Author POV
"Ayo, kamu mau disini terus?" Azfer mengatakanya sambil berjalan meninggalkan Liana. Ana lalu mencebikkan bibirnya. begitu masuk kedalam yang dia jumpai adalah sebuah restoran berkonsep alam dengan tempat duduknya dibuat konsep pop warna-warni. Sehingga membuat kesan ceria dalam restoran. mata Liana menangkap lambaian seseorang berwajah sangat cantik. Azfer menuju orang tersebut tanpa berkata apapun pada Ana, apakah dia lupa bahwa dia kemari membawa liana?, Sampai dimeja gadis cantik itu, mereka disambut dengan senyuman yang merekah indah, sebuah senyuman untuk azfer tentu saja, tapi liana tidak yakin senyuman tersebut untuknya, lalu kemudian kening wanita itu mengerut menatap liana yang ada dibelakang Azfer.
"Ini temanmu?" Tanyanya tak menghilangkan senyuman manis di pipinya
"Cansu, em......, maaf ka
Azfer pov Aku benar-benar lupa kalau pada jam ini aku ada janji dengan Canzu, ku harap dia tidak terlalu merajuk, karena aku sudah on the way kesana. Aku sudah berjalan ke dalam, Tapi tunggu. aku harus memriksa gadis satu ini, oh my god, dia sedang berdiri seperti patung memandangi restoran ini. apakah dia tidak pernah ke tempat seperti ini? apakah di Indonesia tidak ada tempat begini? Ingatkan aku untuk mengeceknya nanti. "Ayo....!!" Aku meneriakki-nya sehingga membuat Ana sedikit kaget mendengar teriakanku. Aku berjalan cepat, ketika sampai ditempat resto aku edarkan pandanganku mencari Canzu. Teryata dia sudah melambai lambaikan tanganya padaku, dengan segera aku menghampirinya. "Ini temanmu?" Perkataan Canzu terlihat sangat dia
Azfer POV Dengan tergesa gesa aku melangkahkan kaki, menuju ruang internet Telekomunikasi "Tünaydın" (selamat sore) kataku setelah mengetuk pintunya. Aku dapati beberapa rekan Ismet memandangiku sekilas, mereka langsung bekerja kembali begitu aku masuk didepan pintu. "Tünaydın abi (abi : panggilan untuk orang terdekat yang sopan)" jawab Ismet, aku menghampiri Ismet. Dia tersenyum melihatku. "Bagaimana abi?" "Lancar, sesuai alamat?" "Ismet, aku ingin kamu mengecekkan alamat yang kau berikan dulu padaku"
Ana pov "Apa itu indomie?" Azfer bertanya dengan mukanya yang penasaran. "Indomie mie instan dari Indonesia, produk yang peling murah dan enak banget, kamu wajib coba" kataku pada Azfer, dengan bersungguh-sungghh, ia mengangguk angukan pertanda mengerti. "Gimana rasanya?" "Enak, apa bapak tidak pernah mencoba ramen?" "Belum" "Akh sayang sekali hidup bapak terlalu mononton" aku terkikik geli, cittttt Deg! Pak Azfer tidak akan marah dengan selera humorku kan, pikirku sejenak mataku melebar.
Azfer PoVAku langsung pulang ke apartemenku setelah mengantarkan liana, entah kenapa selera humornya membuatku sedikit lebih banyak tersenyum dan tertawa, ternyata dia tidak seperti yg ku pikirkan saat kami bertemu pada awalnya aku mengira dia akan sangat sopan, pendiam dan bayangkan es bertemu es jadinya pasti gunung es, tapi ya aku menyadari aku salah besar, mungkin waktu itu kami belum terlalu nengenal satu dengan yang lain, budaya orang timur sangat sopan. semoga dia tidak mundur seperti banyak advokat yg telah menangani kasus ini sebelum sebelumnya.Ku hempaskan tubuhku pada primadani empuk, aku benar benar masih memikirkan Xavi, kami bersahabat lama tentu saja, tapi ternyata bersahabat lama itu tidak menjamin bisa mengenal seseorang luar dalam, kenyataan yg baru baru saja terungkap membuat hatiku sedikit tercubit, aku tidak mengenal orang ter
Author PoV "Boleh aku masuk?" Kepala Xavi menyembul dibalik pintu kerja Cansu, sedangkan yang ditanya tidak mau repot-repot menoleh pada orang yang barusan saja datang. "Masuk saja" ucap Canzu tenang, pandanganya tidak beralih dari dokumen yg bertumpuk di mejanya, tanganya masih sangat sibuk mencoret-coret beberapa lembar, sebelum akhirnya dia berhenti dan memandangi orang yang barusan saja datang secara tidak sopan itu. "ada waktu sekarang?" Dengan muka agak badmood Xavi mengehempaskan pantatnya di kursi, dia menghembuskan nafas penat. ”ada yg penting?" Canzu memandangi Xavi dengan seksama di mejanya. "Mengenai?" Dahinya agak berkerut, Xavi langsung memandang Canzu tajam.
Author POV Akhirnya Azfer harus kembali lagi kesini, ya ke tempat orang tua Hatice, tidak ada jalan lain, tidak mungkin ia menginterogasi Xavi langsung tampa bukti yang cukup kuat. "Selamat pagi, bisa saya bertemu pak Ahmet, bilang saja saya detektif Azfer" katanya ketika seseorang muncul dibalik lubang gerbang. Orang itu menganguk dan menbukakan pintu. "Mari saya antar anda tuan komisioner" lalu pembantu itu membawa Azfer ke ruang tamu. "Tunggulah sebentar saya pangilkan tuan dulu" katanya menghilang dibalik tembok penyekat ruangan. Setelah beberapa menit seorang tua berjalan cepat ke arah Azfer, dia adalah ayah Hatice yang Azfer temui, beberapa hari yang lalu sebelum pergi ke Paris. "Hai tuan komisioner, apa kabar?" Dia mengulurkan tangan pada Azfer. Azfer meyambut hangat uluran tangan Ahmet. "Kabar baik pak, bagaimana keadaan bapak?" "Baik baik, ada perlu apa? apakah ada perkembangan kasus Hat
Author POV Cansu telah selesai dengan semua ritual harianya. Kegiatanya hari ini memang tidak banyak, selain kekantor dan mengurus anak buahnya untuk perkembangan penyelidikan Azfer. Dreeettt dreeettt Ponsel di meja nakas nya bergetar. Dia menuju kesana dan melihatnya, salah satu orang yang dia punya, yang bertugas dikepolisin memberikan kabar. //Halo nona Canzu// "Ya halo, ada perkembangan?" //Detektif Azfer menemukan bukti baru, anda harus berhati hati// "Apa?" Desisnya tajam, matanya menjam dan pikiranya sekarang sedang mencari strategi baru. //Burak Demir, seorang saksi lain perdagangan ilegal anda// mata Cansu seolah ingin melompat dari persediaanya. "Ok, terima aksih dan informasinya" jawab Canzu kalut. //Kalau ada perkambangan segera saya informasikan// jawab diseberang lalu telephonenya ditutup. Pikiran Canzu tergangu sekarang, semuanya jadi rumit saat kasus ini dipegang
Author POV Pagi ini istanbul cerah, pohon-pohon meniupkan semilir angin sepoi sepoi nan dingin, wanita cantik berwajah indo itu terlihat berjalan cepat ke arah bangunan tua beraksen kuning pastel, banyak orang berlalu lalang disitu mengingat sekarang jam kerja. Petugas-petugas penjaga sudah siap dengan semua detail seragam mereka, terlihat hakim Serge juga memasuki gedung yang sama. "Günaydın sir" sapa Liana cepat ke arah hakim. Yang disapa berhenti dan tersenyum lebar "Günaydın An, ada perlu mendesak, pagi sekali kamu datang?" Ana tersenyum pada hakim separuh baya itu. "Saya sedang ada perlu dengan detektif
Author POV Azfer telah bersiap untuk pulang hari ini, dia tersenyum lembut ke Istrinya-Liana, wanita yang sedang membereskan semua barang itu terlihat sangat sibuk, beberapa kali dia mondar mandir untuk mengecek barang-barangnya. "sayang..." Azfer memangil dengan suara yang lembut sekali. Liana menoleh dalam mode pelan, matanya mengerjap beberapa kali ketika bertemu dengan manik mata suaminya. "ada apa sayang?" tanyanya, dia sedang serius dan berkonsentrasi penuh. Azfer tersenyum sekilas lalu mengeleng pelan. "kamu jangan terlalu capek" ucapnya, Liana kemudian tersenyum dan menghampiri suaminya itu. Liana tentu saja tidak memperbolehkan Azfer untuk ikut serta membereskan semua barang-barang, kesehatanya belum sepenuhnya pulih. "aku kayak De-javu ya, kayak adengannya kebalik gitu" Liana lalu tertawa berderai, Azfer ikut tersenyum lebar mendapati tawa istrinya yang renyah itu. "dulu kamu yang kayak gini di Ista
Liana POVaku tidak pernah menyangka akan melibatkan diriku pada urusan yang sangat pelik ini, ku pikir semuanya akan terkendali. nyatanya tidak satupun yang dapat ku kendalikan.Suamiku terbujur dengan peralatan medis di sekujur tubuhnya, bahkan tadi aku bergetar hebat ketika menelephone ibuku dan mama Dilara, entahlah apa yang akan mereka katakan padaku nanti, Mama bahkan menangis hebat dan langsung memesan penerbangan ke Indonesia malam ini juga, tapi jarak istanbul-Indonesia yang mencapai hampir delapan jam perjalanan udara.dokter sudah memeriksa Azfer tadi dan melakukan tindakan operasi cepat, kalau Azfer dapat melewati masa kritisnya dalam waktu kurang dari 24 jam kemungkinan dia akan sembuh lebih besar, tapi lain lagi jika ia tidak dapat melewati masa kritis, mungkin aku harus bersiap dengan kemungkinan terparah.aku menekan-nekan ponselku sebentar aku menghubungi Ismet, mukanya langsung muncul dalam layar ponselku ketika panggilanku dijawab
Author Pov Mobil metalik hitam jenis sedan keluaran terbaru itu, memasuki area istana gubernur Jawa barat, lebih tepatnya di kota kembang Bandung. Seorang dengan pakaian formal berwarna merah berkelas menuruni mobil tersebut, lalu mobil dibelakangnya juga mengikuti, seorang berwajah sangat rupawan di ikuti seorang pria paruh baya keluar dari mobilnya. "Ibu Liana" panggil Sancar "Iya pak" wanita itu menjawab dengan santai, siapa lagi kalau bukan Liana. "Bagaimana persiapan untuk presentasinya?" "Sudah saya siapkan pak" katanya mantap, kedua laki-laki itu saling pandang dan mangut-mangut sekilas, kemudian mereka berjalan memasuki gedung besar itu di ikuti Liana dibelakang mereka. -- Pertemuan itu berjalan dengan sangat baik, bahkan tidak ada kendala yang berarti bagi pihak AHA, sumber daya manusia indonesia yang mengelola pertanian sangat besar apalagi dijawa barat, gubernur sangat senang atas inve
Author POV Lampu merah itu terjadi sangat lama dipertengahan jalan, kini mobil sudah sampai pada jalan palgura mobil mengerem mendadak, membuat Xavi hampir tersungkur kedepan. "Akhh.... " ucapan Xavi terputus setelah beberapa orang berkaos hitam mengendor pintu mereka. Ada empat orang sekarang yang mengerumuni mobil mereka. "Buka pintunya!!!" teriaknya lantang, sebuah pistol sudah ditodongkan tepat disamping kaca, memaksa ujang langsung tiarap. "Buka sebelum semua orang berkerumun Nona!!!" Teriak yang disamping Xavi, dengan cepat Ujang membuka kunci pintu mobil, dan dengan cepat orang-orang itu membuka mobil dan memaksa Xavi keluar. "Ikut kami baik baik nona" kata mereka dengan halus Xavi yang tidak mengerti bahasa
Author POV Dipulau Bali, Xavi terlihat berjalan santai didekat pantai Kuta, ia sering menikmati matahari dipantai cantik itu, tidak sulit untuk menginjakkan kaki setiap hari dipantai itu, karena jarak rumah yang dibangun Liana dikuta tidak jauh dari pusat gemerlap pantai kuta. Langkah kakinya berjalan telanjang menyusuri pantai yang penuh dengan turis dari berbagai negara itu, dia senang karena tidak perlu bersapa atau ramah pada orang-orang itu karena toh orang-orang itu juga tidak mengenalnya, dia juga tidak ingin mengenalkan dirinya ke semua orang, anggap saja, dia ingin melarikan diri dari kenyataaan bahwa orang yang telah mengisi hatinya bukan orang yang pantas untuk dia temani. Lalu Xavi duduk pada pasir putih, setelah matahari terbit dari arah barat dia beranjak dari tempat duduknya, dia berniat ingin kembali ke rumah, mungki n asisten rumahnya yang di
Author POV Welcome Soekarno-Hatta Akhirnya Arslan, Azfer dan Liana tiba dibandara Soekarno-Hatta, ibu Liana-Sumarni terlihat menunggu di penjemputan bandara bersama Sari, wajah mereka terlihat berbinar binar, Liana dan Azfer menggeret koper mereka, sedangkan Assisten mereka dan Arslan sedang berjalan kedepan. "Itu mereka Sari" kata Sumarni pada Sari, mata Sari langsung memandang ke arah kedatangan dan benar saja Azfer dan Liana terlihat tersenyum manis dari kejauhan, dengan cepat Sumarni menghampiri ke empatnya. "Sayang" Liana langsung memeluk ibunya begitu dekat, Azfer memeluk sari sekilas, merek bergantian berpelukan. "Ibu kangen nak" katanya disertai lelehan air mata dari sudut matanya.
Liana POV Deru mobil Azfer terdengar memasuki lobi, kantor ini tidak besar dan pegawaiku juga tidak banyak, jadi ada tamu yang masuk hanya mampir saja kami akan langsung tau, Azfer seperti biasa dengan ramahnya dia menyapa pegawai lalu gagang pintu terbuka lebar "Tünaydın sweety" "Tünaydın sweet heart" aku langsung memeluknya, senyumanya merekah dan indah "Bagaimana tadi pertemuanya" "Duduklah dulu, teh kopi?" Tawarku "Kopi saja" lalu duduk disofa tamu Aku beranjak ke mesin coffe untuk membuatkaanya moccacino, setelah selesai aku segera menghampirinya dan meletakkan moccacino nya d
Liana PoV Bagaimana dia bisa mengenalku? Tanyaku pada diri sendiri, aku mencoba tersenyum untuk orang satu ini. "Iya saya, ada yang bisa saya bantu Sancar bey?" Tanyaku pada orang yang baru saja memangil namaku. "Anda lawyer AHA?" Dia tersenyum ramah padaku, jelas dia bukan orang yang bisa ramah kepada siapapun, cenderung wajah yang dingin, tapi kenapa dia bisa sangat ramah dan tau namaku?. "Iya benar pak" kataku, Oemar didisampingku hanya diam memperhatikam kami, sekilas dia melirikku dari sudut matanya, Sancar mendekat. "Saya permisi dulu ibu Liana" kata Oemar dia memang agak gelisah sejak Sancar memangilku baru saja. "Oh, iya pak Oemar terima kasih, nanti s
Liana POV "Selamat siang... " aku berdiri didepan seorang resepsionist. "Selamat siang ibu Liana, rapatnya sudah dimulai, ada di lantai Lima" sebegitu seringnya aku kesini sampai-sampai resepsionist itu mengenal wajahku. "Terima kasih" jawabku tersenyum "Ibu Liana..." seseorang memanggilku dari belakang, aku menoleh rasanya tidak asing dengan suara itu, seorang laki laki tampan bertubuh tegap tersenyum padaku. "Oemar" kataku lalu mengulurkan tangan, dia tersenyum manis. "Bagaimana kabarmu?" lanjutku "Baik baik" jawabnya tersenyum lalu pintu lift membuka, kami langsung masuk