Liana POV
Hari sudah mulai sore pukul 18.00. Aku berjalan menuju tempat pakir taxi, Sebuah kedai pinggir jalan membuatku ingin mampir, perutku sedikit begegejolak. Sekarang, aku harus mengisinya. Sedikit teh dan seporsi kebab lumayan untuk menganjal perutku.
"Pak kebab satu porsi" pesanku lalu membayar dan duduk di meja yang disediakan.
Hanya ada beberapa orang sekarang dikedai ini. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya melewatiku dan dompetnya terjatuh persis disebelahku. Dengan segera aku mengambilnya dan berteriak memangil.
"Nyonya tunggu!" Seruku. Aku berjalan cepat karena wanita paruh baya itu berjalan cepat.
"Nyonya tunggu..." Aku akhirnya sedikit berlari ke arah orang tersebut, akhirnya yang ku panggil berhenti dan menoleh.
"Nyonya..." Aku sampai didepan orang itu.
"Anda memangil saya?"
"Iya,,, dom..pet anda terjatuh" kataku akhirnya sambil mengambil nafas.
"Oh... Terima kasih banyak anak muda, sungguh Allah masih berbaik hati, Siapa namamu?"
"Ana nyonya"
"Akh terima kasih banyak" ia mengulurkan sejumlah uang.
"Saya tidak mengharap imbalan nyonya, saya menbantu tulus, terima kasih telah menghargai saya. Saya pergi dulu" kataku tampa babibu. Aku berfikir jika aku terus disitu maka dia akan memaksaku, jadi aku lansung saja berbalik badan dan melangkah pergi sebelum sebuah kata menghentikanku sejenak.
"Tunggu, terima kasih" katanya sedikit berteriak. Aku menoleh dan tersenyum pada perempuan itu. Dia mungkin sepertinya sedikit terburu buru. Aku juga tidak mau buang buang waktu mendebatnya, kasihan. Selesai makan aku langsung menyetop taxsi untuk pulang ke flat yang ku sewa.
**
MERT IS CALLING
kenapa anoying satu ini rajin sekali mengangguku?, padahal sudah seminggu aku hidup senang dan damai tampa dia.
Tinggg Massanger
Aku mengerjap beberapa kali, sebuah pesan Wh*t A** bertenger setelah panggilan berakhir, nomer baru
//Tünaydın//
”tünaydın, bu kim?"
//bu benim telefon numaram azfer//
“Oh, numaranızı w******p verdiğiniz için teşekkür ederim efendim” Azfer mengajakku berchat whats app, tentu saja nomernya berbeda dari yang ku simpan kemarin.
//Rica ederim, ihtiyacın olursa benimle iletişime geçebilirsin, eğer orada değilsem//
”Tamam askim”
Lalu dengan cepat aku menyimpannya. Aku melihat foto profilnya sekilas, sebuah gengaman tangan, yang aku yakin itu tangan Azfer dengan seorang wanita, kenapa hatiku tiba tiba ngilu?. Akh masa bodoh, bukan urusanku, lagian ngapain aku tertarik denganya?. Di indonesia banyak pemuda yang lebih cocok denganku. Logikaku mulai berterbangan memenuhi otak. Ku rebahkan diriku, seluruh rasa pegal dalam diriku perlahan lahan mulai memudar, oh nikmatnya nikmat Allah yang satu ini, luar bisa, mataku sayup sayup mulai terbuai dan terbang ke alam mimpi.
**
Sepertinya pemanas ruangan bekerja dengan baik hari ini. Aku baru saja menganti pemanas itu karena rusak. bisa-bisa aku membeku disini tampa pemanas. Musim dingin sedang dalam puncaknya, tapi terima kasih Tuhan. Ia bekerja baik, sehingga tidurku nyenyak sampai pagi. Aku lihat kalender. Ini hari minggu. Aku tidak melupakan sesuatu kan?. Seingatku aku ada acara undangan ke KBRI Indonesia untuk menghadiri beberapa acara, sebenarnya aku sudah diundang jauh-jauh hari. Sempat beberapa petinggi KBRI memintaku untuk menjadi panitia, tapi aku menolaknya karena alasan aku akan menyelsaikan tugasku ke luar kota. Mereka memaklumi dan banyak juga yang mendoakan. Aku banyak berterima kasih kepada Allah, Allah selalu memberikanku orang-orang terbaik yang selalu mengelilingiku. Jadi hari ini aku berusaha untuk datang ke sana, meskipun tidak mungkin sampai lama.
Aku membasuh dirku dengan hangatnya air kota ini. Aku memakai baju tebal dan mantelku ketika selesai dan tas sedikit agak besar. Kemarin aku sempat mampir ke toko pas pulang untuk membeli beberapa cokelat. Anak-anak disana suka sekali dengan hadiah ini, meskipun kecil tapi saat aku melihat mata mereka berbinar-binar berebutan mengambil cokelat itu membuatku bahagia. Rasanya itu menjadi ritual khususku ketika datang berkunjung kesana.
Aku langsung memasukan cokelatnya ke tas. beberapa peralatan pentingku, make up, satu baju ganti dan tissu, cas HP dan sebagainya. Ku buka pintu perlahan. bles hawa dingin pagi langsung menyambutku. ini cerah tapi rasanya dinginya masih sangat terasa. Berbeda dengan Indonesia jika musim panas sudah terasa yang menyambut adalah hawa panas tampa dingin, disini karena terletak di dua benua jadi musimnya jika dingin akan minus beberapa belas derajat celcius. Dan semua membeku berwarna putih, sedangkan jika musim panas masih ada hawa sejuk yang menerpa. Aku memakai baju tebal, hanya blouse lengan panjang dan celana tebal hitam serta mantel bulu untuk membantengi tubuhku dari kedinginan.
Tingggg...
Sesampainya dihalte bus. Bus pas sampai didepanku sehingga aku tidak berlama-lama menunggu disana. Jalanan terlihat putih berkilauan diterpa sinar matahari yang terik menghangatkan semua manusia yang ada dibumi, rasanya pemandangan ini sangat indah. Aku jadi teringat masa lalu, dulu tidak ada sama sekali impianku untuk datang kesini, bahkan bermimpi setinggi ini pun tidak.
Aku jadi teringat dengan Indonesia. Aku rindu kawan kawanku di UI. Setelah lulus kami semua berpencar keberbagai negara. Kami dengan misi masing-masing. Aku ingat bagaimana ibu menangis ketika mengantarkanku di bandara Soekarno-Hatta. Orang tuaku telah melepasku ke negara orang dengan pengorbanan yang banyak. Aku pun seharusnya juga harus lulus dengan cepat.
Bus sampai pada halte tempat terdekat ke Dikilitaş Mah., Aşık Kerem Sokak, No.26, 34349 Beşiktaş - İstanbul, Turki. Bunyi klakson bus mengangetkan ku, aku dipaksa kembali ke alam nyata aku sudah sampai.
Aku keluar dari bus dan segera berlari berjalan sepanjang jalan menuju kedubes, acaranya didalam kedutaan. Mereka punya ruangan besar untuk mengadakan acara-acara, dengan cepat aku memasukinya, seorang satpam didepan menyapaku.
"Günaydın"
"Günaydın" balasnya tersenyum Aku berlalu menuju pintu lift dengan cepat.
Tingggg tinggg.
Angka menunjukkan tiga. Aku keluar begitu pintu dibuka, ternyata sudah banyak yang berkumpul dan mengisi kursi kursi barisan depan, dan didepan mimbar sana seorang wanita muda cantik sedang membacakan susunan acara, aku langsung ke tempat penerima tamu.
"Hei mbak Ana, apa kabar" sapa Yashmine, aku lalu memeluknya.
"Kabar baik, gimana kamu?"
"Alhamdulilah baik juga" ia tersenyum manis.
"Aku baru tau kau ikut jadi panitia"
"Kebetulan sekali kuliahku sedang libur" katanya tersenyum.
"Ayo cepat duduk sebelum tim perang mengeroyok mbak nanti" Ia terkikik saat mengatakanya. Maksud dia adalah para malaikat kecil yang sering mengeroyokku ketika aku tiba disini, anak petinggi kedubes disini.
"Kamu tau aja"
"Ayok duduklah mbak"
"Terima kasih" akhirnya aku berjalan ke tempat yang sudah disediakan. Sejenak aku kidmat mengukuti acaranya.
**
Acara sudah selesai dari lima menit yang lalu, sekarang semua orang sedang menikmati hidangan dan beberapa berkelompok saling menyapa satu sama lain. Sedangkan aku baru saja mengambil satu gelas jus buah, tiba tiba.
"Kakakakkkkk!!!!" Segerombolan anak berusia sekita empat, lima, enam, tujuh sampai sepuluh tahun menyerbuku, semua ada lima orang.
"Haiiii!!!" Aku berseru kemudian menyamakan tinggi bandanku dengan mereka, memeluk mereka sebentar.
"Kakak punya hadiah buat kalian" Kataku antusias, lalu aku mengambil beberapa cokelat yang telah ku belikemarin.
"Ini buat kamu, kamu, kamu" aku membagi satu persatu mereka tertawa bahagia.
"Terima kasih kakk!!!" Katanya serempak.
"Kakak tidak ingin bercerita?" Yang kecil ini berumur 4 tahun namanya Abel.
"Nanti ya sayang, sekarang dimakan cokelatnya dulu, kakak ada urusan sebentar" kataku, aku melihat sekilas ada orang yang ku kenal sekali namanya bapak Ahmad. Dia senior di Istanbul university sama-sama jurusan hukum.
"Bapak Ahmad?" Aku menyapa, dia menoleh.
"Ana, apa kabar?" Kami bersalman dengan baik
"Bagaimana kuliahmu?"
"Lancar alhamdulilah, bapak sekarang dimana?"
"Bapak masih di Ankara, mempersiapkan dokumen untuk kembali ke Indonesia"
"Alhamdulilah syukron"
"Bagaimana dengan universitas?"
"Tambah pesat kemajuanya pak, saya sekarang sedang magang disebuah kantor lawyer di sini" Lalu aku menceritakan kasus yang aku dapatkan, bapak Ahmad manggut-manggut.
"Hati-hati jatuh cinta sama orang sini" Aku tertawa renyah.
"Bisa aja bapak, orang Turki cantik-cantik, kita orang Indonesia dibanding Turki" aku mengeleng Lalu beliau tertawa.
"Jatuh cinta itu bukan masalah rupa, tapi masalah hati" katanya kemudian.
"Bapak pasti punya pengalaman nih" kataku sambil tersenyum.
"Adalah" katanya lalu tertawa.
Dia mulai bercerita sebuah kisah yang pernah dialami orang sini, sebenarnya orang Indonesia dengan orang Turki kesamaan kita adalah selalu suka menolong kepada siapapun, dan mereka orang orang yang dermawan.
**
bersambung
Azver Pov Aku melihat Mantanku di instagramnya, kekasihku yang tiba tiba saja menghilang dariku dua tahun yang lalu, dan kabar terakhir yang ku dengar dia menikah dengan pengusaha asal Yunani. Beberapa foto ipek membuatku sedikit nyeri, aku masih sedikit mencintainya, alasan tidak jelas kami berpisah membuat aku sulit untuk menerima kenyataan. Ku hembuskan nafas kasar lalu menutup istagramku. "Aku harus cepat move on" kataku pada diri sendiri, aku mengelap mukaku dengan tangan kananku, ku harap rasa gundahku segera hilang, aku pria yang sulit untuk jatuh cinta memang tapi bukan berarti aku pria yang tidak bisa move on. Aku langsung pergi meninggalkan apartemen ** ku rasa aku perlu menghubungi hakim serge, aku berjalan menuju ruang hakim, semoga beliau ti
Author POV Wajah tampan Azfer terlihat sudah menunggu tidak sabar didepan sebuah flat. Dia sudah berdiri dari lima belas menit yang lalu dengan memainkan kunci mobilnya. Ana terlihat berlari dengan tergesa gesa. "Aduh!" Lenguhnya ketika ia tidak sengaja menabrak pot bunga didepan pagar, tapi itu tidak menyurutkan niatnya berlari. "Hahhh hahhhh hahhh" nafasnya memburu akibat lari maraton. Wajah Azfer yang melihat Ana, sedikit mengernyit tidak sabar. "Sorry sorry aku telat" lirihnya "Dasar orang Indonesia"Kata Azfer malas lalu berputar dan masuk ke kemudi mobil. "Hhhhh hahhh" Ana membuang nafas terakhir dia memandangi Azfer yang barusan menghinanya itu dengan wajah sebal, jantungnya sudah normal sekarang. "Sabar Ana, sabar ini ujian" katanya pada diri sendiri, lalu membuka pintu mobil dan masuk disamping Azfer. "Kamu biasa bangun dan lari lari seperti ini?" "Hmmm" dia malas menangga
Author POV "Ayo, kamu mau disini terus?" Azfer mengatakanya sambil berjalan meninggalkan Liana. Ana lalu mencebikkan bibirnya. begitu masuk kedalam yang dia jumpai adalah sebuah restoran berkonsep alam dengan tempat duduknya dibuat konsep pop warna-warni. Sehingga membuat kesan ceria dalam restoran. mata Liana menangkap lambaian seseorang berwajah sangat cantik. Azfer menuju orang tersebut tanpa berkata apapun pada Ana, apakah dia lupa bahwa dia kemari membawa liana?, Sampai dimeja gadis cantik itu, mereka disambut dengan senyuman yang merekah indah, sebuah senyuman untuk azfer tentu saja, tapi liana tidak yakin senyuman tersebut untuknya, lalu kemudian kening wanita itu mengerut menatap liana yang ada dibelakang Azfer. "Ini temanmu?" Tanyanya tak menghilangkan senyuman manis di pipinya "Cansu, em......, maaf ka
Azfer pov Aku benar-benar lupa kalau pada jam ini aku ada janji dengan Canzu, ku harap dia tidak terlalu merajuk, karena aku sudah on the way kesana. Aku sudah berjalan ke dalam, Tapi tunggu. aku harus memriksa gadis satu ini, oh my god, dia sedang berdiri seperti patung memandangi restoran ini. apakah dia tidak pernah ke tempat seperti ini? apakah di Indonesia tidak ada tempat begini? Ingatkan aku untuk mengeceknya nanti. "Ayo....!!" Aku meneriakki-nya sehingga membuat Ana sedikit kaget mendengar teriakanku. Aku berjalan cepat, ketika sampai ditempat resto aku edarkan pandanganku mencari Canzu. Teryata dia sudah melambai lambaikan tanganya padaku, dengan segera aku menghampirinya. "Ini temanmu?" Perkataan Canzu terlihat sangat dia
Azfer POV Dengan tergesa gesa aku melangkahkan kaki, menuju ruang internet Telekomunikasi "Tünaydın" (selamat sore) kataku setelah mengetuk pintunya. Aku dapati beberapa rekan Ismet memandangiku sekilas, mereka langsung bekerja kembali begitu aku masuk didepan pintu. "Tünaydın abi (abi : panggilan untuk orang terdekat yang sopan)" jawab Ismet, aku menghampiri Ismet. Dia tersenyum melihatku. "Bagaimana abi?" "Lancar, sesuai alamat?" "Ismet, aku ingin kamu mengecekkan alamat yang kau berikan dulu padaku"
Ana pov "Apa itu indomie?" Azfer bertanya dengan mukanya yang penasaran. "Indomie mie instan dari Indonesia, produk yang peling murah dan enak banget, kamu wajib coba" kataku pada Azfer, dengan bersungguh-sungghh, ia mengangguk angukan pertanda mengerti. "Gimana rasanya?" "Enak, apa bapak tidak pernah mencoba ramen?" "Belum" "Akh sayang sekali hidup bapak terlalu mononton" aku terkikik geli, cittttt Deg! Pak Azfer tidak akan marah dengan selera humorku kan, pikirku sejenak mataku melebar.
Azfer PoVAku langsung pulang ke apartemenku setelah mengantarkan liana, entah kenapa selera humornya membuatku sedikit lebih banyak tersenyum dan tertawa, ternyata dia tidak seperti yg ku pikirkan saat kami bertemu pada awalnya aku mengira dia akan sangat sopan, pendiam dan bayangkan es bertemu es jadinya pasti gunung es, tapi ya aku menyadari aku salah besar, mungkin waktu itu kami belum terlalu nengenal satu dengan yang lain, budaya orang timur sangat sopan. semoga dia tidak mundur seperti banyak advokat yg telah menangani kasus ini sebelum sebelumnya.Ku hempaskan tubuhku pada primadani empuk, aku benar benar masih memikirkan Xavi, kami bersahabat lama tentu saja, tapi ternyata bersahabat lama itu tidak menjamin bisa mengenal seseorang luar dalam, kenyataan yg baru baru saja terungkap membuat hatiku sedikit tercubit, aku tidak mengenal orang ter
Author PoV "Boleh aku masuk?" Kepala Xavi menyembul dibalik pintu kerja Cansu, sedangkan yang ditanya tidak mau repot-repot menoleh pada orang yang barusan saja datang. "Masuk saja" ucap Canzu tenang, pandanganya tidak beralih dari dokumen yg bertumpuk di mejanya, tanganya masih sangat sibuk mencoret-coret beberapa lembar, sebelum akhirnya dia berhenti dan memandangi orang yang barusan saja datang secara tidak sopan itu. "ada waktu sekarang?" Dengan muka agak badmood Xavi mengehempaskan pantatnya di kursi, dia menghembuskan nafas penat. ”ada yg penting?" Canzu memandangi Xavi dengan seksama di mejanya. "Mengenai?" Dahinya agak berkerut, Xavi langsung memandang Canzu tajam.
Author POV Azfer telah bersiap untuk pulang hari ini, dia tersenyum lembut ke Istrinya-Liana, wanita yang sedang membereskan semua barang itu terlihat sangat sibuk, beberapa kali dia mondar mandir untuk mengecek barang-barangnya. "sayang..." Azfer memangil dengan suara yang lembut sekali. Liana menoleh dalam mode pelan, matanya mengerjap beberapa kali ketika bertemu dengan manik mata suaminya. "ada apa sayang?" tanyanya, dia sedang serius dan berkonsentrasi penuh. Azfer tersenyum sekilas lalu mengeleng pelan. "kamu jangan terlalu capek" ucapnya, Liana kemudian tersenyum dan menghampiri suaminya itu. Liana tentu saja tidak memperbolehkan Azfer untuk ikut serta membereskan semua barang-barang, kesehatanya belum sepenuhnya pulih. "aku kayak De-javu ya, kayak adengannya kebalik gitu" Liana lalu tertawa berderai, Azfer ikut tersenyum lebar mendapati tawa istrinya yang renyah itu. "dulu kamu yang kayak gini di Ista
Liana POVaku tidak pernah menyangka akan melibatkan diriku pada urusan yang sangat pelik ini, ku pikir semuanya akan terkendali. nyatanya tidak satupun yang dapat ku kendalikan.Suamiku terbujur dengan peralatan medis di sekujur tubuhnya, bahkan tadi aku bergetar hebat ketika menelephone ibuku dan mama Dilara, entahlah apa yang akan mereka katakan padaku nanti, Mama bahkan menangis hebat dan langsung memesan penerbangan ke Indonesia malam ini juga, tapi jarak istanbul-Indonesia yang mencapai hampir delapan jam perjalanan udara.dokter sudah memeriksa Azfer tadi dan melakukan tindakan operasi cepat, kalau Azfer dapat melewati masa kritisnya dalam waktu kurang dari 24 jam kemungkinan dia akan sembuh lebih besar, tapi lain lagi jika ia tidak dapat melewati masa kritis, mungkin aku harus bersiap dengan kemungkinan terparah.aku menekan-nekan ponselku sebentar aku menghubungi Ismet, mukanya langsung muncul dalam layar ponselku ketika panggilanku dijawab
Author Pov Mobil metalik hitam jenis sedan keluaran terbaru itu, memasuki area istana gubernur Jawa barat, lebih tepatnya di kota kembang Bandung. Seorang dengan pakaian formal berwarna merah berkelas menuruni mobil tersebut, lalu mobil dibelakangnya juga mengikuti, seorang berwajah sangat rupawan di ikuti seorang pria paruh baya keluar dari mobilnya. "Ibu Liana" panggil Sancar "Iya pak" wanita itu menjawab dengan santai, siapa lagi kalau bukan Liana. "Bagaimana persiapan untuk presentasinya?" "Sudah saya siapkan pak" katanya mantap, kedua laki-laki itu saling pandang dan mangut-mangut sekilas, kemudian mereka berjalan memasuki gedung besar itu di ikuti Liana dibelakang mereka. -- Pertemuan itu berjalan dengan sangat baik, bahkan tidak ada kendala yang berarti bagi pihak AHA, sumber daya manusia indonesia yang mengelola pertanian sangat besar apalagi dijawa barat, gubernur sangat senang atas inve
Author POV Lampu merah itu terjadi sangat lama dipertengahan jalan, kini mobil sudah sampai pada jalan palgura mobil mengerem mendadak, membuat Xavi hampir tersungkur kedepan. "Akhh.... " ucapan Xavi terputus setelah beberapa orang berkaos hitam mengendor pintu mereka. Ada empat orang sekarang yang mengerumuni mobil mereka. "Buka pintunya!!!" teriaknya lantang, sebuah pistol sudah ditodongkan tepat disamping kaca, memaksa ujang langsung tiarap. "Buka sebelum semua orang berkerumun Nona!!!" Teriak yang disamping Xavi, dengan cepat Ujang membuka kunci pintu mobil, dan dengan cepat orang-orang itu membuka mobil dan memaksa Xavi keluar. "Ikut kami baik baik nona" kata mereka dengan halus Xavi yang tidak mengerti bahasa
Author POV Dipulau Bali, Xavi terlihat berjalan santai didekat pantai Kuta, ia sering menikmati matahari dipantai cantik itu, tidak sulit untuk menginjakkan kaki setiap hari dipantai itu, karena jarak rumah yang dibangun Liana dikuta tidak jauh dari pusat gemerlap pantai kuta. Langkah kakinya berjalan telanjang menyusuri pantai yang penuh dengan turis dari berbagai negara itu, dia senang karena tidak perlu bersapa atau ramah pada orang-orang itu karena toh orang-orang itu juga tidak mengenalnya, dia juga tidak ingin mengenalkan dirinya ke semua orang, anggap saja, dia ingin melarikan diri dari kenyataaan bahwa orang yang telah mengisi hatinya bukan orang yang pantas untuk dia temani. Lalu Xavi duduk pada pasir putih, setelah matahari terbit dari arah barat dia beranjak dari tempat duduknya, dia berniat ingin kembali ke rumah, mungki n asisten rumahnya yang di
Author POV Welcome Soekarno-Hatta Akhirnya Arslan, Azfer dan Liana tiba dibandara Soekarno-Hatta, ibu Liana-Sumarni terlihat menunggu di penjemputan bandara bersama Sari, wajah mereka terlihat berbinar binar, Liana dan Azfer menggeret koper mereka, sedangkan Assisten mereka dan Arslan sedang berjalan kedepan. "Itu mereka Sari" kata Sumarni pada Sari, mata Sari langsung memandang ke arah kedatangan dan benar saja Azfer dan Liana terlihat tersenyum manis dari kejauhan, dengan cepat Sumarni menghampiri ke empatnya. "Sayang" Liana langsung memeluk ibunya begitu dekat, Azfer memeluk sari sekilas, merek bergantian berpelukan. "Ibu kangen nak" katanya disertai lelehan air mata dari sudut matanya.
Liana POV Deru mobil Azfer terdengar memasuki lobi, kantor ini tidak besar dan pegawaiku juga tidak banyak, jadi ada tamu yang masuk hanya mampir saja kami akan langsung tau, Azfer seperti biasa dengan ramahnya dia menyapa pegawai lalu gagang pintu terbuka lebar "Tünaydın sweety" "Tünaydın sweet heart" aku langsung memeluknya, senyumanya merekah dan indah "Bagaimana tadi pertemuanya" "Duduklah dulu, teh kopi?" Tawarku "Kopi saja" lalu duduk disofa tamu Aku beranjak ke mesin coffe untuk membuatkaanya moccacino, setelah selesai aku segera menghampirinya dan meletakkan moccacino nya d
Liana PoV Bagaimana dia bisa mengenalku? Tanyaku pada diri sendiri, aku mencoba tersenyum untuk orang satu ini. "Iya saya, ada yang bisa saya bantu Sancar bey?" Tanyaku pada orang yang baru saja memangil namaku. "Anda lawyer AHA?" Dia tersenyum ramah padaku, jelas dia bukan orang yang bisa ramah kepada siapapun, cenderung wajah yang dingin, tapi kenapa dia bisa sangat ramah dan tau namaku?. "Iya benar pak" kataku, Oemar didisampingku hanya diam memperhatikam kami, sekilas dia melirikku dari sudut matanya, Sancar mendekat. "Saya permisi dulu ibu Liana" kata Oemar dia memang agak gelisah sejak Sancar memangilku baru saja. "Oh, iya pak Oemar terima kasih, nanti s
Liana POV "Selamat siang... " aku berdiri didepan seorang resepsionist. "Selamat siang ibu Liana, rapatnya sudah dimulai, ada di lantai Lima" sebegitu seringnya aku kesini sampai-sampai resepsionist itu mengenal wajahku. "Terima kasih" jawabku tersenyum "Ibu Liana..." seseorang memanggilku dari belakang, aku menoleh rasanya tidak asing dengan suara itu, seorang laki laki tampan bertubuh tegap tersenyum padaku. "Oemar" kataku lalu mengulurkan tangan, dia tersenyum manis. "Bagaimana kabarmu?" lanjutku "Baik baik" jawabnya tersenyum lalu pintu lift membuka, kami langsung masuk