Home / Rumah Tangga / Cinta dalam Bayangan Hutang / Bab 55: Pilihan yang Menyakitkan

Share

Bab 55: Pilihan yang Menyakitkan

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2024-12-26 11:37:07

Langit mendung pagi itu seolah mencerminkan suasana hati Ara yang gelap dan penuh kebimbangan. Setelah meninggalkan apartemen Adrian, langkahnya terasa seperti dituntun oleh beban berat yang tak terlihat. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi tidak lebih tajam dari rasa sakit yang menghuni dadanya.

Ara mengunci pintu rumahnya dengan gerakan perlahan, lalu duduk di sofa ruang tamu yang kosong. Dinding-dinding rumah itu tampak lebih sunyi dari biasanya, membawa kenangan tentang kebahagiaan yang pernah ada, tetapi sekarang terasa seperti bayangan yang menghilang.

Ia memandangi tangannya, jari manisnya yang masih melingkar cincin pernikahan terlihat seperti simbol tanggung jawab yang membebani. Ia tahu apa yang harus ia lakukan, tetapi itu tidak membuat keputusan ini lebih mudah.

Ketukan pelan di pintu membuat Ara tersentak. Ketika ia membukanya, Raka berdiri di sana, membawa dua kantong plastik berisi bahan makanan. Wajahnya tampak lelah, tetapi ada senyum kecil ya

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 56: Raka Memohon

    Pagi itu, langit tampak abu-abu dengan angin dingin yang menusuk kulit. Ara sedang duduk di meja makan, secangkir teh di depannya hampir tidak tersentuh. Ia tidak merasa lapar, tidak juga merasa damai. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari jawaban di tengah kekacauan yang membelenggunya.Ketika suara langkah kaki terdengar mendekat, Ara menoleh. Raka berdiri di ambang pintu dapur, wajahnya tampak lelah dan lebih tua dari usianya. Garis-garis kecemasan terlihat jelas di sekitar matanya.“Aku membuat kopi,” katanya pelan, memecah keheningan.Ara hanya mengangguk, tidak mengatakan apa-apa. Suasana di antara mereka terasa seperti ladang ranjau—hati-hati, penuh kehati-hatian yang membuat setiap kata menjadi beban. Raka mendekat, duduk di kursi di depannya, sambil memegang cangkir kopinya dengan kedua tangan.“Ara,” katanya akhirnya, suaranya rendah. “Aku tahu aku membuatmu kecewa.”Ara menatapnya dengan tatapan yang sulit dibaca, tidak mengucapkan

    Last Updated : 2024-12-27
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 57: Cinta yang Terluka

    Malam itu, Ara duduk di sudut kamar tidur, memeluk lututnya sambil memandangi cermin tua di sudut ruangan. Pantulan wajahnya di sana tampak begitu asing, seperti ia sedang melihat orang lain—seseorang yang lelah, kehilangan semangat, dan terjebak dalam pilihan yang tidak pernah ia bayangkan.Bayangan Adrian terus mengisi pikirannya, dan setiap kali ia mengingat senyum lembutnya atau kata-kata penuh pengertiannya, dadanya terasa seperti diremas.Tetapi ia juga memikirkan Raka. Suaminya yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati, seseorang yang dulu ia yakini sebagai pasangan hidupnya.Ara tahu, jika ia memilih untuk meninggalkan Raka, ia bukan hanya meninggalkan pria itu, tetapi juga janji-janji yang pernah mereka buat, impian yang pernah mereka bangun bersama. Namun, tetap bersama Raka kini terasa seperti menghidupi kebohongan—sebuah kehidupan tanpa cinta yang sesungguhnya.Ara menggigit bibirnya, menahan air mata yang menggenang. “Kenapa aku harus memilih

    Last Updated : 2024-12-27
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 58: Keputusan yang Tergantung

    Malam itu, Ara duduk di meja makan kecilnya, lampu kuning di atas kepala menciptakan bayangan lembut di sekeliling ruangan. Di depannya, ada secarik kertas kosong dan pena yang tak bergerak.Ia telah mencoba menulis sesuatu—apa saja yang bisa menjelaskan perasaannya—tetapi kata-kata sepertinya menolak keluar. Hatinya terlalu penuh untuk diringkas dalam kata-kata.Tiba-tiba, teleponnya bergetar di meja. Nama Adrian muncul di layar. Ara menatapnya lama, berusaha memutuskan apakah ia harus menjawab. Akhirnya, ia mengangkat telepon itu, suaranya sedikit gemetar ketika ia berbicara.“Adrian,” katanya pelan.“Halo, Ara,” jawab Adrian, suaranya terdengar lembut di ujung telepon. “Aku tahu sudah larut, tapi aku ingin memastikan kau baik-baik saja.”Ara menarik napas panjang, menahan air mata yang tiba-tiba menggenang. “Aku tidak tahu, Adrian,” katanya jujur. “Aku merasa seperti aku terus ber

    Last Updated : 2024-12-27
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 59: Pesan Perpisahan

    Langit pagi itu tampak kelabu, seolah mencerminkan kekacauan hati Ara yang belum selesai. Ia duduk di meja kecil di kamarnya, ponselnya tergeletak di atas meja, menunggu sentuhan jari yang ragu-ragu. Matanya menatap kosong layar ponsel yang menyala, kata-kata yang ia ketik sebelumnya mengambang di sana seperti luka yang tidak bisa disembuhkan."Adrian, maafkan aku. Aku harus melakukan ini. Terima kasih untuk semuanya."Kalimat itu tampak begitu sederhana, tetapi Ara tahu bahwa di balik setiap kata ada dunia yang hancur, sebuah cinta yang harus ia kubur demi sesuatu yang tidak lagi terasa seperti cinta. Tangannya bergetar ketika ia menyentuh layar, tetapi ia tidak menekan tombol kirim. Belum.Di luar, suara-suara pagi mulai terdengar: suara burung, langkah orang-orang di jalan, dan bunyi roda motor y

    Last Updated : 2024-12-28
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 60: Janji dalam Hati

    Langit pagi itu tampak suram, dengan awan kelabu bergulung di atas kepala, menutupi sinar matahari. Ara berdiri di jendela dapurnya, memandangi taman kecil di luar rumahnya. Tangan kanannya memegang cangkir teh yang hangat, sementara tangan kirinya memegang pinggiran meja dengan erat.Ia mencoba mencari kedamaian dalam keheningan pagi, tetapi pikirannya terus berputar, melintasi bayangan-bayangan yang masih menghantuinya.Di sudut hatinya, ia tahu bahwa keputusan yang ia buat untuk tetap bersama Raka adalah keputusan yang benar menurut standar yang ia kenal—tanggung jawab, janji, dan rasa setia.Namun, ia tidak bisa menghilangkan suara kecil dalam dirinya yang bertanya: apakah ini benar-benar jalan menuju kebahagiaan?Ketukan pelan di pintu dapur membuat Ara tersentak dari lamunannya. Raka masuk, mengenakan kaus putih polos dan celana pendek, rambutnya masih berantakan. Ia membawa senyuman kecil di wajahnya, meskipun senyum itu tampak rapuh, seperti

    Last Updated : 2024-12-28
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 61: Kepedihan Tanpa Suara

    “Raka, kamu masih di situ?” suara Ara menggantung di udara dingin ruang tamu. Ia berdiri di ambang pintu kamar mereka, menatap punggung suaminya yang menghadap jendela. Cahaya bulan memantulkan bayangan kelabu di wajah Raka yang tampak tegang. Ia tak menjawab, hanya menghela napas panjang.Ara melangkah perlahan, menyembunyikan kegugupan yang merayap di dadanya. Suasana sunyi itu begitu menusuk, seolah-olah setiap gerakan kecil akan memecahkan sesuatu yang rapuh. Ia duduk di sofa kecil di pojok ruangan, tangannya meremas ujung cardigan yang ia kenakan.“Aku tahu semuanya berat sekarang,” bisiknya, memecah keheningan. “Tapi kita tidak bisa terus seperti ini, Raka. Aku ada di sini. Aku ingin membantu.”Raka berbalik dengan gerakan lamban, wajahnya dipenuhi kelelahan dan frustrasi. M

    Last Updated : 2024-12-28
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 62: Hanya Dia yang Tahu

    "Kamu tidak harus menghadapi semuanya sendiri, Ara."Pesan itu terpampang di layar ponsel Ara, memancarkan cahaya lembut di tengah ruang tamu yang temaram. Ara membaca kalimat itu berulang kali, mencoba menenangkan debaran halus di dadanya. Ia mengusap wajahnya yang masih basah oleh air mata, kemudian menundukkan kepala, membiarkan rambutnya yang panjang menjuntai menutupi wajah.Suara langkah kaki Raka yang berat terdengar dari arah kamar, membuyarkan lamunannya. Ara buru-buru mengunci layar ponselnya dan menyelipkannya ke bawah bantal sofa. Ia tahu Raka sedang tidak ingin diganggu, tetapi kebiasaan buruk suaminya untuk mencari-cari kesalahan sudah terlalu sering menjadi sumber keributan mereka.Raka muncul dengan

    Last Updated : 2024-12-29
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 63: Kabar dari Masa Lalu

    “Ara, aku nggak sengaja lihat kamu dari jauh tadi. Aku pikir aku salah orang, tapi ternyata memang kamu.”Suara riang itu memecah konsentrasi Ara yang sedang menyeruput teh di sebuah kafe kecil. Ia menoleh, dan matanya membesar. Di hadapannya berdiri seorang wanita berambut pendek dengan senyum lebar, wajahnya yang familier langsung mengembalikan banyak kenangan yang selama ini terkubur.“Nina?” Ara meletakkan cangkirnya dengan gemetar. Suaranya nyaris tercekat oleh campuran kejutan dan rasa hangat yang sudah lama hilang.Nina mengangguk, lalu tertawa kecil. “Iya! Siapa lagi? Astaga, Ara, ini sudah bertahun-tahun! Kamu masih sama seperti dulu.”Ara tersenyum lemah. “Dan kamu kelihatan luar biasa.” Ia memandang Nina yang men

    Last Updated : 2024-12-29

Latest chapter

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 130: Bahagia Selamanya

    Pagi di desa itu selalu dimulai dengan keheningan yang damai, diselingi oleh kicauan burung yang terdengar dari pepohonan di belakang rumah mereka. Di dapur, aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara.Ara berdiri di depan wastafel, mencuci beberapa buah stroberi yang baru dipetik dari kebun kecil mereka. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela, membungkus tubuhnya dengan sinar hangat yang lembut.Dari ruang tamu, terdengar langkah kaki kecil yang mendekat. Ara menoleh dan tersenyum lebar saat melihat seorang anak kecil dengan rambut ikal berwarna cokelat berlari ke arahnya. Anak itu mengenakan piyama dengan motif dinosaurus, dan tawa kecilnya memenuhi ruangan."Ibu! Lihat apa yang aku temukan!" seru anak itu dengan suara ceria, memperlihatkan sebuah daun kecil yang ia bawa dengan hati-hati.Ara membungkuk, mengambil daun itu dari tangan anaknya. "Oh, ini indah sekali, sayang. Kau menemukannya di mana?""Di bawah pohon besar!" jawab anak itu, m

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 129: Cinta Sejati yang Terlambat

    Cahaya senja menyelimuti desa kecil itu, membawa kehangatan pada rumah-rumah kecil yang berbaris rapi di sepanjang jalan berbatu. Langit dihiasi semburat warna oranye, merah muda, dan ungu, seolah-olah semesta sengaja melukis kanvasnya untuk merayakan hari yang damai.Di halaman belakang rumah, Ara duduk di bangku kayu dengan secangkir teh di tangannya, tubuhnya terbalut sweater rajut yang melindunginya dari udara sore yang mulai dingin.Ia memandangi bunga matahari yang Adrian tanam beberapa minggu lalu. Tanaman itu tumbuh dengan gagah, batangnya kokoh dan daunnya hijau segar. Kepala bunga yang cerah menghadap ke arah matahari yang mulai tenggelam.Ara tersenyum kecil, merasa bahwa bunga itu melambangkan kehidupannya sendiri—perlahan-lahan tumbuh dari tanah yang dulu terasa tandus, mencari cahaya yang akhirnya ia temukan dalam hidupnya bersama Adrian.Pintu belakang berderit pelan, dan suara langkah Adrian di atas lantai kayu terdengar sebelum ia m

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 128: Kehidupan Baru yang Damai

    Pagi itu, sinar matahari menyapu pelan rumah kecil mereka, membawa kehangatan ke dalam setiap sudut ruangan. Ara membuka jendela besar di ruang tamu, membiarkan udara pagi yang segar masuk. Aroma rumput basah dan bunga-bunga liar dari taman belakang melayang lembut di udara.Ia berdiri sejenak, memandang ke luar dengan senyum kecil di wajahnya. Di halaman belakang, bunga matahari yang Adrian tanam beberapa minggu lalu mulai tumbuh, batangnya kokoh dan daunnya hijau segar."Duduklah dulu," kata Adrian dari dapur, suaranya terdengar ringan tetapi sedikit menggoda. "Kau tidak bisa terus sibuk sejak pagi. Sarapan sudah siap."Ara menoleh, tertawa kecil. "Aku hanya menikmati pemandangan. Kau tahu, aku tidak pernah membayangkan bisa bangun dengan perasaan selega ini."Adrian muncul dari balik pintu dapur dengan dua piring di tangannya. Sepiring telur dadar lembut dengan irisan alpukat dan roti panggang di satu piring lainnya. Ia meletakkan semuanya di meja keci

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 127: Mimpi yang Menjadi Nyata

    Cahaya matahari pagi menerobos melalui jendela besar rumah baru mereka, memantulkan sinarnya di lantai kayu yang mengilap. Rumah itu sederhana tetapi terasa hangat, dengan dinding bercat krem dan perabotan kayu yang dipilih dengan penuh cinta.Di luar, angin sepoi-sepoi meniup dedaunan pohon maple, dan suara burung-burung terdengar lembut, menjadi latar belakang kehidupan baru yang mereka mulai bersama.Ara berdiri di dapur kecil mereka, aroma kopi menguar dari mesin yang baru saja Adrian belikan. Ia mengenakan kaus longgar berwarna putih dan celana katun, kakinya telanjang di atas lantai dingin.Ia memandangi jendela yang menghadap ke taman belakang, di mana Adrian sedang menggali tanah untuk menanam bunga matahari yang dibawanya dari pasar minggu lalu.Ara tersenyum kecil, menyandarkan pinggulnya di meja dapur sambil memegang secangkir kopi. Setiap gerakan Adrian di luar terlihat penuh semangat—wajahnya yang serius saat ia mencangkul tanah, seseka

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 126: Pernikahan Intim

    Pagi itu, langit cerah tanpa awan. Cahaya matahari lembut membasuh taman kecil di belakang rumah keluarga Adrian, tempat acara sederhana mereka akan diadakan.Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga mawar dan lavender yang menghiasi setiap sudut taman, menciptakan suasana hangat yang sempurna.Ara berdiri di depan cermin di kamar tamu rumah Adrian. Gaun putih sederhana melekat di tubuhnya, terbuat dari bahan satin yang jatuh dengan indah, memeluk tubuhnya dengan cara yang anggun.Tidak ada renda berlebihan atau kilauan mencolok, hanya detail kecil di sekitar leher yang membuatnya terlihat elegan dan alami.Lila berdiri di belakangnya, membantu menyematkan peniti kecil di ujung kerudung Ara. "Kau terlihat... luar biasa," kata Lila dengan mata berbinar, senyumnya lebar.Ara tersenyum melalui pantulan cermin, mencoba menahan perasaan gugup yang merayap di dadanya. "Terima kasih, Lila. Aku rasa ini pertama kalinya aku merasa benar-benar seperti pengantin

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 125: Langkah Pertama Bersama

    Pagi itu dimulai dengan keheningan yang damai. Sinar matahari pagi menerobos melalui tirai jendela, menyelimuti ruang tamu rumah kecil mereka dengan cahaya hangat keemasan. Ara berdiri di dapur, mengenakan sweater tipis berwarna krem yang sedikit kebesaran.Ia sedang memotong beberapa buah untuk sarapan, menikmati aroma segar jeruk yang menguar.Adrian muncul dari belakang, rambutnya masih sedikit berantakan, namun senyum lembut yang biasa menghiasi wajahnya tetap ada. "Kau bangun lebih pagi dari biasanya," katanya sambil mengambil cangkir dari rak dan menuangkan kopi.Ara menoleh dan tersenyum kecil. "Aku suka pagi-pagi seperti ini. Tenang dan terasa ringan."Adrian mengangguk, berjalan ke meja dan duduk di kursi, memperhatikan Ara yang sibuk di dapur. "Ada sesuatu yang berbeda pada dirimu akhir-akhir ini," ujarnya pelan, tetapi dengan nada penuh perhatian.Ara berhenti sejenak, memutar tubuhnya untuk menatap Adrian. "Apa maksudmu?"Adrian

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 124: Memperbaiki Luka Lama

    Pagi itu, rumah kecil mereka diselimuti keheningan yang damai. Matahari pagi menyinari ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan hangat di lantai kayu. Ara duduk di meja dekat jendela, secangkir teh hijau mengepul di sebelahnya. Di depan Ara, ada selembar kertas kosong dan sebuah pena sederhana.Adrian berjalan masuk dari dapur, membawa piring berisi irisan roti panggang dan buah-buahan. Ia berhenti di ambang pintu ketika melihat Ara yang tampak termenung di depan kertas itu."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya pelan, meletakkan piring di meja kecil di dekat Ara.Ara menoleh ke arahnya, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil yang hampir tidak terlihat. "Aku berpikir untuk menulis sesuatu. Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana."Adrian menarik kursi di depannya dan duduk. "Sesuatu seperti apa?"Ara mengambil pena itu, menggenggamnya dengan kedua tangan. "Aku ingin menulis surat untuk Raka."Adrian menatapnya, tetapi tidak langsung men

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 123: Pertemuan dengan Keluarga Adrian

    Angin sejuk pegunungan membelai wajah Ara, membawa aroma pinus dan bunga liar yang mekar di sepanjang jalan menuju rumah keluarga Adrian.Mobil Adrian meluncur mulus di jalanan kecil yang berkelok-kelok, dikelilingi oleh hutan hijau yang terasa seperti melindungi mereka dari hiruk pikuk dunia luar. Ara memandang keluar jendela, matanya menangkap pemandangan pegunungan yang menjulang megah di kejauhan.Namun, di tengah keindahan itu, dadanya terasa sesak oleh kegugupan. Jemarinya memainkan ujung sweater yang ia kenakan, menggulungnya dengan canggung."Berhenti menggulung sweatermu," suara Adrian terdengar ringan, tetapi penuh kehangatan, memecah keheningan. Matanya melirik ke arah Ara sambil tetap memperhatikan jalan.Ara meliriknya, setengah tersipu. "Aku tidak bisa menahannya. Aku... aku gugup."Adrian tertawa kecil, nada suaranya santai seperti biasanya. Ia mengulurkan satu tangan dari kemudi, menggenggam jemari Ara dengan lembut. "Kau tidak perl

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 122: Hari yang Bahagia

    Matahari pagi menyelimuti rumah kecil mereka dengan sinar keemasan. Udara di kota kecil itu sejuk dan segar, membawa aroma embun dan dedaunan basah. Ara membuka jendela besar di ruang tamu, membiarkan angin pagi masuk, meniup lembut rambutnya yang tergerai.Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat sungai kecil di kejauhan, mengalir tenang di bawah bayang-bayang pohon yang rimbun.Di dapur, suara denting piring terdengar pelan. Adrian tengah mengaduk adonan pancake, lengan bajunya digulung hingga siku. Ia sesekali menoleh ke arah Ara, memastikan dia baik-baik saja."Apa kau lapar?" tanya Adrian, suaranya terdengar ringan dan santai, seperti pagi itu.Ara menoleh, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Aku selalu lapar untuk pancake," balasnya sambil berjalan mendekat.Adrian tertawa pelan, mengangkat wajan untuk menuangkan adonan ke panci panas. "Pancake spesial pagi ini. Dengan ekstra cinta."Ara duduk di bangku dapur, menopang dagunya dengan tang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status