Seketika Syilla dibuat cemas sambil membantu Bi Sima menyeka keringat di dahinya.
Perempuan mungil itu rupanya belum menyadari dengan apa yang baru saja di katakan Bi Sima, mungkin karena terlalu senang bisa mendapatkan teman ngobrol yang sopan dan baik hati.
"T-tidak, Nona. Lebih baik saya menemani Nona muda sampai selesai sarapan disini saja." jawab Bi Sima saat berada didepan pintu dengan tubuh sedikit bergetar.
"Eoh, tidak bisa begitu dong, Bi. Syilla kan takut kalau makan sendiri. Kak Izzu juga tiba-tiba pergi tadi, padahal Syilla belum diberi makan." Rengek perempuan itu sedikit kesal.
"T-tapi, Nona--"
"Sebentar, Syilla akan menelepon Kak Izzu dulu." potong Syilla kesal, pelaturan macam apa itu? Melarang para pelayan masuk kamarnya, bukankah itu sangat menyebalkan sekali.
Mendengar Syilla akan menelepon Tuannya, Bi Sima sampai kesusahan menelan ludahnya sendiri, rasa takutnya itu membuat tubuhnya bergemetar hebat,
Ponsel mahal Syilla berbunyi membuat wanita mungil itu kesal karena ada-ada saja yang mengganggunya bercerita dengan Bi Sima. Padahal perempuan itu sempat akan menangis saat mengingat kenangan menyakitkan di masa lalu. Namun, gara-gara ponselnya berdering membuatnya mengumpat berkali-kali. Wanita itu langsung melihat layar ponselnya yang tertera nama 'Kak Leon🐈' disana, membuat wanita itu mengerutkan kening dalam kebingungan. 'Ada apa Kak Leon telepon aku, kalau masalah Kak Darren-- Oh, tidak!! Angkat nggak ya?' Syilla berguman dengan bingung sendiri, membuat Bi Sima juga ikut bingung. "Ada apa, Nona. Kenapa teleponnya tidak diangkat?" "Eh.. nggak, Bi. Nggak ada apa-apa kok." Deringan telepon dari Leon tidak juga mau berhenti membuat Syilla bertambah frustasi karena takut untuk bertemu Darren. Izzuddin sedang berada diluar dalam urusan pekerjaan, Bagaimana mungkin? Hingga tanpa sadar tombol hijau tergeser ke atas.
Seperti anjing yang dilatih majikannya untuk berenang, Syilla hanya menurut saja. Perempuan itu langsung duduk diatas karpet busa dan mulai membuka bukunya, walaupun ia agak lupa rumus-rumus matematika tapi kan disini ada guru privatnya jadi apa gunanya jika nanti bisa bertanya dengan suaminya sendiri. Syilla tampak fokus dengan soal-soal yang suaminya berikan, perempuan itu sudah beberapa kali mencorat-coret kertas kosong yang tersedia di dekatnya. Kalkulator manual sudah tersedia dimeja, perempuan itu hanya bisa membolak-balikkan lembar demi lembar untuk mencari rumus yang ada didalam buku itu. Izzuddin tampak tersenyum simpul melihat istrinya menurut kali ini, nggak seperti dulu banyak mengeluh, merengek dan menangis. Masih teringat dalam otak pintarnya, dulu Izzuddin sampai tega tidak memberikan gadis kecilnya sekedar camilan hanya karena tidak selesai-selesai mengerjakan PR matematika. "Kak, Syilla lapar.." "Selesaikan tuga
Sementara lelaki itu tampak santai saja sambil makan camilan kesukaan istrinya, apa lagi kalau bukan keripik mbote dan french fries juga avocado juice yang sebenarnya nggak suka-suka amat sama juice hijau itu. Syilla melirik suaminya kesal, bisa-bisanya lelaki itu membuatnya badmood panasnya siang ini dengan disuruh ngerjain soal-soal sebanyak ini tanpa dikasih camilan sedikitpun, istirahat sedikitpun langsung dikasih tatapan maut, sungguh sial. Karena sudah tidak dapat berpikir lagi hanya karena tidak ada camilan di depannya, Syilla langsung menatap Izzuddin seperti kucing manis yang menggemaskan. Tahu jika wanitanya itu tengah ingin camilan ditangannya, Izzuddin langsung bergerak untuk semakin menggodanya. "Apa lihat-lihat, mau ini?" ujar Izzuddin sambil menunjukkan french fries dan avocado juice pada istrinya dan Syilla manggut-manggut lucu. Sungguh sangat mengemaskan sekali. "Mau," "Kerjakan soalnya dulu." "Sial, kalau nggak niat n
Hari kini berganti minggu, minggu berganti bulan, tak terasa sudah 3 bulan Izzuddin menjadi guru privat istrinya sendiri; Arsyilla Bellvania El Barak. Perempuan bar-bar tapi polosnya ngalahin polesan gergaji mesin saat memotong kayu, kini wanita mungil itu sedang bersorak gembira karena ia sudah dinyatakan lulus SMA 100% dengan hasil yang memuaskan. Tanpa melupakan status dan kewajibannya sebagai seorang istri, Syilla mampu menunjukkan keahliaannya dalam belajar cepat. Izzuddin senang melihat hasil ujian istrinya itu begitu memuaskan, sebenarnya tak tega pada wanitanya tapi ini yang ingin ia lakukan agar pendidikan istrinya tidak putus di jalan. Alhasil, menjadi guru privat sejak wanita itu masuk SMA dan sering menggodanya hingga sering membuat Syilla berteriak-teriak kesal adalah hobinya. Syilla sendiri kini sudah biasa dengan guru killer yang menyebalkan itu, belajar dengan giat dan lebih semangat lagi sampai ia dinyatakan lulus SMA mingg
'Ya Allah, kenapa rasanya sakit sekali, aku benar-benar takut hal itu terjadi. Tolong, jangan korban putraku lagi, hanya dia anak kami satu-satunya.' Bathinnya menjerit menahan sesak, tapi ia tetap berusaha bertahan hanya demi masa depan Darrell Frederich, putra semata wayangnya itu. Syilla keluar dari lift dengan langkah sempoyongan dan tatapan kosong seperti sudah pasrah akan mau dibawa kemana rumah tangganya nanti, wanita itu melewati para bodyguard yang biasanya berjaga didepan kamarnya. "Ya Tuhan, Mommy sampai tidak sanggup mengendongmu terlalu lama, boy." Ungkapnya sambil mengusap lembut rambut coklat milik Darrell. Syilla bahkan mengaku dia cukup kelelahan saat mengendong Darrell yang sedang terlelap begitu nyenyak. Bagaimanapun juga bayi itu akan semakin berat karena Izzuddin terus menjejalkannya vitamin agar putranya sehat terus, dan nafsu makannya bertambah setiap harinya. "Jangan! Biar kubuka sendiri." Cegah wanita mungil itu
Marry yang biasanya menemani Syilla menanam bunga dan buah-buahan segar diladang, kini menuntun Nyonya besarnya menemui kakak iparnya di perpustakaan, Ezha dan Matthew. Sedikit ada rasa iba karena wanita mungil itu tetap keras kepala mengesampingkan keadaannya yang sedang sakit daripada tidak menghargai Kakak iparnya yang datang untuk bermain. Tepat saat berada di ruang perpustakaan keluarga tiba-tiba Syilla jatuh pingsan, refleks Marry memeluk istri Tuannya itu panik. Ezha yang melihat hal itu langsung panik, Matthew dengan sigap mengendong Syilla menuju sofa panjang, berteriak memanggil Izzuddin pun tak mungkin, karena Mansion itu didesain 7 lapis.. eh, maksudnya 7 lantai dengan desain kedap suara jadilah hanya layar cctv tersembunyi yang sedang bekerja 24 jam non-stop. Posisi Izzuddin tengah berada di kamar utama tepatnya dilantai 5, sementara tempat Syilla tak sadarkan diri berada dilantai 2. "Nyonya.." "Syilla, hey... dik, kamu kenapa? Adu
"Kamu lupa jika Kakak adalah orang pertama yang merestui hubungan kalian berdua." Ezha berkata dengan nada gemas sambil berdecak pinggang. "Kamu ingat tidak, waktu kamu tiba-tiba menghilang selama hampir setengah tahun, waktu itu adalah hari Anniversary ke-2 untuk kalian berdua. Tapi, kamu malah menghilang dan dikabarkan sedang berada di China selama enam bulan, untuk mengikuti ujian praktek disana." Syilla langsung menunduk ketika mendengar cerita Ezha barusan, saat itu ia menghilang bukan karena berada di China. Saat itu ia sedang berjuang untuk mempertahankan bayinya agar tetap hidup, Syilla juga menghabis waktu selama enam bulan hanya untuk proses pemulihan di Paviliun Darren. Syilla juga terharu ketika Ezha tak melupakan perjuangan Izzu dan Syilla untuk meminta restu kedua pihak keluarga yang semulanya ditentang keras oleh Ibu Syilla karena disisi lain ada Darren, kekasih kecil Syilla. Ibu Nia tidak ingin putrinya memainkan perasaan Darren Frederich yang
"Eh, berhenti!! Syilla dan Bilal mau aku ajak jalan-jalan, memangnya kamu nggak kasihan apa Mansion segede ini harus setiap hari meninggalkan Istri dan Anak sendirian. Kamu tuh, ya!! Seharusnya tinggal dirumah Ayah saja di Indonesia, kan enak kita semua bisa jagain Syilla dan Bilal, nggak seperti ini bodyguard dan pelayan kamu tambah terus. Ya, Kakak tahu kamu itu pakai uang sendiri buat bayar mereka, bahkan sampai susah payah bekerja bagai kuda, sampai berani membuat Istana mewah ini di Negara orang." Mendengar cercaan Ezha yang menurutnya sangat berbelit-belit membuat lelaki itu menghela nafas kasar, lelah dan kesal. Ingin rasanya lelaki itu menjawab dengan sinis, jika Mansion ini adalah rumahnya sejak ia kecil. Namun, sudahlah! Lagi pula Ezha tidak akan mengerti. "Sudah 'kan? Syilla, ayo ikut." Dengan kasar Izzuddin menarik tangan Istrinya dari rangkulan perempuan cerewetnya itu, ia mengambil langkah seribu membuat Syilla kesusahan untuk men