“Kak Melati dimana?” Nayla menghampiri Muasin yang sudah menunggu kedatangannya. “Kenapa dia?” Sekarang giliran Raka yang bertanya. “Melati sedang depresi, dia nekat memukul guci ke kepalanya.” Maudi menunduk, jawaban ini tidak akan meloloskannya dari pertanyaan lain. “Kok bisa? Lo apain Kakak Gue? Atau ini perbuatan orang yang satu lagi, si Bisma itu?” cerca Nayla.Maudi menggeleng, dia memilih duduk dibangku. Bagaimana cara dia bisa mengungkapkan semua kebenaran? Ini adalah hal yang tidak mungkin. “Apa Melati masih berhubungan sama Bisma?” tanya Raka, yang dibalas anggukan oleh Maudi. “Bisma yang ada di belakang semua ini?” Raka menarik kerah baju Maudi dan menatapnya tajam. “Gue mohon jangan perpanjang kasus ini, kita fokus dulu ke kesembuhan Melati.” Maudi berdiri dan sedikit mengintip ke arah dalam. “Kenapa Lo selalu lindungi dia? Lo saudaranya kan?” Raka menekan suaranya.Pernyataan itu membuat Nayla menggeleng, apa selama ini Kakaknya dipermainkan? Ternyata lelaki baik
“Melati! Ini Mamah, Nak?” Dewi memeluk anaknya yang masih terus berontak, dia tidak sanggup menahan air matanya. Sedari tadi, perempuan yang sudah membesar kan Melati itu tak hentinya menangis.“PERGI! KAMU JAHAT, KAMU HANYA BISA MENGANCAM HIDUPKU. PERGI!” Melati memukuli kepalanya, hingga membuat luka yang baru tadi dijahit sedikit terbuka. Darah pun merembes dari perban yang menutupi luka itu.“Dokter tolong!” Nayla memohon saat melihat dokter datang bersama Maudi. Tanpa menunggu lama, Dokter itu menyuntikan obat bius dan membuat Melati kembali tertidur.“Kalian bisa keluar dulu, kami perlu memeriksa luka jahitannya kembali.” Dokter kembali memeriksa Melati, dan pintu ruangan kembali ditutup oleh para perawat.Dewi menangis dengan Nayla yang terus memeluknya, “Bagaimana cara Mamah menjelaskan kepada Papamu, Nay?”Dewi menggelang, Anton pasti akan menyalahkan dirinya akan hal ini. “Bahkan kondisi Kakak kamu saja sangat memprihatinkan seperti itu.”“Sini Lo!” Maudi yang semula duduk be
“Gimana keadaannya?” Maudi menatap Bisma tajam. “Peduli apa Lo sama dia? Bukannya Lo sendiri hanya tertarik menjadikan dia sebagai taruhan.”Maudi membalikan badannya, menatap foto-foto yang ditempel di dinding. Terlihat disana ada foto mereka berdua sejak kecil, hingga sekarang, dan juga foto Melati saat bersama Maudi di salah satu Mall. “Kenapa Lo setega ini sama sahabat sekaligus saudara Lo sendiri, Bis?”“Bahkan gadis yang Gue sayang aja harus Lo buat menderita.”“Gue Cinta sama dia!”“Cinta Lo bilang? Dengan menekan mental dia dan hampir merenggut kesucian dia, itu Lo bilang cinta?” Rasanya Maudi sudah muak mendengar kata Cinta dari Bisma. Seorang lelaki yang selalu dengan mudah mengatakan cinta kepada gadis.“Karena, Gue gak mau dia mikirin Lo terus. Dia hanya untuk Gu!”Maudi menatap Bisma, “Apa Lo bakal tetap cinta sama dia setelah melihat keadaan dia sekarang?”“Dia sangat trauma, bahkan dia kena gangguan mental, Bis!” Maudi menarik nafasnya panjang.Bisma menatap tidak perca
“Kenapa kamu tarik aku, Mah?” Anton merasa tidak terima dikarenakan Dewi menariknya keluar ruangan saat Dokter kembali datang untuk memeriksa.“Apa kamu tidak mengerti, Pah? Dia sedang tidak baik-baik saja!” Dewi terduduk lemas di kursi yang berada di luar ruang rawat. “Kenapa kamu mencercanya dengan pertanyaan yang penuh dengan intimidasi.”“Aku hanya mau dia bicara, siapa pelakunya? Biar aku Hajar bajianhan itu.”“Tapi, bukan gini caranya, Pah. Dia sedang depresi, mental dan jiwanya sedang lemah, kita seharusnya memberikan dukungan dan support agar dia bisa kembali percaya diri.”“Halah! Kamu dari dulu selalu manjain dia, bukankah aku sudah bilang Melati itu harusnya Homeschooling saja di rumah.”“Aku manjain dia, dikarenakan kamu terlalu menekan dia.” Dewi memijat suaminya, mengingat memori masa lalu antara keluarganya. “Apa kamu sadar, kalau kamu sama keluarga kamu itu pilih kasih terhadap Nayla?”“Apaan sih, siapa yang yang pilih kasih? Aku melakukan ini sayang sama dia.”“Ok! Ka
Dewi menggeleng, dia teringat bagaimana kali menemukan tanda merah di leher anaknya. Dan disitulah anaknya mulai sakit dan seperti kehilangan semangat.“Apa jangan-jangan selama ini kamu merahasiakan dari Mamah, Mel?” Dewi terus berpikir, ingin mengetahui lebih jauh tentang sesuatu yang menimpa anaknya.“Takut!” Hanya itu jawaban yang diberikan Melat, terlihat dari sudut matanya sudah kembali mengeluarkan cairan bening.“Kamu sudah aman sama Mamah. Gak akan ada lagi yang nyakitin kamu, Mel!” Dewi mengusap sudut mata anaknya lalu mengecup keningnya.“Jangan pergi, aku takut!” Melati memegang tangan Dewi yang hendak bangkit. Akhirnya Dewi pun mengurungkan niatnya dan kembali mengusap rambut anaknya.“Mamah akan disini, kamu tidur lagi, ya.”Bisma yang sekarang sedang berada di rumahnya hanya mondar-mandir sambil terus memikirkan keadaan Melati. Dalam hatinya dia sangat ingin menemui gadis itu, tetapi tidak mungkin.“Kamu kenapa sih?” Fatma memegang pundak putranya, membuat Bisma menghen
“Gue mau Lo hilangkan semua koleksi foto yang Lo punya tentang Melati!” Maudi membicarakan maksud dan tujuannya saat dia sudah berada di taman rumah Bisma.Bisma menatap Maudi tajam, “Gak bisa!”“Buat apa sih koleksi foto kaya gitu! Kalau emang Lo mau, Lo bisa cari di Internet, tuh banyak bertebaran.”“Beda! Melati hanya milik Gue, jadi Gue berhak atas semua foto itu!”“Gila! Sayangnya Lo gak punya saudara perempuan, Bis. Kalau Lo punya, Lo bakal ngerti itu.” Maudi meninggalkan Bisma yang sangat sulit diajak kompromi, apapun caranya dia harus memikirkan cara untuk menghapus semua foto beserta video vulgar tersebut.Bisma menatap kepergian Maudi, dalam hatinya sebenarnya dia dilanda rasa gelisah. Jikalau Melati memilih Maudi nantinya, setidaknya Bisma memiliki kenangan antara mereka berdua. “Gue gak akan sebarin foto itu, Lo tenang aja Di.”Dia lantas memasuki rumahnya, dan segera menuju kamar. Bisma mencoba merebahkan dirinya diatas kasur, tanpa sadar dirinya sudah terlelap.“Sebentar
Oh, Ibu … Maafkan anakmu, yang telah mengecewakan dirimu.Pikirannya mulai berputar dengan memori masa lalu yang telah dia lewati.“Mamah, Melati mau permen itu!” Melati kecil menunjuk sebuah toples permen yang ada di meja makan. Saat ini mereka sekeluarga sedang melaksanakan libur lebaran, dirumah keluarga Anton.“Sebentar Mamah ambilin.” Dewi mengusap rambut anaknya yang masih berusia 7 tahun itu, lalu mengambil permen yang berada dalam toples.“Ini!” Dewi sengaja dengan posisinya yang masih berdiri, meminta Melati agar berlari ke arahnya.“Nenek!”Siapa disangka, Rosa–ibu Anton membawa permen itu dari tangan Dewi.“Anak kecil gak boleh makan permen, nnati giginya rusak!”Melati menunduk, “Iya, Nek!”“Nenek!” Tiba-tiba Nayla kecil berlari kearah Rosa dan memeluk kakinya.“Eh cucu Nenek, ada apa hemm!” Rosa segera menggendong Nayla dan mengecup pipinya. Sebuah hal yang tidak pernah ia lakukan terhadap Melati.“Itu apa?” tanyanya polos.“Ini permen, Nayla mau?” tawar Rosa, yang langsun
“Kakak pokoknya harus segera sembuh!” Nayla akhirnya bisa kembali memeluk Melati setelah sekian lama Kakaknya susah didekati.Melati hanya mengangguk dan selalu menatap ke arah pintu. Selain Anton yang selalu ditunggu kehadirannya, kemana Maudi? Kenapa dia belum datang menjenguk.“Nay, Kakak kamu baru ganti perban tadi. Jangan kencang-kencang memeluknya, nanti sakit!” Dewi mengingatkan kembali anak bungsunya.“Iya, iya!” Nayla akhirnya menghampiri Dewi, dan membantu sang ibu merapikan baju yang hendak dia bawa pulang.“Kalau gitu Mamah titip Kakak kamu sebentar, yah. Mamah harus pulang dulu.” Dewi berpamitan kepada Nayla dan juga Melati.Setelah lima hari tidak pulang, wanita itu ingin sebentar saja mengistirahatkan dirinya dirumah, dan juga ingin berbicara dengan suaminya. “Hati-hati Mah!”Nayla melambaikan tangannya kepada Dewi dan memasuki kembali kamar rawat Kakaknya.“Maafin Nayla baru kesini, Kak. Soalnya kemarin-kemarin Kakak gak mau dideketin sama selain Mamah.” Nayla mulai du
“Lo pernah sadar gak sih. Gak seharusnya kita berdua hadir dikehidupan Melati. Yang berujung membawa dia ke penderitaan.”“Maksud Lo?”Maudi memejamkan matanya, “dia masuk Rumah Sakit lagi hari ini.”“Apa yang terjadi?” Bisma menoleh ke arah Maudi.“Sinta, dia bully Melati hari ini sama Geng nya saat dia ambil berkas-berkas kepindahan.”Bisma mengepalkan tangannya, “cewek itu!”“Dan yang lebih parah lagi, Doni ada diantara mereka! Dia melakukan kekerasan yang berlebihan sama Melati.”“Doni?” tanya Bisma tidak percaya.“Ya! Doni, dia suka sama Melati.” Maudi terkekeh, “bukan hanya kita yang suka dia.”“Lalu, kenapa dia melakukan kekerasan?”“Entahlah! Dia bilang kalau selama ini dia gak suka sama Lo. Jadi, begitu dia tahu Melati adalah perempuan yang bisa buat Lo jatuh cinta dengan tulus. Dia ingin balas dendam lewat Melati, bahkan dia tadi hampir ngelecehin Melati.”Bisma membulat
“Lit, aku pulang dulu, ya,” pamit Maudi kepada Lita yang sedang berjaga.Lita tampak bimbang, tidak mungkin ia menghadapi keluarga Melati sendirian.“Ada sesuatu yang harus aku urus, setelah keluarga Melati datang. Kamu bisa pulang.”Seolah paham dengan apa yang terjadi, Maudi pun menambahkan. “BIlang yang sebenarnya terjadi. Katakan juga, aku akan kesini lagi nanti sekitar jam delapan,” jelasnya, sambil melirik ke jam tangan yang sudah menunjukan pukul enam sore lebih.Lita mengangguk, pemuda dihadapannya terlihat sudah sangat kelelahan. Sedari tadi Maudi yang sibuk mengurus administrasi dan juga sibuk meyakinkan pihak keamanan sekolah agar mau menahan para pelaku.“Jaga Melati, ya!” Maudi segera meninggalkan ruang perawatan Melati. Ada beberapa hal yang memang perlu dia urus.Siapa disangka, saat Maudi pergi keluar pintu rumah sakit lewat koridor kiri. Dewi dan Raka datang dari koridor kanan. Mereka segera menuju ruang rawat Me
Doni semakin naik fitam, melihat Melati yang hanya berdiam tanpa mengikuti perintahnya. Dia pun teringat salah satu film yang pernah dia tonton, bagaimana pemeran utama pria terlihat sangat menikmati permainan setelah menyiksa lawan mainnya terlebih dahulu.“Lo emang ditakdirkan untuk balas rasa sakit Gue!” Doni melepaskan cengkramannya, lalu kembali mencambuk paha putih Melati dengan ikat pinggang.Kini, perut dan kakinya sudah memerah.“Buka semua kain yang masih melekat ditubuh, Lo!” ancam Doni sambil mengayunkan kembali ikat pinggangnya. Melati menggeleng, jika harus mati hari ini. Dia tidak akan menyesalinya.'Bugh!'Kembali dia mencambukan ikat pinggang itu ke kaki sang gadis. Membuat Melati meringis menahan nyeri diseluruh tubuhnya.“Lo gak bisa ngelawan setelah ini!” Doni melemparkan ikat pinggang itu lalu melepaskan semua kain yang menutupi tubuhnya.Sinta tersenyum penuh kemenangan, saat yang ia tunggu akhirnya tiba. Doni telah sepakat dan
Tubuh Melati bergerak seketika, terlebih saat dia melihat Sinta menyalakan handphone dan mengarahkan kepada dirinya.Vanya tersenyum sinis, dia pun segera mengambil sebotol sirup yang sudah mereka siapkan.'Kayaknya tuh cowok punya fantasi liar,' batin Vanya melirik kearah lelaki bertopi dan bermasker yang ada di samping Sinta.Olla segera mengambil gunting, sedangkan Lidya memegangi tubuh Melati. Jikalau gadis itu berontak.Dengan tersenyum mengejek, dia segera menggunting cardigan yang melekat ditubuh Melati. Sehingga, Melati hanya menggunakan kaos putih berlengan pendek dan juga rok selututnya.Vanya pun menyiramkan sirup berwarna merah itu di atas kepala Melati. Sehingga, airnya bisa sampai ke bawah dan mengenai kaos putih sang gadis malang itu.'Glek.' Lelaki di samping Sinta hanya bisa menelan salivanya, saat dia bisa melihat jelas bagian tubuh Melati yang tercetak dan transparan akibat kebasahan. “Santai kali, Br
Tepat di hari Sabtu, Melati berniat untuk pergi ke Sekolah. Mengurus berkas-berkas untuk proses kepindahannya.Dia baru sempat melakukan ini karena sebelumnya masih harus menemani Bisma di Rumah Sakit. Sampai akhirnya, mantan kekasihnya dipulangkan pada hari Jum'at.“Terimakasih, kamu sudah mau menjaga Bisma selama di Rumah Sakit.” Fatma memeluk Melati erat, merasa terharu dengan apa yang dilakukan anak gadis yang disukai oleh putranya.“Sama-sama, Tan.” Malati tersenyum, “aku juga minta maaf. Kalau setelah ini, mungkin aku gak akan bisa menemui Bisma lagi. Aku sudah harus full di Rumah.”Fatma mengangguk, dikarenakan Maudi telah menjelaskan tentang keputusan keluarga Melati, yang memintanya agar mengikuti Homeschooling.“Kamu bisa kesini kapanpun kamu mau.” Fatma memeluk menggenggam tangan Melati. Gadis itu pun akhirnya berpamitan kepada Fatma dan Adi Prasetyo, setelah itu dia akan berangkat ke SMA Bintang.“Jangan terlalu dipikirkan. Kalau dia memang p
Januari, 2015.Tepat dihari Senin pertama bulan Januari, seluruh siswa sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.Begitupun dengan Nayla, dia sudah mulai memasuki Sekolah. Meski sedikit berbeda, tidak ada Elvano yang akan mengganggunya saat jam istirahat berlangsung.“Padahal Lo bisa ikut Ujian Nasional dulu di sini Van. Kenapa harus dari sekarang perginya.”Sebuah perpisahan yang tiba-tiba, membuat Nayla merasakan kehampaan. Dia tidak tahu dengan perasaannya kepada Elvano, meski sebelum pergi, dia telah membalas cintanya. Tapi, hatinya berkata lain.Baginya, Elvano adalah sosok Kakak yang menjadi pengganti Melati.“Nay! Gue pergi dulu, jaga diri Lo baik-baik ya!” Elvano mengusap lembut puncak kepala Nayla. Dia sengaja menemui Nayla terlebih dahulu, sementara keluarga lainnya sudah mulai melakukan check in.“Iya, pasti.” Nayla mengangguk.Elvano tersenyum, dia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Lalu memberikannya kepada Nayla. “Ini untuk Lo. Sorry,
“Apa yang terjadi?” tanya Maudi panik. Melati menggeleng, dia langsung memeluk Maudi.Takut. Itu yang dia rasakan saat ini. Entah mengapa, selain wajah Bisma yang selalu memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Selalu ada sosok lain yang datang, namun tidak terlihat jelas.Dan dia … terlihat menakutkan.“Kamu capek?” tanya Maudi yang langsung menduduki Melati. Dia segera melepas jaketnya dan memakaikan kepada Melati.“Aku selalu bilang dari awal kita sering jalan. Kamu itu cantik, jangan sering pakai pakaian pendek gini.” Maudi mencubit hidung Melati gemas.Melati hanya menanggapi dengan senyuman. Entah kenapa Maudi selalu mengira bahwa pakaian yang dipakai pendek. Padahal ini lumrah bagi gadis seusianya. Lagipula pakaian yang Melati pakai hanya selutut tidak pernah lebih atas.“Agak panjangan dikit. Aku gak mau ada yang memandang kamu dengan tatapan gak biasa.”Malati mengangguk, “Ia. Maaf!”“Apa yang terjadi? Kamu tadi kaya takut banget?”“Kaki ku digigit sesuatu tadi. Tapi, udah gak ke
“Mel! Apa kamu melakukan ini terpaksa?” tanya Bisma serius, saat ini Melati sedang membantunya untuk memberi makan siang.Melati menggeleng, “Nggak! Kalau terpaksa gak bakal sampai dua Minggu aku disini.”Bisma lega mendengarnya, “Aku takut kamu terpaksa. Sampai saat ini aku merasa kamu belum memaafkan aku.”Melati meletakan mangkuk yang tadi dia pegang, “Jangan bahas yang sudah berlalu. Aku mohon sama kamu.”“Maaf! Mel.” Bisma menatap Melati. “Aku merasa berdosa sama kamu.”“Bis, kita sekarang teman. Kita sudah janji, untuk memulai semua dari awal. Aku sudah maafkan kamu, aku juga sudah melupakan apa yang terjadi sebelumnya,” jelasnya sambil membuang muka.“Iya, Mel! Aku janji gak akan bahas itu lagi. Sebelumnya aku juga sudah janji sama Maudi untuk menghapus semua yang menjadi penyebab permasalahan kita. Aku gak akan inget itu lagi.” Bisma meraih tangan Melati.“Sudah jam satu siang. Aku harus pulang.” Melati melepaska
Hari ini, kondisi Bisma mulai membaik. Dia sudah makan makanan yang lebih enak menurutnya. Seperti saat ini, dia diizinkan untuk makan nasi tim. terdengar sederhana memang, tetapi itu makanan terenak yang dia makan semenjak sadar.Seperti sebelumnya, dia memilih menikmati pemandangan di luar rumah sakit. Sambil melihat rerumputan hijau, dan melihat anak-anak yang sedang bermain di taman bermain yang dibuat khusus oleh pihak rumah sakit. Karena, anak-anak tidak diperkenankan masuk Rumah Sakit, maka agar tidak bosan, disediakanlah taman dengan segala fasilitasnya.“Kenapa nangis?” Fatma menyimpan wadah yang berisi makanan dan menghapus air mata yang keluar dari sudut mata anaknya.“Bisma hanya ingat masa-masa Bisma kecil dulu, Mom!” Bisma menunjuk anak-anak yang sedang bermain. “Bebas dan tanpa beban.”“Semua orang itu akan tumbuh dan berkembang. Jadikan semua itu sebagai kenangan!”“Bisma jadi ingat Kak Willy. Kalau Kakak masih ada, pasti