Exel melihat Laras masih berdiri di dekat pilar menunggunya. Senyum terukir di bibir Laras, tak dapat di pungkiri Exel benar-benar mencintai Laras, seperti apapun terbakar cemburunya tadi seketika luruh ketika melihat bibir Laras yang melengkung indah. Tak bisa Exel benci atau marah pada gadis berwajah oriental ini."Bang, abis ngapain sama Pak Bagas?" Laras menautkan jemarinya di lengan Exel. Exel tak menjawab dia memasang wajah datar. Hanya melirik pada jemari yang mengait di lengannya. "Kenapa sih, Bang? Belakangan ini elo kaya bt terus tuh muka?" mereka masih berjalan bergandengan.Masih tak ada jawaban dari Exel. "Bang!!" Laras menarik lengan Exel, langkah kaki mereka berhenti. Laras memasang wajah penasaran. Terlihat menggemaskan di mata Exel."Kamu mau tau kenapa aku boring belakangan ini?" Laras mengangguk."Mau tau karna penasaran doang, atau karna peduli?" tanya Exel menatap wajah Laras, mencari jawaban jujur. "Peduli dong, Bang, kita 'kan sahabat, kalo elo boring mung
Part 20Bel sekolah berdentang beberapa kali tanda waktu belajar hari ini sudah berakhir. Laras memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas. "Ma, gue di ajakin Exel buat anter dia latihan sore nanti abis Ashar ikut yuk," ajak Laras. "Ya ... nggak bisa, gue suruh ke toko ama nyokap gue, jaga kasir." "Yah ... Nggak sama elo boleh nggak ya ama Nyokap gue," Laras mulai gelisah. "Ya udah batalin aja anter Exel nya, dari pada di nyap-nyap, sama nyokap elo. Tau sendiri nyokap elo kalo marah gimana?" Irma terkikik, mungkin mengingat Emak kalo lagi ngomel. "Masalahnya gue bayar utang ini, Excel bisa marah sama gue kalo sampe gue batalin lagi, beberapa hari ini dia agak-agak beda sama gue. Jutek, nyebelin, kaya waktu belum akrab dulu, tapi Alhamdulillahnya masih mau belain gue di depan Bu Ida tadi.""Jangan-jangan dia tau kalo elo naksir abang gue? 'Kan udah gue bilang, kalo Exel sampe tau dan marah, elo bakalan rugi!! apalagi dia penguasa di sini nanti kaya di drama-drama tivi, elo dising
Tak kalah bertalu jantung Laras, apa lagi Exel semakin mendekatkan wajahnya. "Bang." Laras menahan pundak Exel. Tetapi Exel terus mendekat dan tersenyum, "Mana kunci seatbeltnya?" Netra lelaki tinggi ini beralih pada sebelah kiri bangku yang diduduki Laras. Tangan Laras meraba, netranya mencari. "Ini, Bang." Laras menarik kepala sabuk pengaman. Exel masih tersenyum berusaha mengontrol rasa di dadanya. ingin dia cium bibir Laras walau kilat. Mereka menghembuskan nafas lega ketika sudah dalam posisi masing-masing. Akhirnya mobil sampai di depan rumah Laras. "Ayo turun dulu, Bang." Exel mengangguk. "Aku nggak mau tau, pokoknya Mamih harus ngizinin ya, Ras." "Kayanya boleh, 'kan bukan malem. Ayo," Laras turun dari mobil membuka pintu pagar lalu masuk ke dalam rumah, Exel menunggu di teras." Tak lama Dewi muncul menemui Excel. "Nak Exel." Dewi menyapa. "Mih." Lelaki jangkung ini mencium tangan Dewi. "Katanya mau ajak Laras latihan karate?" "Iya, Mih. Mau sekalian la
Warung bakso tempat mereka mengisi perut setelah latihan yang menguras energi, mereka memutuskan menyantap makanan berkuah ini.Exel makan dalam diam, tak jauh berbeda Laras pun hanya diam. Bagaskara menatap dua orang ini hatinya bersorak riang. Ternyata ada gunanya juga teman adiknya ini. Dewi fortuna seolah sedang berpihak padanya. Laras gadis yang disukai Exel, menaruh hati padanya. "Mpok, aku mau ke toilet dulu," ujar Andi, tanpa sadar memanggil Mpok."Ish ...." Netra Laras membola menatap Andi. Andi mengusap tengkuk, bibirnya tersungging. "Kak, aku ke toilet dulu, jangan di tinggal." Ralat Andi, khawatir di tinggal karna salah panggil. Bibirnya masih melengkung kikuk, karna Laras masih menatapnya kesal. "Kalo ditinggal nanti, Mas antar," ujar Bagaskara. Setelah Andi pergi Bagas mengambil tisu. Lalu mengarahkan tangan ke kening Laras. "Baksonya pedes? Sampe keringetan begini?" Bagas mengusap kening Laras. Laras tersentak mendapati perbuatan Bagas, si guru tampannya.Netra Bag
"Mpok, lagi pada ngapain?" tanya Andi, rautnya penasaran. Melihat dua orang ini gerogi. Andi segera duduk di jok belakang. "Nggak ngapa-ngapain, nungguin elo!! Lama banget ngapain sih?" Demi menghilangkan gerogi Laras bertanya ketus pada adik lelakinya. "Di tawarin es krim sama Mas Bagas, lumayan, jadi makan es krim dulu," ujar Andi, netranya masih menatap curiga pada Laras dan Exel. "Pantesan lama, ayo Bang, pulang, Emak udah wa dari tadi, tuh udah bererot wa dari Emak." Laras menunjukkan wa dari Dewi. "Siap, Nona," jawab Excel, sepertinya marahnya sudah hilang. "Nanti pasti Mamih cari informasi tadi Mpok ngapain aja!!" Andi kembali memancing. "Ya jawab aja jujur, gue nggak ngapa-ngapain juga kok," ujar Laras, was-was. Pasti Andi mau malakin, nyari-nyari kesalahan Laras. "Ya pasti Andi bakal jujur, Mpok. Pan elu tau kalo kita ngomong nggak jujur juga bakal ketauan," jawab Andi, sambil menyandarkan badan di jok mobil. Andi terus berfikir bagaimana cara mendapatkan
Di Pantri rumah sakit dua orang terlihat sedang berbincang panas. "Terserah kamu, tapi aku pastikan adik tercinta kamu akan patah hati dan kamu pasti tau apa yang akan dia lakukam jika sampai patah hati!" Bagas terus mengkonfrontasi Sarah. Netranya memincing menatap tegas pada Sarah. "Aku tak peduli padanya," jawab Sarah ragu. "Benar 'kah? Bukannya kamu begitu khawatir saat dia pernah Od dulu, dan bukan 'kah kamu ingin mengejar gelar dokter psikiatris pun karna adikmu itu?" cecar Bagas lagi pada wanita cantik berambut keriting gantung ini.Sarah mendekat, menyentuh kerah baju Bagaskara, lalu merapikan perlahan. "Tapi aku tak akan melepas kamu hanya demi dia."Bagaskara menarik pinggang ramping Sarah hingga tubuh mereka menyantu. "Kamu hanya terobsesi padaku, kenapa mengorbankan adik tercintamu.""Aku tak terobsesi, aku benar-benar mencintaimu," Sarah mendekatkan bibirnya pada bibir Bagaskara, menyesap bibir lelaki tampan ini perlahan. Tangannya mengalung di leher kokoh Bagaskara.
Dengan pasti sang surya meninggalkan pagi dan siang hari, berjalan menuju sore. Laras mengamati parkiran tempat biasa Excel memarkir mobilnya. Gadis berwajah oriental ini memastikan mobil Excel sudah tak ada di sana. "Nyariin apa, Ras??" tanya Irma. "Tumben mobil Excel udah nggak ada. Biasanya dia nungguin gue," ujar Laras. "Lagi ada perlu kali, kadang-kadang juga begitu 'kan dia. Cieee ... Ngerasa kehilangan nih, ye ...." Ledek Irma. "Gue kenapa jadi kepikiran Excel ya, Ma? Gimana pun dia sahabat gue." Irma menatap Laras dengan raut tak percaya. "Kayanya benih-benih cinta muncul nih! Udah nggak mau sama Abang gue?""Ngomongin abang elo, sini deh gue ceritain, kemaren waktu kita makan." Mereka duduk di warung bakso depan sekolah. Laras menceritakan pada Irma perihal Bagaskara yang memberinya perhatian. "Ma, gue jadi ke Gr an tau. Gue bisa dengan percaya diri ngomong ke Alya gue bakalan dapetin abang elo. Ma, cari tau dong abang elo bener nggak perhatiannya ke gue karna ada rasa.
Laras meradang, rupanya Niken ada di apartemen Excel, sedang apa mereka di sana berdua? Laki-laki dan perempaun? Laras segera meraih jaket topi dan kacamata, tak lupa masker, lalu mengambil kunci motor. "Mak, laras mau ke depan sebentar." Izin Laras pada Dewi. "Kamu baru pulang belom makan udah mau pergi lagi. Mau kemana?" tanya Dewi garang. "Sebentaran, Mak, ke Alf* depan. Sebelum magrib Laras pulang," ujar Laras segera berlari ke arah luar setelah mencium tangan Dewi. "Ati-ati, Neng." Dewi masih terus memperhatikan kepergian Laras. Laras memacu motornya dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera sampai di apartemen Excel, beberapa kali dia ke sana tapi bersama beberapa teman ketika mengerjakan tugas-tugas sekolah. Entah kenapa kali ini Laras melakukan ini. Hatinya tak terima Excel melakukan hal yang tidak-tidak. Apakah karna terpengaruh kata-kata Irma. "Jangan sampai elo nyesel, Ras!!" kata-kata itu terus terngiang. Tapi apa hak ku ngelarang-larang Excel, toh selama in
Pagi menyingsing aktifitas di rumah Laras ramai seperti biasa Dewi sibuk membangunkan seluruh keluarga juga menyiapkan bekal dan keperluan lain. Laras sudah duduk rapih di kursi depan meja makan, bersiap kembali menjalankan aktivitas yang dia tinggalkan satu Minggu kemarin. "Mulai sekarang kamu di antar jemput sama Bang Gilang," ujar Dani pada anak perempuan semata wayangnya. "Emangnya kenapa, Pah, Laras bisa kok pulang pergi sendiri, Laras nggak apa-apa," Laras berusaha berkelit, dia tak ingin kebebasannya terbelenggu sebab Gilang tak bisa di ajak kerjasama selama ini. " Abang kamu nggak ngapa-ngapain, biar ada kerjaan, 'kan tinggal nunggu wisuda lagi nyari-nyari kerja belum dapet," ujar Dani, sambil menyeruput kopi. Huft Laras mengeluarkan nafas berat, menatap Gilang yang tersenyum penuh arti padanya. "Jangan isengin, Neng. Bang. Awas kalo kamu masih iseng aja." Dewi mengepalkan tangan melihat tatapan Gilang pada Laras. "Apaan sih, Mih. Udah gede masa mau iseng terus," ela
Excel masuk ke dalam kamar membanting kasar tubuhnya di atas ranjang. Lengannya menempel di pelipis, matanya terpejam, dadanya terlihat turun naik, sepertinya menahan amarah yang membuncah. Setelah terlihat tenang dia ambil ponsel lalu dia tekan nomor Laras, tetapi hingga beberapa kali panggilan tak juga di angkat. Lelaki ini mengirim pesan pada Laras. Tak lama centang biru tanda pesannya di baca. Namun sampai beberapa saat tak juga terlihat Laras membalas. [Ras, aku ke rumah kamu, ya]. Send Satu, dua, tiga menit Excel menunggu tapi tak di jawab juga. Padahal pesannya terbaca dan Laras terlihat on line. [Ras, aku otw, ke rumah kamu. Kamu mau di beliin apa?]Excel menyahut kunci mobil, keluar kamar dan menuruni tangga cepat. "Den mau ke mana?" tanya Ros. "Keluar bentar, Mba," jawab Excel. "Den, tadi Bapak pesen, Aden nggak boleh ke mana-mana," ujar Ros. Namun Excel seolah tak mendengar penuturan Ros, dia tetap melenggang keluar melewati pintu. Excel mengeluarkan mobil dari gara
Excel menelungkupkan kepala di setir. "Abang elo ada masalah apa sama Sarah? Gue yakin Laras di jadiin alat sama Pak Bagas." Tangan Excel mencengkeram stir mobil."Nah itu dia masalahnya, Bang. Gue mau jelasin ke Laras juga susah, dia lagi jatuh cinta. Tapi gue tau abang gue nggak sungguh-sungguh ke dia. Bang, elo harus bisa lindungi Laras," ucap Irma. Kepala Excel mendongak, menatap Irma. Isi kepalanya mulai berfikir dan menyusun rencana. Apa yang harus dia lakukan. Apakah saran Sarah bisa menjadi solusi? Pikir lelaki tinggi ini. ***Bagaskara menyorot cerah pagi ini, lelaki tampan yang memiliki nama sama dengan si pemberi kehangatan ini menyusuri kapling blok dengan berlari kecil. Handuk kecil melingkar di leher, titik keringat menghiasi kening dan leher. Sesekali lelaki tampan ini menyeka keringat di dagu. Tanpa dia sadari ada sebuah mobil mengikuti di belakangnya. Hingga Bagaskara berhenti si taman komplek duduk di bangku istirahat, lalu menenggak minuman yang dia gengam sejak
"Kamu lagi ngapain bisa sampe begini, Neng?" tanya Dewi, sambil mengompres pipi Laras. "Kan udah sering mamih bilang jangan suka berurusan sama laki-laki, ngeyel aja jadi anak." Dewi tak berhenti bicara. Laras hanya meringis karna bekas memarnya di tekan oleh Dewi. "Udah lah, Mih. Kaya Mamih nggak pernah muda aja," ujar Dani-Ayah Laras."Karna mamih pernah muda, Pih. Makanya mamih cerewet," Sewot Dewi. Aww ... Laras terpekik karna lagi-lagi memarnya di tekan oleh Dewi."Mpok ada Kak Irma." kepala Andi menyembul di balik pintu."Masuk, Neng," panggil Dewi. Dani pergi setelah Irma mencium tangan kedua orang tua Laras. "Ras, gimana masih sakit?" tanya Irma. Laras hanya mengangguk. Neng, Mamih bilangin ya!! kalian berdua masih pada sekolah, masih SMA, masih lagi mekar-mekarnya, ibarat bunga kalian itu lagi cantik-cantiknya. Jangan sia-sia-in masa muda cuma buat seneng-senengan. Mending kejar cita-cita setinggi langit." Nasehat Dewi dengan menggebu. Mendengar Dewi tak berhenti bicar
Excel terpingkal, mereka bertos ria merasa berhasil mengerjai Bagaskara, si guru menyebalkan bagi Excel. Terlihat Bagaskara mulai mengecek onderdil motor walau dia sama sekali tak tau mengenai mesin motor. Tapi rasa penasaran mengalahkan segalanya.Netranya memincing, otaknya berfikir bagaimana mungkin motornya tiba-tiba mogok tanpa sebab. Pandangannya mengedar area setempat. terlihat mobil Excel terparkir di tempatnya.Bibir guru idola ini tersungging. Dia menemui Pak Satpam untuk menitipkan motornya, dan akan dia urus besok hari. "Dek sini!" Bagaskara memanggil Irma, gadis imut ini mendekat. "Sana kamu pulang dulu.""Mas, gimana?" "Udah sana pulang." Bagas menggiring Irma ke motor Laras. "Mas pulang sore." "Mas, mau ngapain sama Laras?" Irma bingung. "Nggak, ngapa-ngapain. Mas cuma mau kasih pelajaran sama orang yang udah ngerjain, Mas," ujar Bagaskara. "Jangan buat masalah, Mas." Irma mengingatkan. "Iya, udah sana." Usir Bagas. "Pak, terus gimana saya pulang nanti?" "Mulai
Alya berdiri menatap mahluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna sedang melatih para siswa cara service bola voli dengan benar. Terlihat lelaki tampan dengan wajah dan bentuk tubuh nyaris sempurna itu di kerumuni mahluk Tuhan turunan hawa. Para remaja menuju dewasa ini terlihat bersemangat mengikuti arahan guru tampan ini. Mereka bergilir melakukan Service dengan arahan Bagaskara. Bahkan ada beberapa siswa yang sengaja salah melakukan tehnik service agar di sentuh lelaki tampan ini. Bibir Alya mengerucut melihat Bagaskara berdiri di belakang Niken menyentuh tangannya agar teknik service bolanya sempurna. Gadis ini menghentakkan kaki karna Niken terlihat begitu agresif mendekati guru idola mereka. "Elo lagi ngapai Al." Laras menatap Alya lalu berganti ke arah pandang Alya. "Jiahhh ... Cemburu nih ye," cibir Laras. "Noh lo perhatiin, Niken emang jablay kelas kakap, semua yang keliatan melek ama dia di pepet terus." Alya berucap dengan ekspresi marah. "Tunjukkan kemampuan elo, Al.
Di dalam kamar mandi Excel bangun perlahan, bibirnya meringis, dia menyentuh kejantanannya yang mendadak bangun. "Ya ampun, Ras. Liatin elo aja ini gue suka bangun, ini di senggol-senggol, tegang 'kan dia," gumam Excel sambil berjalan tertatih menuju bathrobe mengambil kaos dan celana kolor. Huft ...Lelaki tinggi ini mendaratkan bokong di kasur menetralkan apa yang dia rasa, ada kekhawatiran tak bisa menahan diri ketika melihat Laras nanti, apa lagi mereka cuma berdua di sini. Di ambil gawai, dia lihat cctv di mulai Laras masuk ke dalam huniannya. Senyum Excel melebar melihat gelagat Laras mulai dari pintu masuk hingga masuk ke dalam kamar. Setelah di rasa tenang lelaki ini keluar kamar. "Kamu lagi ngapain di sini? Kok nggak ngomong-ngomong mau ke sini?" suara Excel membuyarkan lamunan Laras."Niken mana, Bang?" bukannya menjawab pertanyaan Excel, Laras palah menyodorkan pertanyaan lanjutan."Niken? Kamu ke sini cuma nyariin Niken?" telisik Excel, mendaratkan bokong di sebelah Lar
Laras meradang, rupanya Niken ada di apartemen Excel, sedang apa mereka di sana berdua? Laki-laki dan perempaun? Laras segera meraih jaket topi dan kacamata, tak lupa masker, lalu mengambil kunci motor. "Mak, laras mau ke depan sebentar." Izin Laras pada Dewi. "Kamu baru pulang belom makan udah mau pergi lagi. Mau kemana?" tanya Dewi garang. "Sebentaran, Mak, ke Alf* depan. Sebelum magrib Laras pulang," ujar Laras segera berlari ke arah luar setelah mencium tangan Dewi. "Ati-ati, Neng." Dewi masih terus memperhatikan kepergian Laras. Laras memacu motornya dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera sampai di apartemen Excel, beberapa kali dia ke sana tapi bersama beberapa teman ketika mengerjakan tugas-tugas sekolah. Entah kenapa kali ini Laras melakukan ini. Hatinya tak terima Excel melakukan hal yang tidak-tidak. Apakah karna terpengaruh kata-kata Irma. "Jangan sampai elo nyesel, Ras!!" kata-kata itu terus terngiang. Tapi apa hak ku ngelarang-larang Excel, toh selama in
Dengan pasti sang surya meninggalkan pagi dan siang hari, berjalan menuju sore. Laras mengamati parkiran tempat biasa Excel memarkir mobilnya. Gadis berwajah oriental ini memastikan mobil Excel sudah tak ada di sana. "Nyariin apa, Ras??" tanya Irma. "Tumben mobil Excel udah nggak ada. Biasanya dia nungguin gue," ujar Laras. "Lagi ada perlu kali, kadang-kadang juga begitu 'kan dia. Cieee ... Ngerasa kehilangan nih, ye ...." Ledek Irma. "Gue kenapa jadi kepikiran Excel ya, Ma? Gimana pun dia sahabat gue." Irma menatap Laras dengan raut tak percaya. "Kayanya benih-benih cinta muncul nih! Udah nggak mau sama Abang gue?""Ngomongin abang elo, sini deh gue ceritain, kemaren waktu kita makan." Mereka duduk di warung bakso depan sekolah. Laras menceritakan pada Irma perihal Bagaskara yang memberinya perhatian. "Ma, gue jadi ke Gr an tau. Gue bisa dengan percaya diri ngomong ke Alya gue bakalan dapetin abang elo. Ma, cari tau dong abang elo bener nggak perhatiannya ke gue karna ada rasa.