Berbagi kasih sayang yang sama dengan orang lain, memberikan perasaan hidup! Pengalaman sesuatu yang nyata, tak terlupakan. Hingga menimbulkan kasih saat antar sesama. Dan akan timbul sendiri untuk saling menghargai.
Karena ....
Bicara tentang kasih sayang bukanlah hal yang sia-sia, karena kasih sayang tidak pernah sia-sia. Selalu tebar kebaikan dengan sesama, membuat kita di sayangi di tengah-tengah ribuan orang.
***
Pagi ini Arni berangkat ke pondok dengan diantar sang ibu. Sedangkan Bapaknya tidak bisa mengantarkannya karena harus bekerja. Arni dan ibunya naik angkutan umum untuk ke sana
Saat ini Arni sudah sampai di pondok pesantren. Bangunan besar nan megah. Samping kanan adalah pondok putra dan asrama lengkap dengan fasilitasnya yang di batasi masjid besar, sedangkan di sebelah masjid adalah ndalem (kediaman pemangku pondok), kiyai Laqief yang sering di panggil oleh para santri buya, pondok pesantren dan asrama putri ada di sebelah ndalem lengkap dengan fasilitasnya, kecuali gedung sekolah. Para santri harus berjalan kaki kurang lebih lima menit untuk sampai ke gedung sekolah, karena luasnya area. Antara asrama putra dan putri pun terpisah cukup jauh.
Arni belum sempat sidak ke pondok pesantren yang sebentar lagi akan dirinya huni selama menimba ilmu di sana, Arni hanya sidak di gedung sekolahnya saja. Arni terpesona dengan sisi dalam pondok pesantren, yang begitu menyejukkan di keliling taman. Letaknya dengan ndalem juga dekat, bahkan ada jadwalnya setiap santri putri untuk membersihkan ndalem buya Laqief dan memasuki kamar beliau untuk membersihkan kamarnya.
Arni menyerahkan formulir pendaftaran dan pembayaran bersama sang ibu. Setekah itu ia langsung mendapatkan tes lisan dari pengurus putri, semua itu dilakukan untuk pembagian kelas diniyahnya lembaga non formal di pondoknya dan juga ruang kamar yang akan ditempatinya nanti. Arni dengan kepintarannya menjawab benar semua pertanyaan lisan dari mbak pengurusnya dengan menggunakan bahasa arab sesuai pertanyaan yang diterimanya .
Saat ini mbak pengurus yang namanya baru ia ketahui bernama mbak Rista mengantarkan Arni ke kamarnya. Ibunya masih menemani Arni untuk melihat kondisi kamar yang akan dihuni putrinya itu.
"Ini kamarnya dek Arni, semoga kerasan ya," ucap mbak Rista. Rista menyuruh Arni dan ibunya, bu Syafaah untuk masuk ke kamar itu.
"Terima kasih, Mbak. Doanya ya, semoga kerasan," balas Arni sambil tersenyum sopan.
"Aamiin ... Semoga ya," jawab mbak Rista.
Kamar Arni cukup luas dan lengkap. Bahkan ada dua kamar mandi dan tempat cuci baju dan wudhu di dalam. Di dalamnya dihuni 20 santri putri. Rata-rata di kamar itu adalah santri dan siswa kelas unggulan, ternyata karena kepintarannya tadi menjawab pertanyaan lisan, Arni mendapatkan kamar yang dihuni santri kelas unggulan. Di kamar itu Arni juga yang paling muda.
Semua yang ada di kamar itu menyambut Arni dengan senang, mereka langsung menyalami ibunya Arni dengan sopan. Arni juga menyalami mereka satu persatu sambil memperkenalkan dirinya.
Melihat sambutan teman barunya yang menjadi seniornya begitu hangat, Arni merasa senang. Begitu juga bu Syafaah.
Mbak Rista juga menunjukkan lemari yang akan ditempati Arni untuk meletakkan barang-barangnya selama di sini. Ia memberikan kunci lemari itu pada Arni. Ia juga menunjukkan rak buku untuk Arni.
Setelah meletakkan barang-barangnya di kamar, ibunya pamit pada semua penghuni kamar Masyithoh, ya kamar yang ditempati Arni adalah kamar Masyithoh. Dengan kerendahan hati Bu Syafaah menitipkan Arni pada mereka.
"Ibu titip Arni ya, Nak. Kalau dia salah mohon segera ditegur dan diingatkan. Dia masih baru dan belum pernah mengenal tempat ini, suasananya, larangan dan apa saja tentang pondok ini, harap kalian mau membimbingnya," ucap bu Syafaah menitipkan Arni.
"Iya, Bu. Insya Allah kami akan membimbing Dek Arni," ucap mereka serentak. Membuat Bu Syafaah sedikit lega meninggalkan putrinya.
"Terima kasih ya, Nak semuanya," ucapnya.
"Sama-sama, Bu."
Bu Syafaah keluar dari kamar itu dengan diikuti Arni dan mbak Rista.
Mbak Rista mengantarkan keduanya sowan ke ndalem, sebelum bu Syafaah pulang. Bu Syafaah memasrahkan Arni pada pihak ndalem yaitu bu nyai Syarifah. Hal yang harus dilakukan orang tua santri baru untuk lebih mendekatkan diri pada pihak ndalem dan memperkenalkan diri sebagai penghuni baru Sekaligus minta barokah supaya kedepannya dalam menimba ilmu di sana lebih tenang.
Bu nyai Syarifah yang sering di panggil para santri dengan sebutan ummi, menyambut mereka dengan senang hati dan senyuman yang mengambang di wajah cantiknya. Kecantikannya masih sangat terlihat meskipun umurnya sudah hampir memasuki setengah abad.
"Setelah mengucapkan salam mereka segera dipersilahkan ummi Syarifah untuk masuk dan duduk. Mbak Rista langsung sigap masuk ke dapur ndalem untuk membuatkan mereka minum.
Arni menyalami punggung tangan ummi Syarifah dengan takzim. Begitu juga bu Syafaah.
"Adek cantik namanya siapa?" tanya ummi Syarifah setelah mereka duduk.
"Khairina Azzalina Arni, di panggil Arni, Ummi," jawab Arni sopan
"Nama yang cantik, semoga sholihah dan bisa membanggakan orang tua kelak ya, Nak," pujinya.
"Aamiin ... Terima kasih doanya, Ummi."
"Iya, sama-sama, Nak.
"Mohon Maaf, saya sebagai ibunya Arni, menitipkan putri saya pada ummi dan pihak pesantren, mohon bimbingan dan pengawasannya," ucap bu Syarifah sopan.
"Insya Allah, saya akan jaga amanah dari ibu," balas ummi Syarifah.
"Terima kasih, Ummi."
"Sama-sama, Bu. Sudah kewajiban saya," jawab ummi Syarifah lagi dengan senyuman.
Setelah memasrahkan Arni pada pihak ndalem, bu Syafaah pamit undur diri.
Saat ini Arni dan ibunya masih berada di aula tempat santri menerima tamu.
"Kamu yang kerasan ya, Nak. Belajar yang sungguh-sungguh ya, yang nurut dan jangan suka iseng. Doakan ibu dan bapak. Jangan lupa tunaikan sholat malam dan sholat dhuha," ucap bu Syafaah menasehati Arni.
Arni langsung memeluk wanita yang sudah berusia setengah abad itu.
"Iya, Bu. Doakan Arni selalu ya," ucap Arni sambil terisak dipelukan sang ibu.
"Pasti orang tua mendoakan yang terbaik buat anaknya, sudah ... Jangan menangis nanti malu dilihat temannya yang lain," ucap bu Syafaah menghibur sang putri.
Arni semakin erat memeluk sang ibu.
"Nak, kamu cukup-cukupkan uang saku kamu ya, kalau ibu dan bapak dapat rezeki yang banyak, segera ibu kirimin uangnya lagi," bisik bu Syafaah.
Arni langsung mengangguk. "Ibu nggak usah mikirin itu, Arni akan sebisanya meminimalisir pengeluaran Arni. Arni akan menunggu sampai ibu dan bapak mengirim uang lagi," lirihnya.
"Terima kasih ya, Nak. Atas pengertiannya."
"Iya, Bu."
"Ibu pamit pulang dulu, kamu jaga diri baik-baik," pamit bu Syafaah.
"Ibu hati-hati ya," ucapnya.
"Iya, Nak." Bu Syafaah mulai melepas pelukan Arni.
Namun Arni masih ingin memeluk tubuh ibunya lagi, setelah cukup lama Arni pun melepas pelukan itu, ia lalu mencium punggung tangan ibunya. Yang dibalas bu Syafaah dengan mencium kening Arni. Rasanya ingin menangis, namun bu Syafaah menahannya, tidak mau Arni melihatnya menangis. Remaja itu perasaannya halus, kalau melihat ibunya menangis pasti tidak tega, bisa-bisa kepikiran terus pada ibunya dan tidak kerasan.
Setelah Arni tenang Bu Syafaah segera meninggalkannya, Mbak Rista sudah mengajaknya masuk ke asrama dan segera menyuruhnya masuk ke dalam kamarnya tadi.
"Sudah ya, katanya mau mondok! kok malah nangis. Nanti malah ibunya nggak tega lho. Biasanya orang tua akan ada ikatan batin yang kuat pada anaknya apalagi harus berpisah padahal sebelumnya kalian selalu bersama dan itu menyebabkan anak jadi nggak kerasan di pondok karena sama-sama saling memikirkan. Kamu nggak mau 'kan ujung-ujungnya ibu kamu kepikiran kamu terus dan kamu jadi nggak kerasan," ucap mbak Rista menasehati.
"Iya, Mbak. Sudah nggak nangis lagi kok," jawabnya sambil mengelap air matanya. Arni mencoba tersenyum pada mbak Rista.
"Ya gitu dong! itu baru bagus, kalau nggak nangis makin terlihat cantik," puji Mbak Rista.
"Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama, sudah kamu istirahat sebentar nanti ikut jamaah ya, biar nggak ditakzir (denda). Nanti juga santri baru akan dikumpulkan untuk pembacaan tata tertib yang wajib dipatuhi," ujar Mbak Rista.
Arni mengangguk, Mbak Rista pergi setelah mengucapkan itu pada Arni.
Di dalam kamar Arni mencoba membaur dengan senior-seniornya. Arni termasuk tipe anak yang mudah dalam bergaul, tidak pernah membeda-bedakan dalam mencari teman, bahkan Arni sudah mulai berani bertanya-tanya pada seniornya itu. Beruntung para seniornya itu sangat baik padanya. Dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan Arni pada mereka.
Mereka juga senang dengan Arni. Padahal mereka baru bertemu. Arni sudah membuat mereka nyaman dengan sikapnya yang polos. Namun tetap sopan dan lembut dalam bersikap.
Ketulusan tidak pernah mengharap balasan atau imbalan atas semua yang telah dilakukan. Ketulusan tersebut muncul dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Meskipun tanpa diminta. Dengan ketulusan bisa membuat kita menerima segala sesuatu dengan apa adanya. Orang yang benar-benar tulus biasanya tidak akan peduli dengan keadaan diri sendiri. Karena lebih mengutamakan memberikan terbaik pada orang lain.***Saat ini Arni dan penghuni kamarnya sedang berkumpul di musholla putri untuk sholat dzuhur berjamaah yang akan diimami Ummi Syarifah. Setelah salat Zuhur selesai para pengurus mengumpulkan santri baru dan meminta santri lama untuk kembali beraktivitas lainnya. Ketua pengurus putri yang bernama Hamidah memberikan beberapa nasehat dan semangat pada santri baru sebelum ia membacakan tata tertib peraturan pondok pesantren. Setelah membacakan peraturan, larangan dan hukuman bagi yang melanggar, mbak Hamidah menyudahi pertemuan mereka semua.dan membuyarkan pata santri baru. Karena keramah
Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melebihkan cintanya padaMu, agar bertambah kekuatanku untuk lebih mencintaiMu. (Cinta dalam Balutan doa)***Satu bulan berlalu. Hari ini Arni dijenguk ibunya bersama Airin, kakaknya. Kak Airin juga mengajak Syahrul keponakannya. Arni datang ke aula setelah namanya dipanggil lewat pengeras suara yang ada di tempat konfirmasi pondok putri.Arni sangat bahagia, Arni memeluk erat ibunya juga kakaknya, tak luput dari serangannya, keponakannya diciuminya hingga bangun dari tidurnya yang berada digendongan ibunya. Syahrul bayi yang berusia 4 bulan itu langsung merengek karena ulah tantenya. "Gimana, Dek. Kerasan 'kan?" tanya kak Airin.Arni tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. "Alhamdulillah, Kak," jawabnya.Bu Syafaah hanya tersenyum bangga melihat putri bungsunya kerasan, meskipun Arni terlihat sedikit kurusan."Tapi kamu sedikit kurusan, Dek," ungkap Airin."Iya, Nak. Kamu sedikit kurusan," ucap ibunya."Nggak apa
Orang bilang, pertemuan pertama selalu kebetulan. Tapi, bagaimana caramu menjelaskan pertemuan-pertemuan kita selanjutnya?***Sudah satu bulan Gus Afnan pulang ke Indonesia. Ia sudah berkali-kali menggantikan Buya Laqief mengisi kajian kitab kuning untuk para santri pada pagi dan sore hari, tentu saja saat Buya Laqief berhalangan hadir atau ada acara di luar pondok pesantren. Cara pengajarannya pun sangat mudah di cerna ole semua santri, apalagi di usianya yang masih sangat muda, menjadikan Gus Afnan bisa lebih menguasai para santri dan berbaur dengan mereka tanpa canggung, bahkan kabarnya Gus Afnan tidak malu dan canggung ikut bermain sepak bola di lapangan pondok putra bersama santri yang lain.Gus Afnan juga terkenal sebagai pemuda sholeh yang santun dan baik hati, tidak membeda-bedakan status dan kepintaran. Para santri juga terbiasa berkumpul dengannya, meskipun masih ada canggung para santri terhadapnya karena mereka menghormati statusnya sebagai putra Kyai. Bakal penerus pondo
Memperhatikanmu diam-diam, mendoakanmu setiap hari dan mencintaimu secara rahasia. (-Afnan- Cinta dalam Balutan Doa)***Semenjak kejadian Jum'at yang lalu, Arni semakin canggung, apapun yang dirinya dengar tentang Gus Afnan, yang menjadi idola seantero pondok putri, membuat gadis itu sedikit menghindar bila ada bahasan tentang penerus Buya Laqief itu. Tidak mau munafik. Dirinya juga masih normal, apalagi remaja seusia dirinya baru mengenal arti cinta, labil sekali hatinya, jujur sejak kejadian itu hati Arni terpaut dengan pemuda tampan nan sholeh itu. Namun ia menyakini kalau itu hanya perasaan sesaat, perasan seorang santri mengidolakan ustadz atau Gusnya, bukan perasaan cinta perempuan dewasa. Arni selalu berusaha mengubur rasa yang sudah mulai mengakar di hatinya itu, tak membiarkan semakin berkembang, ia fokus dengan tujuannya untuk mondok, mengejar cita-citanya, membanggakan kedua orang tuanya, dan ngalap barokah dari kyai Laqief.Malam ini selepas sholat maghrib, Arni
Jika aku jatuh cinta padanya, cintakanlah aku pada seseorang yang melebihkan cintanya padaMu agar bertambah kekuatan untuk lebih mencintaiMu (Gus Afnan~ Cinta dalam Balutan Doa)***Afnan langsung merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Menghilangkan capek di tubuhnya. Dirinya tersenyum mengingat kejadian saat di kelas dan di kantor madrasah Diniyah tadi."Kamu semakin menantang, dan membuatku semakin penasaran. Khairina Azzalina Arni, nama yang bagus, pintar namun sayang usianya masih 15 tahun. 1 juli 2006. Terpaut 7 tahun denganku," lirihnya.Afnan tau data lengkap Arni, tadi di kantor madrasah Diniyah dirinya sedang mencari data-data itu, sempat membuat kang Dedik, sepupunya yang juga menjadi kepala Diniyah itu heran bukan kepalang. Afnan yang tau sepupunya menatapnya dengan beribu tanda tanya di benaknya berdalih mencari data santri baru supaya mempermudah memberi soal nantinya. Biar santri-santri baru itu tidak terbebani dengan soal yang belum mereka kuasai. Antara percaya d
Satu bulan berlalu.Saat ini Arni siap mengikuti lomba mewakili ponpesnya bersama para santri lainnya yang juga dipilih untuk mewakili pondok sama seperti dirinya.Gus Afnan sudah siap menunggu di halaman pondok dengan mobilnya. Ia berdiri di depan mobilnya. Sudah tersedia 4 mobil lainnya untuk mengantar para peserta lomba dan pengurus pendamping. Dua mobil untuk santri putra dan dua mobil untuk santri putri."Kalian atur sekarang ya, Kita sudah sedikit terlambat, ayo segera berangkat!"ucap Afnan.Setelah mengatakan itu Afnan segera masuk dan melajukan mobilnya bersama Kang Dedik. Arni masuk ke dalam mobil bersama santriwati lainnya.Saat ini mereka sudah sampai di tempat lomba. Arni dan para santri lainnya segera berkumpul dengan para peserta lainnya untuk mendengarkan peraturan-peraturan lomba dari panitia.Sudah satu bulan ini Afnan mencoba menghilangkan perasaanya pada Arni, mencoba mencari kesibukan lain. Namun tetap saja Arni tidak bisa aja hilangkan di dalam hari dan pikira
Cinta bukan hanya sekedar ucapan namun harus dibarengi dengan pengorbanan. Mencintai dan dicintai itu adalah anugrah terindah dari Allah Subhanallah Wa Ta'ala***Satu tahun setengah Arni menjadi santri di pondok ini, suka duka sudah ia lewati bersama santri lainnya, terkhusus teman dan sahabat sekamarnya. Selama di pondok Arni tidak pernah berbuat macam-macam ataupun melanggar tata tertib pondok. Ia belajar sesuai apa yang menjadi cita-citanya. Saat ini ia sudah kelas dua program IPA. Tinggal satu tahun setengah lagi ia sudah lulus.Bagaimana perasaannya pada Gus Afnan? Kalau boleh jujur Arni masih menyimpan perasaannya itu dalam-dalam di relung hatinya, dirinya hanya tidak ingin terluka, biarkan saja ia mencintai dalam diam, mengagumi tanpa harus mengumbar. Toh, hal itu alamiah bagi remaja sepertinya. Yang mulai mengenal cinta.Arni selalu memupusnya dalam hati, karena apa yang diimpikan tentang Gus Afnan hanya hayalan semata, karena ia tau mereka tidak akan pernah bersatu. Biarkan
Allah menguji kita dengan sesuatu yang kita cintai, maka janganlah berlebihan mencintainya, agar saat sedih tidak berlebihan.***Setelah sholat isya'. Airin menyuruh Arni untuk segera mengganti pakaiannya yang sudah Airin siapkan."Dek, cepet ganti pakaianmu ya, keluarga calon besan sudah mengabari, mereka sudah bersiap untuk berangkat ke sini," ujar Airin."Aku gak bisa, Kak. Aku gak bisa ...," pekiknya."Dek, kakak mohon jangan mempermalukan ibu dan bapak, apalagi keluarga mereka keluarga terpandang di kecamatan ini," bujuk Airin lagi. Arni masih menangis terisak sambil menenggelamkan wajahnya di pahanya."Apa ini sudah takdir Arni ya, Kak?" lirihnya. Airin mendekat dan ikut menangis. "Ada saatnya kita harus berkorban demi kebahagian orang tua kita, mengubur apa yang kita mimpikan. Dan percayalah ibu dan bapak hanya ingin yang terbaik untuk kita, kamu harus ikhlas. Insya Allah, Allah akan memberimu kebahagiaan. Percayalah, Dek!"Arni mengangguk. " Insya Allah, semoga keputusan ib
Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu. (Fathiyah) *** “Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah. Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek. “Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu. “Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucapnya lagi semak
Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan. (Fathiyah) *** Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi. “Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang. “Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah. Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi. “Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal. “Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.” “Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya. “Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.” “Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali k
Sebuah harapan akan tercapai dengan adanya semangat yang tak pernah pudar. Dengan keyakinan dan sebuah kesabaran pasti akan berbuah indah saat waktunya tiba. (Fathiyah) *** Fathiyah sudah meletakkan lamaran kerja di beberapa toko, kafe dan restoran. Namun, hingga kini ia belum dapat panggilan. Dirinya sadar kalau hanya lulusan SMA, bahkan ia belum punya pengalaman kerja. Hanya berbekal ijazah SMA dan keahlian memasak yang diajarkan oleh sang ibu dulu semasa hidup, ia pun melamar pekerjaan ke kafe dan restoran sebagai koki. Kebetulan sang ibu dulu adalah seorang koki di rumah makan mewah. Dua tahun sudah Kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat itu juga sang bibi dan sang paman memutuskan tinggal di rumah Fathiyah, karena rumah yang disewa mereka sudah habis masa kontraknya. Rika, sang bibi selalu memperlakukan Fathiyah seperti pembantu di rumahnya sendiri, semua pekerjaan rumah di kerjakan gadis itu. Bahkan tak jarang Fathiyah harus rela kelaparan karena sang bibi tidak memberi
Tiga bulan sudah Arza pulang ke rumah kedua orang tuanya, di pesantren. Meskipun ia harus berangkat pagi sekali. Namun, di sini hatinya sedikit tenang karena di sini dirinya banyak teman dan bisa berkumpul dengan kedua adiknya yang selalu ada saja tingkah kocaknya, sehingga bisa membuatnya terhibur.“Bang, kenalin aku sama Kak Luna dong,” ucap Azril yang saat ini berada di kamar sang abang.“Apaan sih, Dek. Enggak enak ngomongin Luna, nanti Bunda dan Abi dengar tau,” ucapnya berbisik.“Terus kenapa kalau Bunda dan Abi tau? Abang ‘kan bisa langsung mengkhitbahnya? Secara Abang ‘kan sudah mengenalnya sejak lama. Jadi enggak usah pakai proses taaruf.”“Enggak semudah itu, Dek.”“Kenapa emangnya?”“Luna belum mau berhijab, menurut pandangannya, orang berhijab itu ribet. Apalagi kalau ada yang berhijab panjang dan lebar, pasti dia enggak suka.”“Astaghfirullahal Adziim ... terus Abang kok bisa suka perempuan yang berpikiran sempit seperti itu sih?” ucap Azril tidak suka. Padahal tadi diri
Putra sulung Arni dan almarhum Azzam bernama Arza sudah menjadi seorang perwira polisi. Abdi negara seperti apa yang diamanahkan oleh Azzam. Afnan sudah memberi peluang itu pada putra sambungnya. Ia mengarahkan semua tanpa harus memaksa, meskipun itu adalah sebuah amanah. Sebagai ayah sambung, Afnan tidak hanya menyayangi dan mengayomi Arza dan Azril. Ia sudah berperan lebih dari seorang ayah sambung. Afnan bahagia bila Arza berhasil memenuhi amanah almarhum Azzam menjadi seorang polisi yang jujur dan tetap mengedepankan norma agama *** Setelah pulang dari tempatnya bekerja siang ini, Arza pamit pada Hambali dan Yulia untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bahkan Arza izin pada komandannya untuk tidak mengikuti apel besok pagi. Setelah berkendara cukup jauh Arza pun sampai di pesantren milik sang abi. Ia segera masuk ke ndalem mencari keberadaan kedua orang tuanya. Arza segera menemui sang bunda dan sang abi yang berada di kebun belakang. Arni dan Afnan sering menghabiskan wak
Dengan senang hati Azril melakukan tugasnya, setiap harinya ia lewati dengan senyuman. Bahkan dirinya bisa istiqomah menjalankan sholat berjamaah, yang paling dirinya banggakan ia bisa mengerjakan sholat malam bersama Kiyai Bisri dengan khusyuk. Kiyai Bisri selalu membangunkannya sebelum sahur tiba. Ia juga ikut berbuka dan sahur bersama Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh. Awalnya dirinya menolak dengan lembut. Namun, Ummi Roudhoh dan Kiyai Bisri sedikit memaksa. Ummi Roudhoh juga sudah sedikit akrab dengan pemuda tampan itu, beliau sering menceritakan cucu-cucunya pada AzrilKecerdasan yang dimiliki Azril membuat pemuda tampan itu dengan mudah menyerap ilmu yang dirinya peroleh. Bahkan di luar batas kemampuannya.Pernah Kiyai Bisri mencoba mengetes ilmu pemuda tampan itu dengan menanyakan beberapa hadits yang dirinya ajarkan pada Azril di perpustakaan pribadinya dan Azril dengan mudah menjawab, bahkan dengan cepat beserta penjabarannya dan penjelasannya. Kiyai Bisri sampai geleng kepala.P
Kang Abduh mulai mencurigai Kang Fajar dan Kang Khaidir setelah ada gelagat berbeda yang ditunjukkan keduanya. Ia harus bisa memecahkan masalah ini dan mencari bukti supaya nama baik Neng Arsyi dan juga Gus Azril tidak jelek di mata santri lain, meskipun mereka berdua ada perasaan, tapi tidak begini caranya. Apalagi mereka calon pewaris pesantren.“Gus Azril bisa membuktikan kalau ini benar-benar fitnah?” tanya Kang Abduh.“Insya Allah aku bisa membuktikannya. Aku tau mereka tidak menyukaiku. Itu tidak masalah buatku, tapi ini tidak menyangkut diriku saja karena Neng Arsyi diikut campurkan dan aku tidak mau itu terjadi,” ujar Azril yakin. Meskipun Arsya kecewa pada keduanya, tapi melihat kesungguhan Azril yang membela sang adik membuat dirinya tersenyum tipis.“Halah, paling memang ini disengaja. Azril saja yang memang tidak bisa menahan diri dan tidak bisa menjaga kehormatan pesantren dengan mengajak ketemuan Neng Arsyi, dasar biang kerok. Sejak dia datang kan selalu ada saja tingkah
Azril mengantar kepulangan keluarganya di pintu aula. Setelah beberapa wejangan diberikan oleh Abi, Bunda dan Neneknya.Azril ingin di sisa waktunya di pesantren ini bisa lebih dekat dengan Kiyai Bisri. Menyerap ilmu beliau lebih sempurna, dan mungkin dengan melakukan beberapa kesalahan akan membuatnya di takzir dan di serahkan langsung pada Abah Yai, itu pemikirannya.Azril kembali ke kamarnya dan membawa beberapa bingkisan yang dibawakan sang bunda tadi. Ia langsung membagikan beberapa makanan untuk santri lain termasuk Arsya.“Sesuai janjiku padamu dulu, Sya. Aku habis disambang keluargaku. Ini, aku kasih bolu kelapa kesukaanku khusus buat kamu, semoga kita satu selera dan kamu juga menyukainya,” ujarnya.Arsya sangat senang dan langsung menerima bolu kelapa dan ayam geprek kesukaan Azril.“Makasih banyak ya, Ril. Aku juga pasti menyukainya. Makanan ini pasti juga enak banget,” ujarnya.Azril tersenyum menanggapinya. Memang bagi Azril masakan sang bunda paling enak, tiada tandingan
Hubungan Arsya dan Azril sedikit merenggang, tidak lagi seperti dulu. Azril lebih menghindari Arsya. Meskipun Arsya ingin selalu dekat dengan Azril seperti yang dulu. Namun, Azril membatasinya. Sungguh suasana seperti ini Arsya tidak menyukainya.Sudah 17 hari Azril berada di pesantren itu. Banyak pelajaran yang ia dapatkan, mulai dari persahabatan yang ia dapatkan dari Arsya dan beberapa teman yang lainnya, desir aneh yang ia rasakan pada Arsyi, saudara kembar Arsya. Sikap tak bersahabat yang ditunjukkan oleh Kang Khaidir dan Kang Fajar yang semakin membencinya, serta kajian kitab kuning dan penjelasan dari Abah Yai yang selalu membekas di hatinya. Bahkan dirinya sangat mrn8kmsti takziran yang diberikan oleh pengurus yang mengajarkan padanya sebuah tanggung jawab. Ada alasan lain yang membuat Azril bertindak semaunya sendiri. Alasan yang cukup aneh yaitu mengabdi secara langsung pada Abah Yai dan dengan melakukan kesalahan terus menerus dirinya yakin setelah ini hukumannya akan diam