“Mel? Kamu kenapa gak masuk sekolah lagi hari ini?” Maudi bertanya kepada Melati lewat panggilan telepon, dia merasa ada yang tidak beres dengan gadis itu, baru satu hari masuk sekolah dan hari ini dia memilih untuk tidak masuk.“Kepala aku tiba-tiba pusing, mungkin aku perlu istirahat lagi,” jawab Melati yang sebenarnya posisinya sekarang sedang berada di sebuah danau yang dulu pernah ia singgahi bersama Maudi.“Ya udah, aku nanti jenguk kamu lagi, ya?”“Jangan, aku lagi mau sendiri. Aku mohon!”“Baiklah, semoga cepat sehat. Nanti aku telpon lagi.” Maudi mematikan panggilannya. Dia tahu, bahwa Melati saat ini tidak baik-baik saja, apalagi perempuan itu sedang berada dalam ancaman Bisma. Tugas Maudi sekarang adalah menyelidiki, gambar apa yang Bisma maksud sebagai senjata untuk menekan gadis itu.Sementata Melati hanya menangis tersedu sambil melempar batu-batu kecil ke dalam danau. Pertama kalinya dia berani bolos sekolah dan berbohong kepada orangtuanya.“Maafin Melati, Mah, Pah!” D
Kali ini, diruang istirahat para pemain basket, semua anggota yang berada di sana tengah berpesta besar. Tersedia beberapa minuman dan makanan dari merk ternama yang ikut mengisi proses latihan mereka.“Bener sih, Lo selalu menang terus taduhan!” Alex menepuk pundak Bisma dengan bangga.“Tapi, ini gila, Man! Cewek Lo baru masuk setelah sakit dan Lo langsung tidurin. Gila, sih. Go-kiilll!” Rexha mengangkat tangan dengan jempol dan kelingking yang dibiarkan tetap pada posisinya, sementata ketiga jadi lainnya dia lipat kebawah.“Dan yang gue denger, Melati kembali gak masuk sekolah kali ini.” Indra ikut menimpali.“Masih ngilu kali, wkwkk!” Rexha dan Alex malah tertawa.Sementara Doni sedari tadi hanya diam menyimak, dia disibukkan dengan fantasi liar yang memenuhi isi pikirannya. Foto-foto yang tadi Bisma tunjukan sebagai bukti persetubuhannya dengan Melati, membuat Doni semakin penasaran dengan gadis itu. “Gimana Bis? Lo mau terima gak uang hadiahnya,” tanya Rexha. Bisma hanya menggel
Waktu istirahat Melati sengaja mengurung diri di kelas, dia ingin menghindari Bisma untuk sejenak saja.“Tumben kamu gak keluar?” Sekar menghampiri Melati dengan sedikit menyandarkan dirinya ke meja.“Aku hanya lagi pusing aja.” Melati memijit pelipisnya, tanpa sedikitpun menoleh kepada mantan teman terdekatnya.“Tuh pacar kamu nungguin di luar, dia tadi nyuruh aku buat manggil kamu.” Sekar mengungkapkan apa maksud dia menghampiri Melati, dan setelah itu dia berlalu pergi.Melati menghela nafas panjang, dia segera bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kelas. “Maaf! Aku tadi pusing lagi.”“Nggak apa-apa, aku tahu kamu lagi pusing. Ini aku anterin makanan buat kamu.” Bisma menyodorkan kotak yang berisi nasi beserta lauknya kepada Melati, persis seperti waktu itu. “Itu dari Mommy aku, dia bilang kangen sama kamu.”Melati hanya mengangguk lemah dan menerima pemberian Bisma. Bila mengingat Ibu Bisma dia seperti perempuan baik-baik.Oh, ya, Melati melupakan satu hal, bukankah sewaktu B
Melati menghela nafasnya panjang. “Kamu temannya Bisma, kan?”“Ya! Gue Doni.” Doni mendudukkan dirinya di kursi yang berada tak jauh dari tempat tidur Melati.“Gue gak nyangka, cewek polos kayak Lo, yang katanya pinter, berprestasi, dan kebanggaan banyak guru. Ternyata … dengan mudah tidur dengan laki-laki yang bahkan bukan suaminya.”Melati menatap ke arah Doni tajam, kepalanya kembali berdenyut. Dan kali ini jantung kembali berdegup dengan kencang. “Ma … ma-maksud kamu apa?”“Gue udah tahu tentang apa yang Lo lakuin sama Bisma tiga hari yang lalu.”Melati menggeleng, kenapa Bisma bisa melanggar janjinya lagi. “Aku gak ngerti maksud kamu.”“Oh, ternyata kamu masih pura-pura. Aku punya fotonya, dan bahkan bukan hanya aku yang memiliki itu.”“PERGI!” Melati berteriak, otaknya kembali berputar dengan hebat. Dia tidak mau lagi mendengar ancaman.“Akhirnya kamu mengakui itu. Kamu itu bodoh, Mel!” Doni berdiri dari duduknya dan kembali menghampiri Melati.“Mau-maunya diajak tidur sama Bism
Melati menatap sorot mata itu, seseorang yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya. “Jangan pergi. Aku takut!”Jika tadi Melati meminta pergi, setelah menyadari bahwa yang mendekapnya adalah Maudi, dia malah mengeratkan pelukannya.Gadis itu menangis sambil memegang kuat pinggang Maudi, “Aku takut, Kak. Aku takut,” lirihnya sambil terus menangis.“Kamu kenapa? Ada masalah apa sama Doni, tadi aku lihat dia pergi dari ruangan ini.” Maudi mengusap lembut kepala Melati.Sementara Melati dia hanya menggeleng sambil terus menumpahkan segala sedihnya kepada Maudi, jika sebelumnya dia takut akan ancaman Bisma. Sekarang tidak lagi, menurut ataupun tidak sama saja, sama-sama telah diketahui oleh orang lain.“Aku gak sanggup hidup.” Maudi tercengang mendengar pernyataan Melati, apa Bisma telah berhasil menekan mentalnya. Ini benar-benar tidak bisa dimaafkan. “Ada aku disini, aku sudah janji untuk lindung kamu. Maafin aku yang udah gagal jaga kamu.”“Nggak! Aku gak kuat, Kak! Aku takut!” M
“Dokter! Dokter tolong teman saya!” Maudi yang baru sampai ke rumah sakit segera membopong tubuh Melati yang berlumuran darah.Terlihat para petugas langsung menyambutnya dengan membawa banker dan segera membantu Maudi untuk menidurkan Melati. “Ini …. ” Salah satu petugas menatap Maudi, dikarenakan melihat perempuan itu hanya ditutupi oleh selimut yang sudah berlumuran darah. “Dia teman saya, saya menolongnya saat hendak dilecehkan oleh seseorang. Tapi, dia merasa malu dan nekat memukulkan guci ke kepalanya.” Maudi terpaksa menjelaskan keadaan yang sebenarnya, dikarenakan melihat raut para petugas yang mencurigainya. “Baiklah, kami akan melakukan visum juga kepada korban. Dan anda juga harus melakukan visum.”Maudi mengangguk, jika sudah masuk rumah sakit sulit untuk orang-orang percaya padanya. Tetapi yang terpenting, Melati bisa segera ditolong dan diobati itu merupakan hal yang baik.Selama Melati ditangani di IGD, Maudi menjalani proses Visum dan berkata kepada dokter agar t
“Kak Melati dimana?” Nayla menghampiri Muasin yang sudah menunggu kedatangannya. “Kenapa dia?” Sekarang giliran Raka yang bertanya. “Melati sedang depresi, dia nekat memukul guci ke kepalanya.” Maudi menunduk, jawaban ini tidak akan meloloskannya dari pertanyaan lain. “Kok bisa? Lo apain Kakak Gue? Atau ini perbuatan orang yang satu lagi, si Bisma itu?” cerca Nayla.Maudi menggeleng, dia memilih duduk dibangku. Bagaimana cara dia bisa mengungkapkan semua kebenaran? Ini adalah hal yang tidak mungkin. “Apa Melati masih berhubungan sama Bisma?” tanya Raka, yang dibalas anggukan oleh Maudi. “Bisma yang ada di belakang semua ini?” Raka menarik kerah baju Maudi dan menatapnya tajam. “Gue mohon jangan perpanjang kasus ini, kita fokus dulu ke kesembuhan Melati.” Maudi berdiri dan sedikit mengintip ke arah dalam. “Kenapa Lo selalu lindungi dia? Lo saudaranya kan?” Raka menekan suaranya.Pernyataan itu membuat Nayla menggeleng, apa selama ini Kakaknya dipermainkan? Ternyata lelaki baik
“Melati! Ini Mamah, Nak?” Dewi memeluk anaknya yang masih terus berontak, dia tidak sanggup menahan air matanya. Sedari tadi, perempuan yang sudah membesar kan Melati itu tak hentinya menangis.“PERGI! KAMU JAHAT, KAMU HANYA BISA MENGANCAM HIDUPKU. PERGI!” Melati memukuli kepalanya, hingga membuat luka yang baru tadi dijahit sedikit terbuka. Darah pun merembes dari perban yang menutupi luka itu.“Dokter tolong!” Nayla memohon saat melihat dokter datang bersama Maudi. Tanpa menunggu lama, Dokter itu menyuntikan obat bius dan membuat Melati kembali tertidur.“Kalian bisa keluar dulu, kami perlu memeriksa luka jahitannya kembali.” Dokter kembali memeriksa Melati, dan pintu ruangan kembali ditutup oleh para perawat.Dewi menangis dengan Nayla yang terus memeluknya, “Bagaimana cara Mamah menjelaskan kepada Papamu, Nay?”Dewi menggelang, Anton pasti akan menyalahkan dirinya akan hal ini. “Bahkan kondisi Kakak kamu saja sangat memprihatinkan seperti itu.”“Sini Lo!” Maudi yang semula duduk be
“Lo pernah sadar gak sih. Gak seharusnya kita berdua hadir dikehidupan Melati. Yang berujung membawa dia ke penderitaan.”“Maksud Lo?”Maudi memejamkan matanya, “dia masuk Rumah Sakit lagi hari ini.”“Apa yang terjadi?” Bisma menoleh ke arah Maudi.“Sinta, dia bully Melati hari ini sama Geng nya saat dia ambil berkas-berkas kepindahan.”Bisma mengepalkan tangannya, “cewek itu!”“Dan yang lebih parah lagi, Doni ada diantara mereka! Dia melakukan kekerasan yang berlebihan sama Melati.”“Doni?” tanya Bisma tidak percaya.“Ya! Doni, dia suka sama Melati.” Maudi terkekeh, “bukan hanya kita yang suka dia.”“Lalu, kenapa dia melakukan kekerasan?”“Entahlah! Dia bilang kalau selama ini dia gak suka sama Lo. Jadi, begitu dia tahu Melati adalah perempuan yang bisa buat Lo jatuh cinta dengan tulus. Dia ingin balas dendam lewat Melati, bahkan dia tadi hampir ngelecehin Melati.”Bisma membulat
“Lit, aku pulang dulu, ya,” pamit Maudi kepada Lita yang sedang berjaga.Lita tampak bimbang, tidak mungkin ia menghadapi keluarga Melati sendirian.“Ada sesuatu yang harus aku urus, setelah keluarga Melati datang. Kamu bisa pulang.”Seolah paham dengan apa yang terjadi, Maudi pun menambahkan. “BIlang yang sebenarnya terjadi. Katakan juga, aku akan kesini lagi nanti sekitar jam delapan,” jelasnya, sambil melirik ke jam tangan yang sudah menunjukan pukul enam sore lebih.Lita mengangguk, pemuda dihadapannya terlihat sudah sangat kelelahan. Sedari tadi Maudi yang sibuk mengurus administrasi dan juga sibuk meyakinkan pihak keamanan sekolah agar mau menahan para pelaku.“Jaga Melati, ya!” Maudi segera meninggalkan ruang perawatan Melati. Ada beberapa hal yang memang perlu dia urus.Siapa disangka, saat Maudi pergi keluar pintu rumah sakit lewat koridor kiri. Dewi dan Raka datang dari koridor kanan. Mereka segera menuju ruang rawat Me
Doni semakin naik fitam, melihat Melati yang hanya berdiam tanpa mengikuti perintahnya. Dia pun teringat salah satu film yang pernah dia tonton, bagaimana pemeran utama pria terlihat sangat menikmati permainan setelah menyiksa lawan mainnya terlebih dahulu.“Lo emang ditakdirkan untuk balas rasa sakit Gue!” Doni melepaskan cengkramannya, lalu kembali mencambuk paha putih Melati dengan ikat pinggang.Kini, perut dan kakinya sudah memerah.“Buka semua kain yang masih melekat ditubuh, Lo!” ancam Doni sambil mengayunkan kembali ikat pinggangnya. Melati menggeleng, jika harus mati hari ini. Dia tidak akan menyesalinya.'Bugh!'Kembali dia mencambukan ikat pinggang itu ke kaki sang gadis. Membuat Melati meringis menahan nyeri diseluruh tubuhnya.“Lo gak bisa ngelawan setelah ini!” Doni melemparkan ikat pinggang itu lalu melepaskan semua kain yang menutupi tubuhnya.Sinta tersenyum penuh kemenangan, saat yang ia tunggu akhirnya tiba. Doni telah sepakat dan
Tubuh Melati bergerak seketika, terlebih saat dia melihat Sinta menyalakan handphone dan mengarahkan kepada dirinya.Vanya tersenyum sinis, dia pun segera mengambil sebotol sirup yang sudah mereka siapkan.'Kayaknya tuh cowok punya fantasi liar,' batin Vanya melirik kearah lelaki bertopi dan bermasker yang ada di samping Sinta.Olla segera mengambil gunting, sedangkan Lidya memegangi tubuh Melati. Jikalau gadis itu berontak.Dengan tersenyum mengejek, dia segera menggunting cardigan yang melekat ditubuh Melati. Sehingga, Melati hanya menggunakan kaos putih berlengan pendek dan juga rok selututnya.Vanya pun menyiramkan sirup berwarna merah itu di atas kepala Melati. Sehingga, airnya bisa sampai ke bawah dan mengenai kaos putih sang gadis malang itu.'Glek.' Lelaki di samping Sinta hanya bisa menelan salivanya, saat dia bisa melihat jelas bagian tubuh Melati yang tercetak dan transparan akibat kebasahan. “Santai kali, Br
Tepat di hari Sabtu, Melati berniat untuk pergi ke Sekolah. Mengurus berkas-berkas untuk proses kepindahannya.Dia baru sempat melakukan ini karena sebelumnya masih harus menemani Bisma di Rumah Sakit. Sampai akhirnya, mantan kekasihnya dipulangkan pada hari Jum'at.“Terimakasih, kamu sudah mau menjaga Bisma selama di Rumah Sakit.” Fatma memeluk Melati erat, merasa terharu dengan apa yang dilakukan anak gadis yang disukai oleh putranya.“Sama-sama, Tan.” Malati tersenyum, “aku juga minta maaf. Kalau setelah ini, mungkin aku gak akan bisa menemui Bisma lagi. Aku sudah harus full di Rumah.”Fatma mengangguk, dikarenakan Maudi telah menjelaskan tentang keputusan keluarga Melati, yang memintanya agar mengikuti Homeschooling.“Kamu bisa kesini kapanpun kamu mau.” Fatma memeluk menggenggam tangan Melati. Gadis itu pun akhirnya berpamitan kepada Fatma dan Adi Prasetyo, setelah itu dia akan berangkat ke SMA Bintang.“Jangan terlalu dipikirkan. Kalau dia memang p
Januari, 2015.Tepat dihari Senin pertama bulan Januari, seluruh siswa sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.Begitupun dengan Nayla, dia sudah mulai memasuki Sekolah. Meski sedikit berbeda, tidak ada Elvano yang akan mengganggunya saat jam istirahat berlangsung.“Padahal Lo bisa ikut Ujian Nasional dulu di sini Van. Kenapa harus dari sekarang perginya.”Sebuah perpisahan yang tiba-tiba, membuat Nayla merasakan kehampaan. Dia tidak tahu dengan perasaannya kepada Elvano, meski sebelum pergi, dia telah membalas cintanya. Tapi, hatinya berkata lain.Baginya, Elvano adalah sosok Kakak yang menjadi pengganti Melati.“Nay! Gue pergi dulu, jaga diri Lo baik-baik ya!” Elvano mengusap lembut puncak kepala Nayla. Dia sengaja menemui Nayla terlebih dahulu, sementara keluarga lainnya sudah mulai melakukan check in.“Iya, pasti.” Nayla mengangguk.Elvano tersenyum, dia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Lalu memberikannya kepada Nayla. “Ini untuk Lo. Sorry,
“Apa yang terjadi?” tanya Maudi panik. Melati menggeleng, dia langsung memeluk Maudi.Takut. Itu yang dia rasakan saat ini. Entah mengapa, selain wajah Bisma yang selalu memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Selalu ada sosok lain yang datang, namun tidak terlihat jelas.Dan dia … terlihat menakutkan.“Kamu capek?” tanya Maudi yang langsung menduduki Melati. Dia segera melepas jaketnya dan memakaikan kepada Melati.“Aku selalu bilang dari awal kita sering jalan. Kamu itu cantik, jangan sering pakai pakaian pendek gini.” Maudi mencubit hidung Melati gemas.Melati hanya menanggapi dengan senyuman. Entah kenapa Maudi selalu mengira bahwa pakaian yang dipakai pendek. Padahal ini lumrah bagi gadis seusianya. Lagipula pakaian yang Melati pakai hanya selutut tidak pernah lebih atas.“Agak panjangan dikit. Aku gak mau ada yang memandang kamu dengan tatapan gak biasa.”Malati mengangguk, “Ia. Maaf!”“Apa yang terjadi? Kamu tadi kaya takut banget?”“Kaki ku digigit sesuatu tadi. Tapi, udah gak ke
“Mel! Apa kamu melakukan ini terpaksa?” tanya Bisma serius, saat ini Melati sedang membantunya untuk memberi makan siang.Melati menggeleng, “Nggak! Kalau terpaksa gak bakal sampai dua Minggu aku disini.”Bisma lega mendengarnya, “Aku takut kamu terpaksa. Sampai saat ini aku merasa kamu belum memaafkan aku.”Melati meletakan mangkuk yang tadi dia pegang, “Jangan bahas yang sudah berlalu. Aku mohon sama kamu.”“Maaf! Mel.” Bisma menatap Melati. “Aku merasa berdosa sama kamu.”“Bis, kita sekarang teman. Kita sudah janji, untuk memulai semua dari awal. Aku sudah maafkan kamu, aku juga sudah melupakan apa yang terjadi sebelumnya,” jelasnya sambil membuang muka.“Iya, Mel! Aku janji gak akan bahas itu lagi. Sebelumnya aku juga sudah janji sama Maudi untuk menghapus semua yang menjadi penyebab permasalahan kita. Aku gak akan inget itu lagi.” Bisma meraih tangan Melati.“Sudah jam satu siang. Aku harus pulang.” Melati melepaska
Hari ini, kondisi Bisma mulai membaik. Dia sudah makan makanan yang lebih enak menurutnya. Seperti saat ini, dia diizinkan untuk makan nasi tim. terdengar sederhana memang, tetapi itu makanan terenak yang dia makan semenjak sadar.Seperti sebelumnya, dia memilih menikmati pemandangan di luar rumah sakit. Sambil melihat rerumputan hijau, dan melihat anak-anak yang sedang bermain di taman bermain yang dibuat khusus oleh pihak rumah sakit. Karena, anak-anak tidak diperkenankan masuk Rumah Sakit, maka agar tidak bosan, disediakanlah taman dengan segala fasilitasnya.“Kenapa nangis?” Fatma menyimpan wadah yang berisi makanan dan menghapus air mata yang keluar dari sudut mata anaknya.“Bisma hanya ingat masa-masa Bisma kecil dulu, Mom!” Bisma menunjuk anak-anak yang sedang bermain. “Bebas dan tanpa beban.”“Semua orang itu akan tumbuh dan berkembang. Jadikan semua itu sebagai kenangan!”“Bisma jadi ingat Kak Willy. Kalau Kakak masih ada, pasti