau sama elo!!" gumam Laras, bangun dari duduk, melangkah mengambil ponsel, dan menuju lift. Sesungguhnya jantung Laras masih berdetak tak karuan karna di cium Excel tadi. Dewi menunggu gadis semata wayangnya di depan rumah dengan gelisah. "Bang, jemput adek kamu, sana. Di apartmen Excel barusan Mamih telpon, pokoknya Mamih itu nggak percaya seratus pe
Air mata meleleh, rasa salah dan dosa menyeruak, Niken berusaha menyembunyikan dirinya, tapi tak ada tempat bersembunyi, dia hanya bisa memeluk kaki dan menelungkupkan wajah. Hatinya terus berdoa memohon pertolongan pada Tuhannya. Apakah Tuhan masih mendengar segala doaku, pikir Niken, jika pun mendengar, apakah Tuhan mau menolongku. Pikiran gadis ini terus bertanya. Hingga. Akhh ... Jangan sakiti aku!!! Teriak Niken. Karna bahunya di remas erat. Dia berontak dan meronta berusaha menghalau tangan yang berusaha memeluknya. "Ken, Niken. Ini gue." Suara Roy menyadarkan Niken, dia berhenti berontak dan berteriak. "Roy. I-ini elo Roy beneran bukan?" tanya Niken terbata-bata. Wajahnya kusut pasai. "Iya, lo lagi ngapain di sini, gue cari-cari," ujar Roy, mengamit wajah Niken. "Roy." Niken memeluk Roy erat, saat yakin di hadapannya adalah teman setianya. ***Excel duduk kasar di sofa. Di depan televisi, kepalanya masih ter
"Ken." "Hmm ..." gumam Niken, dia lahap menikmati nasi padang di hadapannya. "Lulus sekolah, gue niakahin mau nggak?" Niken menatap Roy, hampir dia tersedak makanannya. Lalu melanjutkan makan hingga tandas. Roy pun tak melanjutkan pertanyaannya melihat Niken tersedak. Niken mencuci tangan lalu duduk di sebelah Roy yang sedang mengutak atik gawai. "Lo udah Izin sekolah belum?" tanya Roy. "Udah, tadi pagi," ujar Niken. "Ken." Roy menyentuh tangan Niken, meremas lembut. Kepala Niken menengok ke arah Roy, netra mereka saling tatap. "Roy. Jangan di ambil hati ya. Yang kita lakuin ini cuma suka sama suka." Niken mengalihkan pandangan. "Maaf ya, lo harus terjerat sama gue, jangan pake perasaan, ya," ulang Niken, dia menundukkan kepala. "Ken, gue akan selalu ada kapan pun lo butuh." Roy mencubit dagu Niken, membawa wajahnya untuk menatap matanya. Net
"Cel." Telapak tangan bergelayut di lengan Excel. "Ken. Elo ada di sini?" "Iya dong. Gue harus kasih semangat ke elo. Gimana rencana kita? Mumpung dia nggak ada yang jagain." Niken menatap Laras dengan kilatan kebencian. "Lagian gue denger tadi dia mau di jodohin," ujar Niken. "Elo nguping?" "Gue nggak sengaja denger, ngapain gue nguping," ucap Niken, cuek."Noh liatin, lo nggak cemburu." Niken terus menghembuskan kecemburuan pada Excel. "Kita lakuin sekarang ya rencana kita." "Lakuin." Excel meninggalkan Niken setelah mengatakan itu. setelah itu lelaki jangkung ini duduk memperhatikan Laras yang sedang berbincang dengan Bagaskara.Suasana Auditorium terlihat riuh ramai, pertandingan sudah di mulai sejak tadi. Laras baru datang mendekati Excel saat nama lelaki ini di panggil untuk naik ke arena pertandingan. "Bang, semangat ya, lo harus menang!" Laras berkata penuh semangat. Excel menga
"Ras." Excel mengetuk pintu karna Laras tak kunjung keluar. "Sebentar Bang, gue nggak tau kenapa gue kepanasan, ya?" ujar Laras, berkata sedikit keras. "Buka dulu pintunya," suruh Excel, sambil mengetuk pintu."Gue lagu mandi, Bang." "Berendam Ras, biar enak, nyalain Bath tubhnya." Excel memberi solusi. Dia tau tubuh Laras harus di dinginkan. Di dalam kamar mandi Laras gelisah, gadis ini mengingat Dewi, air matanya mengalir, di ingatannya terngiang perkataan-perkataan Dewi yang selama ini terasa membosankan."Mak, Laras kenapa ini." gumam Laras. Dia mencoba mengingat, tak ada yang salah dari makanan dan minumannya. "Mak, maafin Laras, suka ngeyel selama ini." Laras mulai menyadari perkataan Dewi banyak benernya.Ketukan di pintu kembali mengingatkan di mana laras berada. "Ras, buka pintunya. Ini minum dulu, kamu kenapa? kamu udah lama di dalam, nanti masuk angin," tanya Excel perhatian. Laras mencelupk
Tiga temannya ini fokus menatap Excel, merasa di perhatikan Excel menjentikkan jari. "Nggak usah berpikir mesum, gue nggak abis ngapa-ngapain. Noh Laras lagi tidur."Tiga perempuan ini gegas mengalihkan pandangan. Bibir terulas senyum malu, lalu kembali menikmati siaran televisi, enggan membahas. Tak lama teman-teman yang lain datang. "Hai Bro!!" Roy, Boy juga Niken menghampiri Excel yang sedang makan di meja makan. Mereka tos kepal. "Makan-makan," tawar Excel. Roy juga Boy gesit duduk, tangannya mengambil piring. Perutnya lansung terasa lapar melihat hidangan di atas meja. "Stoooppp ..." Irma berteriak menginterupsi kegiatan mereka. Duo pesuruh Excel ini terjingkat mendengar teriakan Irma. Irma merebut piring yang Roy dan Boy pegang. "Enak aja baru dateng langsung makan. Kita makan bareng-bareng." salak Irma. "Itu Excel makan." Tunjuk Boy. "Dia yang beli barusan. Lah kalian baru dateng!! Kita udah kumpul semua 'kan yuk kita doa dulu!" Seru Irma. "Eh bentar gue bangunin Lar
Bibir Laras melengkung malu, "Dia sampe ngibarin bendera putih, gue rayu nggak mau bangun lagi itunya."Irma membalikan tubuh menatap Laras yang duduk di sebelah kepalanya. Netranya mengerjab. "Berapa kali?" Laras menggeleng. "Nggak tau. Gue nggak ngitung."Irma duduk, makin penasaran gadis ini. "Selalu di bungkus nggak itunya Excel." Irma nyengir mendapat tatapan dari Laras. "Itung ... jadi ketauan main berapa kali semalem."Laras menoyor jidat Irma. "Penting banget ngitungin begituan." Irma terkekeh, mengikuti Laras yang pergi ke luar kamar, karna ponselnya berdering. "Hallo Al. Langsung naik aja." Setelah memberikan akses masuk Laras mematikan ponsel. "Ma, kita masak yuk, buruan beli bahan, pesen anter aja biar cepet."Irma meraih ponsel memesan apa saja yang di butuhkan. Alya keluar dari lift ikut bergabung request makanan apa saja yang akan mereka hidangkan. "Kita bikin tom yam aja, sama barbeqiu, yang lain food dilevery," ujar Laras. Mana bisa Laras dan teman-temannya masa
Laras sudah berpakaian rapih, dia berdiri menatap gedung tinggi di hadapannya. Rumah-rumah yang terlihat kecil, jalan raya yang selalu padat merayap. Excel keluar dari kamar mandi, dan laras hanya melirik enggan mendekat. Rasanya jantungnya masih bertalu jika melihat lelakinya berpenampilan seperti ini. Excel membuka pintu wardrobe. "Bang, ini udah aku ambilin."Lelaki ini berbalik. "Makasih ya."Laras mengangguk, menundukkan kepala. Malu melihat Excel. Mereka bangun siang hari ini karna semalam Laras memborbardir Excel. Laras menepati janjinya akan buat Excel terkapar sampai dia mengibarkan bendera putih. Mengingat semalam bibir Laras tersungging, dia sedikit berlari ke arah pintu. "Mau ke mana?" tanya Excel. "Mau masak mie, kamu mau?" tanpa menengok Laras menjawab. Excel mengangguk."Mau nggak??" tanya Laras lagi karna tak ada jawaban. "Iya, mau."Selama memasak Laras terus senyum-senyum juga tersipu. Dua mangkok mie telor plus sosis tersedia di meja makan. "Bang. Ayo buru
Laras menarik tangan Excel yang sudah hampir berbalik. "Bang, jangan. Ayo kita pulang."Sampai di mobil Excel membuka dasbor mengambil surat nikah yang dia bawa-bawa. "Di sini dulu, aku mau masuk lagi sebentar," Excel berjalan cepat ke arah kasir, tak pedulikan panggilan Laras.Laras melihat Excel menunjukkan barang yang tadi di bawa pada emak-emak yang mengatainya gila. "Liat nih Bu, perempuan itu istri saya, saya mau beli kondom satu truk pun nggak masalah karna saya gunain sama istri saya." Excel Membuka surat nikah yang ada foto dirinya dan Laras. Menunjukkan pada ibu tersebut, pada kasir dan beberapa pengunjung yang tadi sempat menggunjingnya. Para pengunjung ada yang melihat buku itu sepintas ada yang memperhatikan seksama ini buku ASPAL bukan?? Sudah kan, saya hanya tak suka kalian menjelekkan istri saya, kenapa saya menikah muda karna dia dan keluarganya menjaga dirinya. Setelah itu Excel pergi dengan langkah lebar. Dia tak mau Laras di hina, sebab tadi Excel juga mend
"Mpok, Bang Excel lagi ngapain?"Laras dan Excel mendongak berbarengan menatap Andi, Laras langsung merenggangkan duduk sedikit memberi jarak. Netra Andi berkilat penuh intrik, di kepalanya langsung berputar uang. "Nggak lagi ngapa-ngapain. Emang lagi ngapain?" Laras seperti ke gap berbuat mesum.Andi tak bicara hanya menatap Excel penuh Arti. Excel meraih dompet di saku celana. Mengambil beberapa lembar uang merahan. "Nih, buat top up ML."Senyum Andi merekah, tetapi belum uangnya sampai di tangannya, tangan Laras menghadang."Udah biarin, biar Andi seneng. Lagian uangku nggak berseri, masih banyak di bank di brangkas sama yang lagi mendekat."Lagi bibir Andi mengembang mendapatkan pembelaan. Kembali tangan Excel menyerahkan uang, Andi menerima lalu melenggang masuk kamar. "Anggap aja Andi buta Bang!!" "Sue banget lo Ndi, dasar pemeras!!!" teriak Laras. Excel mengangkat Laras ke dalam kamar. Tak ada suara dari Laras dan Excel, Andi penasaran, kepala bocah ini melongok ke luar
Excel mandi perlahan tanpa mengeluarkan suara kecuali suara gemericik air dari shower. Setalah selesai Excel keluar perlahan, tubuh hanya terlilit handuk itu sedikit mengigil.Ehem.suara deheman dari ruang tengah membuat Excel terperanjat."Pah," sapa Excel kikuk, udah mindik-mindik masih juga kepergok."Gini hari udah mandi, nggak sekalian aja mandinya sebelum subuh? nanti mau lagi." perkataan Dani membuat Excel tak dapat menelan air liurnya.Beruntung ruangan dalam keadaaan remang-remang jika terang benderang sudah di pastikan muka Excel sekarang seperti kepiting rebus. Sialnya begitu sudah sampe di depan pintu Gilang membuka pintu kamarnya. "Set gini hari lo mandi, Bro??" Gilang nyengir melihat tubuh Excel hanya terlilit handuk.Tanpa berniat menjawab Excel masuk ke dalam kamar Laras. Di lihat Laras sudah kembali tertidur lelap. "Dia tidur lagi, gue di jadiin tumbal."Excel memakai pakaian dan kembali memeluk Laras dari belakan, Laras membalikkan badan mengendus ceruk leher Ex
Laras duduk di depan televisi, menggonta gonti chanel, wajahnya di tekuk, suara Irma selalu menghiasi pendengarannya. "Kenapa Mpok BT banget?" Andi duduk di sebelah Laras. Laras tak menyahut, hanya terus menganti-ganti chanel."Mpok, mana bisa di lihat itu kalo di ganti terus." Andi memberengut. "Kenapa sih, Mpok!!" Andi meraih remote yang ada di tangan Laras, karna Laras tak berhenti menggonta ganti chanel. Laras menghela nafas, masuk ke dalam kamarnya. Andi hanya mentap kakaknya yang terlihat boring. Di dalam kamar Laras membaca lagi pesan yang di kirim Excel barusan. "Apa aku samperin ke sana ya??" Laras mulai berfikir. Gadis ini menelpon Irma. Meminta pendapatnya. Irma menyarankan lebih baik Laras menyusul. "Gue ke sana sama siapa, Ma?" "Laaahh katanya kemaren mau di jemput sama supirnya.""Iya, tapi gue males kalo di jemput sopir.""Terserah elo lah, elo emang kadang-kadang susah. Bandung itu jauh, ini udah malem, dan yang pasti kita belum bisa bawa mobil sendiri!!" seru
Hari ini Excel begitu bersemangat menyambut hari, hari ini hari terakhir dia di Bandung. Ternyata jika sudah di jalani semua terasa mudah dan gampang. Lelaki ini menatap pantulan dirinya di cermin. Semakin dewasa, pikirnya. Bibirnya tersinggung.Di langkahkan kaki keluar kamar, menuruni anak tangga, menuju meja makan. "Aa mau makan nasi atau roti." Wanita tua menyambutnya."Adanya apa, Mbu?"Dulu sesekali Excel di ajak Nata ke sini, wanita tua ini yang menunggui rumah ini, dan menyiapkan kebutuhan Excel."Nasi ada, roti juga Ada. Ambu masak ikan bakar. Bapak yang ambil di kolam belakang kemarin. Aa dulu suka banget kalo ambu masak ini.""Ya sudah itu saja." Excel duduk di depan meja makan. Lia-wanita tua ini mengambilkan nasi dan ikan yang tadi di maksud wanita tua ini. Excel menatap kursi kosong di sebelahnya. "Aku akan sekuat tenaga belajar dan mengembangkan usaha agar lebih berkibar dari sekarang, untuk menjadikan kamu ratu dan mendampingiku kemana pun aku pergi." Excel terus me
Excel duduk menatap hamparan kebun teh di hadapannya, di hirup dalam udara dingin di balkon villanya. Sesekali netranya menatap ponsel yang ada di tangan."Kamu kenapa susah banget di telpon sih, Ras," gumam Excel.Di dering yang entah sudah ke berapa kali akhirnya panggilan di angkat. "Assalamualaikum, Babang. Sayang."Excel yang sudah hampir mengeluarkan omelan tetiba luluh mendengar kata sayang dari Laras. Wajah yang barusan sudah menegang seketika mengendor, darah yang sudah berada di ubun-ubun seketika terjun bebas, suhu tubuh yang panas akibat tekanan darah yang tinggi seketika mendingin. Bibirnya seketika melengkung menampakkan gigi putih bersih, netranya menatap Laras rindu. "Coba ulangi."Laras merebahkan tubuh di kasur. Mentap ponsel di tangan. "Apanya di ulangi?" tanya Laras bingung. "Salamnya, tadi gimana?""Assalamualaikum, Babang." Laras mengulang, netranya mengerjab, senyum terkembang.Nafas Excel di tahan, lalu di keluarkan perlahan, "Ada yang kurang, setelah itu