Sekarang Angga sedang berdiri, sedangkan Wenny sedang duduk. Sesuai logika, seharusnya aura Angga lebih bisa menekan Wenny.Namun, Wenny duduk dengan tubuh tegak. Matanya yang jernih diam-diam mengamati Angga. Aura tenang yang dimilikinya justru membuat Angga merasa tertekan.Angga membalas, “I … iya.”Eh, Angga merasa bingung dengan dirinya sendiri. Apa yang sedang dia katakan? Selain Dewa C yang paling dia hormati dan cintai, tidak ada orang yang berani langsung memanggil nama Angga. Pengantin pengganti ini benar-benar tidak tahu sopan santun.Angga hendak mengomeli Wenny. “Kamu ….”Hanya saja, Wenny berbicara lagi. Dia mengangguk sembari berkata, “Oke, kamu mulai pelajaran sana.”Angga terbengong sejenak. Eh! Sebenarnya siapa yang guru, siapa yang murid? Wenny malah memerintahnya!Hanya saja, di bawah tatapan Wenny, tubuh Angga jadi tidak terkendali. Tubuhnya berputar, langsung berjalan ke sisi podium. Dia mengambil kapur dan memulai pelajaran.‘Astaga! Kenapa aku malah menuruti
Saat ini, ada dua orang yang tinggal di asrama wanita ini. Satunya adalah Wenny dan satunya lagi adalah Yuvi Anggraini.Yuvi melihat Wenny dengan gembira. “Apa kamu Wenny? Namaku Yuvi Anggraini. Kelak kita itu teman satu asrama.”Yuvi adalah seorang wanita aktif dan periang, hanya saja ada sebuah tanda lahir yang besar di wajah kanannya. Tanda lahir berwarna hitam kelihatan sangat mencolok mata di atas pipi putihnya.Ketika menyadari Wenny sedang melihat tanda lahirnya, Yuvi juga tidak menutupinya. “Tanda ini bawaan sejak lahir. Kata dokter, tanda lahir ini nggak bisa dihilangkan. Jadi, teman-teman sekolah diam-diam memberiku julukan cewek jelek. Nggak ada yang bersedia tinggal bareng aku.” Sambil berbicara, Yuvi sambil mengangkat pundaknya. “Kalau kamu nggak bersedia, kamu ….”Wenny pun tersenyum. “Kebetulan sekali, aku ini anak dari kampung. Anak kampungan dan cewek jelek itu pasangan yang sangat serasi. Sepertinya kita memang sudah ditakdirkan jadi teman tidur.”Wenny mengulurkan t
Malam ini Hendro kalah terus. Keberuntungannya sedang tidak berpihak padanya, sehingga raut wajahnya yang tampan tampak dingin dan kaku.Hana sedang melihat kartunya. Di sampingnya ada sebuah piring buah-buahan yang berisi aneka buah segar musiman. Dia mengulurkan tangan ramping dan anggunnya, memetik sebutir anggur besar berwarna ungu, lalu mengupas kulitnya. Setelah itu, dia menyodorkan daging buah yang berkilau dan berair ke bibir Hendro.Tanpa mengalihkan pandangannya dari kartu, Hendro langsung membuka mulut dan memakan anggur yang disuapkan oleh Hana.Hana bersandar manja di sisi Hendro. Dia melebarkan telapak tangannya dengan lembut untuk menampung biji anggur yang dimuntahkan Hendro. Dia sungguh mirip seperti seorang istri penuh perhatian yang senantiasa melayani Hendro.Kedua anak orang kaya itu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya hanya Pak Hendro saja yang bisa dilayani oleh cewek tercantik nomor satu di Kota Livia ini.”“Konon katanya, orang yang lagi dimabuk cinta bakal
Wenny melihat Stella yang duduk di sofa dari tadi. Stella juga tampak heboh dan sangat senang.Stella berkata sembari tersenyum, "Kak Hendro, Kak Hana, sekarang semuanya sedang senang. Jadi, aku ceritakan lelucon untuk kalian."Hana yang penasaran bertanya, "Lelucon apa?""Tentang Wenny," jawab Stella.Wenny yang berada di luar pintu tidak bisa berkata-kata. Sepertinya tidak cocok mengungkit tentang Wenny saat Hendro dan Hana sedang bergembira.Tadi Wenny masih merasa tidak bisa masuk ke dunia Hendro dan Hana. Sekarang malah ada orang yang memaksanya masuk.Stella berujar, "Hari ini hari pertama Wenny masuk ke Universitas Cestana. Tapi, dia langsung dijuluki dewa."Alex bertanya dengan ekspresi sinis, "Dia bisa dijuluki dewa?"Stella menyahut, "Tentu saja bisa. Dia dijuluki Dewa Tidur! Wenny tidur di Universitas Cestana seharian."Pfftz.Ha ha ha.Alex yang tertawa terlebih dahulu. Dia berucap, "Awalnya, aku masih nggak paham waktu Kak Hendro daftarkan Wenny ke Universitas Cestana. Se
Wenny sudah menarik Yuvi pergi. Mereka pun masuk ke toilet wanita. Mendengar rekaman suara yang dikirim Angga, Wenny membalas dengan singkat. [Angga, semangat.]Angga yang berada di ruang kerja merasa senang setelah diperhatikan gurunya. Dia mengirim rekaman suara lagi, "Oke. Guru, aku pasti semangat!"Wenny menyimpan ponsel ke dalam tasnya. Yuvi lalu menarik Wenny sambil berujar, "Wenny, ayo kita keluar."Mereka berdua berencana keluar. Namun, pintu toilet tiba-tiba dibuka. Dua orang berjalan masuk. Itu Hana dan Stella.Mereka juga datang ke toilet.Mereka berempat pun bertemu. Hana langsung tersenyum dan berucap, "Wenny, kenapa kamu ada di sini? Kudengar, Hendro mengusirmu dari kediaman Keluarga Jamil. Sekarang kamu tinggal di asrama Universitas Cestana?"Hana menang setelah jatuh dari tangga. Jadi, dia sudah tidak sabar ingin memamerkan kemenangannya pada Wenny yang kalah telak.Wenny mengangkat alisnya. Dia bukan hanya tidak marah, dia malah tertawa dan berkomentar, "Hana, aku ba
Hana berujar, "Stella, Bu Lisa masih nggak mau terima aku. Jadi, aku harus dapat dukungan dari Keluarga Himawan. Nuka sangat penting bagiku."Hana melanjutkan, "Asalkan aku bisa dekati dan menyanjung Nuka, lalu jadi teman baiknya, aku bisa segera nikah dengan Hendro dan jadi Nyonya Keluarga Jamil."Hana pandai mengambil hati orang lain. Makanya Alex, Stella, dan anak orang kaya yang berteman dengan Hendro sangat menyukai Hana.Itulah sebabnya Hana harus menaklukkan Nuka. Dengan begitu, dia bisa dapat dukungan Keluarga Himawan. Gimanapun, itu adalah keluarga ibunya Hendro. Jadi, mereka sangat penting.Stella mengangguk dan menimpali, "Kak Hana, aku akan terus bantu kamu cari Nuka. Sebenarnya aku juga sangat penasaran siapa Nuka."....Hana tidak melihat Hendro di dalam ruang VIP. Tadi Hendro tidak kembali lagi setelah keluar. Jadi Hana pergi ke ruang istirahat mewah dan melihat Hendro yang duduk di sofa.Hendro minum banyak anggur, sepertinya suasana hatinya sangat buruk. Ponselnya d
Hana menyuruh Hendro menciumnya. Hendro mengamati wajah mungil Hana yang menggoda. Hana jauh lebih patuh daripada Wenny yang memiliki wajah elegan.Wenny hanya bisa buat Hendro marah, sedangkan Hana pandai menghiburnya. Hendro perlahan menunduk .......Wenny dan Yuvi minum sedikit anggur. Mereka pulang setelah bersenang-senang di bar sejenak. Keduanya keluar dari bar dan memanggil taksi di jalan.Namun, jarang ada taksi di jalanan yang padat ini. Wenny yang menemukan ide bertanya, "Yuvi, gimana kalau kita sewa sepeda?"Yuvi mengangkat alisnya dan menyahut, "Nggak usah, Wenny. Sekarang aku telepon kakak sepupuku utus sopir kemari.""Kakak sepupu? Yuvi, kamu punya kakak sepupu?" tanya Wenny.Yuvi mengerjap dan menjawab, "Iya.""Nggak usah. Sekarang sudah malam, jangan ganggu kakak sepupumu lagi," tolak Wenny.Saat ini Yuvi sudah mengeluarkan ponsel dan menelepon kakak sepupunya. Dia menimpali, "Kakak sepupuku lagi bersenang-senang dengan pelakor. Aku mau cari kerjaan untuknya."Wenny
Ini adalah sinyal yang sangat berbahaya. Saat ini Hendro sudah berjalan keluar. Dia lalu menyuruh Sutinah untuk mengutus sopir.Nuka benar-benar dimanja Hendro. Begitu Nuka menelepon, Hendro langsung memenuhi keinginannya.Hana harus cari tahu siapa Nuka. Dia harus jadi teman baiknya!....Di sisi lain, Wenny dan Yuvi masih berdiri di jalan. Tak lama kemudian, sebuah mobil Rolls-Royce berhenti di depan mereka.Sopir membuka pintu belakang mobil dengan hormat. Wenny dan Yuvi sama-sama naik ke mobil. Wenny tercengang. Dia bertanya, "Yuvi, kakak sepupumu sangat kaya?"Merek mobil pribadi Hendro juga adalah Rolls-Royce. Apa merek mobil ini sangat disukai pria berengsek?Yuvi menyahut seraya tersenyum, "Benar, dia emang lumayan kaya. Wenny, gimana kalau aku kenalkan kamu sama kakak sepupuku? Biar kamu jadi kakak iparku."‘Apa?’Wenny yang terkejut langsung menolak, "Terima kasih, Yuvi. Kamu nggak usah kenalkan kakak sepupumu padaku, aku nggak pantas dengannya."Yuvi tersenyum. ‘Wenny, kam
Meskipun sudah berbaring, Wenny tetap tidak bisa tertidur. Tidak lama kemudian, suara ketukan kembali terdengar. Seseorang datang lagi.Siapa lagi kali ini?Wenny membuka pintu bangsal. Di luar pintu, berdiri Sutinah yang terlihat tergesa-gesa. "Nyonya Wenny."Wenny keluar dari bangsal sambil bertanya, "Sutinah, kenapa kamu ke sini?"Wajah Sutinah dipenuhi kekhawatiran. "Nyonya Wenny, Pak Hendro kena efek dupa perangsang di rumah Keluarga Cladia. Tolong Nyonya ke Taman Baloi untuk lihat keadaan Pak Hendro.""Bukankah tadi dia sendiri yang suruh kamu cari gadis muda yang masih perawan dan antar ke sana? Aku nggak akan ke sana." Wenny berniat kembali ke dalam."Nyonya Wenny!" Sutinah buru-buru memanggilnya. Dia melanjutkan, "Pak Hendro bilang semua itu cuma karena emosi. Dia sengaja bilang seperti itu biar kamu dengar. Masa kamu nggak sadar?"Tangan Wenny yang sedang memegang gagang pintu refleks terhenti sesaat."Nyonya Wenny, hari itu waktu di resor, Pak Steve memang jadi tameng dan me
Wenny menolak, "Nggak boleh!"Sambil berkata begitu, Wenny berusaha sekuat tenaga untuk mendorongnya.Saat itu, tanpa sengaja Wenny justru mendorong bagian tangan kirinya. Hendro tiba-tiba mengerang pelan karena rasa sakit.Wenny pun terdiam dan berhenti bergerak. "Kamu kenapa?"Hendro menatapnya, lalu berkata, "Wenny, tanganku sakit."Hendro mengangkat tangan kirinya dan memperlihatkannya di depan Wenny.Wenny tahu tangan kirinya memang terluka cukup parah, tetapi dia tidak tahu waktu itu tangan Hendro sampai harus dijahit sebanyak 23 jahitan. Meski benangnya kini sudah dilepas, bekas luka yang dalam masih tertinggal di telapak tangannya. Bentuknya seperti ulat bulu yang menempel.Lorong rumah sakit itu hanya ada mereka berdua. Lampu di atas kepala menyala temaram dan memancarkan cahaya hangat. Jarak di antara mereka terasa makin dekat, bahkan detak jantung masing-masing bisa terdengar jelas di telinga. Hendro menatapnya, lalu sekali lagi berucap, "Wenny, kamu lihat sendiri, 'kan? Tan
Wenny tadinya ingin membalas pesan Whatsapp, tetapi ponselnya bergetar pada saat ini. Tiba-tiba ada telepon masuk.Melihat nama yang terpampang di layar, bulu mata Wenny bergetar halus.Orang yang meneleponnya bukan orang lain, melainkan Hendro!Hendro bisa-bisanya meneleponnya.Kenapa pria itu tiba-tiba menelepon?Bukankah dia sedang bersama Hana?Wenny tidak tahu apa tujuan Hendro meneleponnya, jadi dia tidak mengangkatnya.Suara getaran itu terus berbunyi lama sekali. Hendro meneleponnya berkali-kali sampai akhirnya ponselnya kembali sunyi.Wenny berbaring di ranjang. Kini, malam sudah larut. Dia memejamkan mata, tetapi tetap tidak bisa tidur.Saat masih berguling-guling di ranjang, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah pintu.Seseorang sedang mengetuk pintu.Siapa itu?Ketukan itu terdengar lagi. Jari-jari yang ramping tetapi kuat itu mengetuk pintu dengan irama yang jelas dan penuh kekuatan.Wenny turun dari ranjang dan pergi membuka pintu. Begitu pintu terbuka, di hadapanny
Langkah kaki Hendro terhenti. Dia berbalik menatap Hana.Hana juga menghirup Dupa Asmara. Tubuhnya juga mulai terasa panas. Wajah cantiknya sudah dipenuhi rona kemerahan. Dia menggigit bibir merahnya sambil menatap Hendro dengan pandangan yang penuh rasa manja dan gairah.Landy melanjutkan, "Pak Hendro, di saat seperti ini Hana sangat membutuhkanmu. Kamu nggak mungkin tega meninggalkannya, 'kan?"Hendro memandang Hana tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Saat itu, Hana mengangkat selimut, turun dari ranjang, lalu langsung berlari dan memeluk Hendro.Andy dan Landy saling bertukar pandang dengan puas. Setelah itu, mereka pun menutup kembali pintu kamar dengan tenang.Tali gaun tipis di pundak Hana sudah melorot dari bahu kanannya dan memperlihatkan kulitnya yang halus dan lembut. Itu membuat dirinya terlihat cantik sekaligus memikat. Tatapannya penuh cinta saat memandang Hendro. "Hendro, aku tahu kok orang yang paling kamu suka tetap diriku, 'kan?"Sambil berbicara, Hana merentangkan ked
"Dupa ini akan diantar ke kamar Pak Hendro dan Nona Hana ya?""Ya, ini perintah Nyonya Jena dan Nyonya Landy. Ini Dupa Asmara lho.""Kelihatannya malam ini Nona Hana dan Pak Hendro bakal ada hasil nih.""Tunggu saja. Sebentar lagi, Nona Hana kita bakal resmi jadi istri Pak Hendro.""Bukan cuma itu. Malam ini, Dewa C juga tinggal di sini. Sepertinya, dia juga bakal ada hasil sama Nona Susan. Malam ini, Nyonya Jena senyum-senyum terus. Mulutnya seperti nggak bisa ditutup. Dua calon cucu menantu ini benar-benar kesayangannya.""Lihat saja nanti. Keluarga Cladia bakal makin berjaya ke depannya."Obrolan kedua pembantu itu makin lama makin menjauh.Wenny mendengar jelas semua yang mereka katakan. Ternyata Bu Jena dan Landy berencana bakar Dupa Asmara untuk jebak Hendro?Dulu Hendro juga pernah dipaksa menghirup dupa perangsang di rumah Keluarga Cladia, tetapi waktu itu efeknya tidak terlalu kuat. Hendro berhasil menahan diri sampai efeknya hilang.Namun kali ini, Dupa Asmara yang digunakan
Anggota Keluarga Cladia meneguk minuman mereka dengan gembira.Saat itu, Hana memperhatikan Hendro yang duduk di sampingnya. Sejak tadi, Hendro tidak berkata apa-apa. Dia juga tidak ikut dalam obrolan apa pun yang melibatkan Keluarga Cladia. Sikapnya sangat rendah hati dan tidak mencolok.Sejak Wenny pergi tadi, Hendro terus saja menatap ke arah tempat Wenny menghilang. Pikirannya melayang entah ke mana.Hana pun bertanya, "Hendro, kamu kenapa? Apa kamu nggak setuju dengan keputusan kami untuk berinvestasi dalam tim medis Dewa C?"Hendro mengangkat kelopak matanya yang tampan dan melirik sekilas ke arah Dewa C yang duduk di seberangnya.Dewa C merasa sedikit gugup. Tatapan Pak Hendro ini terlihat tenang, tetapi di balik ketenangan itu ada ketajaman yang seakan bisa menembus dan membaca isi hatinya.Bukan hanya Pak Hendro, bahkan Wenny yang barusan pun membuatnya merasa takut.Akan tetapi, Hendro hanya menatapnya sebentar lalu segera mengalihkan pandangannya. "Nggak apa-apa. Ini urusan
Martin tertawa, "Wenny itu pasti iri dengan Susan, makanya dia sengaja buat onar. Dia cuma mau merusak makan malam ini.” Nia menimpali dengan cibiran, “Cewek kampung kayak dia, berani-beraninya menyebut Dewa C seorang penipu, nggak tahu diri.”Susan menggenggam tangan Dewa C, meminta maaf sambil tersenyum manis “Dewa C, tolong jangan tersinggung atas kata-kata Wenny. Dia itu iri sama kita, otaknya sudah nggak normal.”Dewa C menatap ke arah pintu, tempat Wenny menghilang beberapa saat lalu. Napasnya sedikit lega. Dia sendiri tidak yakin seberapa banyak Wenny tahu, tapi kehadiran gadis itu cukup membuatnya merasa gelisah dan tidak tenang. Untungnya, orang-orang di Keluarga Cladia segera menyingkirkannya. Kini dia memandang seluruh Keluarga Cladia seperti menatap harta karun di dalam sakunya. Dengan senyum tenang yang memancarkan kehangatan palsu, dia berkata, “Nggak apa, aku nggak masalah kok.”Bu Jena tertawa gembira, “Sudah, ayo kita lupakan Wenny, kita makan-makan saja.”“Ngomong
Bagi Bu Jena malam ini adalah momen paling gemilang dalam hidupnya. Kedua cucu kesayangannya telah mengangkat namanya begitu tinggi, membuatnya merasa seperti melayang di langit ketujuh. Hana dan Susan sama-sama tersenyum bahagia. Kedua keluarga itu tampak penuh dengan tawa dan kebahagiaan. Wenny hanya bisa berdiri diam di sudut ruangan, menyaksikan keramaian dan kemewahan Keluarga Cladia yang seakan tak pernah menyisakan tempat untuknya. Satu-satunya orang yang benar-benar ada untuknya cuma ayahnya yang telah lama bersemayam di bawah tanah, terlupakan oleh seluruh keluarga. Tiba-tiba, Wenny merasakan tatapan yang tertuju padanya. Saat dia mengangkat kepalanya, tatapan itu datang dari Hendro. Di bawah cahaya lampu yang terang, Hendro berdiri tegak dan memandang lurus ke arahnya. 'Dia sedang lihat apa?' Malam ini, dia datang ke Keluarga Cladia cuma untuk memberi dukungan pada Hana.Semua orang rasanya lupa, kalau Nyonya Hendro yang sah itu dia.Lucu Sekali.Wenny memalingkan waja
Para pelayan terlihat antusias, mata mereka berbinar kagum saat membicarakan Susan. Pada saat ini, Bu Jena sudah turun bersama Martin dan Nia ke lantai bawah. Mereka bertiga tampil anggun dan resmi, wajah dipenuhi kebahagiaan. Tatapan Bu Jena berubah dingin saat melihat Wenny. “Wenny, malam ini Susan bawa Dewa C pulang. Kamu jangan ngomong sembarangan, jangan sampai buat masalah. Kalau nggak, kamu akan nyesal!”Martin dan Nia hanya menatapnya sekilas sebelum berkata, “Bu Jena, Susan dan Dewa C sudah hampir sampai. Ayo kita keluar sambut mereka.”Begitu kalimat itu selesai diucapkan, sebuah mobil mewah parkir di halaman vila Keluarga Cladia. Susan masuk sambil menggandeng lengan Dewa C. Malam itu, Susan tampil memukau dalam balutan gaun panjang, pesonanya terang bak bintang malam. Dengan bangga dia umumkan, “Nenek, Ayah, Ibu, kenalin… ini Dewa C, pacarku.”Ketiga orang tua itu, Bu Jena, Martin, Nia serentak menoleh menatap Dewa C, penuh kepuasan. “Dewa C, sudah lama kami dengar na