Perempuan bar-bar tapi polosnya ngalahin polesan gergaji mesin saat memotong kayu, kini wanita mungil itu sedang bersorak gembira karena ia sudah dinyatakan lulus SMA 100% dengan hasil yang memuaskan.
Tanpa melupakan status dan kewajibannya sebagai seorang istri, Syilla mampu menunjukkan keahliaannya dalam belajar cepat. Izzuddin senang melihat hasil ujian istrinya itu begitu memuaskan, sebenarnya tak tega pada wanitanya tapi ini yang ingin ia lakukan agar pendidikan istrinya tidak putus di jalan.
Alhasil, menjadi guru privat sejak wanita itu masuk SMA dan sering menggodanya hingga sering membuat Syilla berteriak-teriak kesal adalah hobinya. Syilla sendiri kini sudah biasa dengan guru killer yang menyebalkan itu, belajar dengan giat dan lebih semangat lagi sampai ia dinyatakan lulus SMA mingg
'Ya Allah, kenapa rasanya sakit sekali, aku benar-benar takut hal itu terjadi. Tolong, jangan korban putraku lagi, hanya dia anak kami satu-satunya.' Bathinnya menjerit menahan sesak, tapi ia tetap berusaha bertahan hanya demi masa depan Darrell Frederich, putra semata wayangnya itu. Syilla keluar dari lift dengan langkah sempoyongan dan tatapan kosong seperti sudah pasrah akan mau dibawa kemana rumah tangganya nanti, wanita itu melewati para bodyguard yang biasanya berjaga didepan kamarnya. "Ya Tuhan, Mommy sampai tidak sanggup mengendongmu terlalu lama, boy." Ungkapnya sambil mengusap lembut rambut coklat milik Darrell. Syilla bahkan mengaku dia cukup kelelahan saat mengendong Darrell yang sedang terlelap begitu nyenyak. Bagaimanapun juga bayi itu akan semakin berat karena Izzuddin terus menjejalkannya vitamin agar putranya sehat terus, dan nafsu makannya bertambah setiap harinya. "Jangan! Biar kubuka sendiri." Cegah wanita mungil itu
Marry yang biasanya menemani Syilla menanam bunga dan buah-buahan segar diladang, kini menuntun Nyonya besarnya menemui kakak iparnya di perpustakaan, Ezha dan Matthew. Sedikit ada rasa iba karena wanita mungil itu tetap keras kepala mengesampingkan keadaannya yang sedang sakit daripada tidak menghargai Kakak iparnya yang datang untuk bermain. Tepat saat berada di ruang perpustakaan keluarga tiba-tiba Syilla jatuh pingsan, refleks Marry memeluk istri Tuannya itu panik. Ezha yang melihat hal itu langsung panik, Matthew dengan sigap mengendong Syilla menuju sofa panjang, berteriak memanggil Izzuddin pun tak mungkin, karena Mansion itu didesain 7 lapis.. eh, maksudnya 7 lantai dengan desain kedap suara jadilah hanya layar cctv tersembunyi yang sedang bekerja 24 jam non-stop. Posisi Izzuddin tengah berada di kamar utama tepatnya dilantai 5, sementara tempat Syilla tak sadarkan diri berada dilantai 2. "Nyonya.." "Syilla, hey... dik, kamu kenapa? Adu
"Kamu lupa jika Kakak adalah orang pertama yang merestui hubungan kalian berdua." Ezha berkata dengan nada gemas sambil berdecak pinggang. "Kamu ingat tidak, waktu kamu tiba-tiba menghilang selama hampir setengah tahun, waktu itu adalah hari Anniversary ke-2 untuk kalian berdua. Tapi, kamu malah menghilang dan dikabarkan sedang berada di China selama enam bulan, untuk mengikuti ujian praktek disana." Syilla langsung menunduk ketika mendengar cerita Ezha barusan, saat itu ia menghilang bukan karena berada di China. Saat itu ia sedang berjuang untuk mempertahankan bayinya agar tetap hidup, Syilla juga menghabis waktu selama enam bulan hanya untuk proses pemulihan di Paviliun Darren. Syilla juga terharu ketika Ezha tak melupakan perjuangan Izzu dan Syilla untuk meminta restu kedua pihak keluarga yang semulanya ditentang keras oleh Ibu Syilla karena disisi lain ada Darren, kekasih kecil Syilla. Ibu Nia tidak ingin putrinya memainkan perasaan Darren Frederich yang
"Eh, berhenti!! Syilla dan Bilal mau aku ajak jalan-jalan, memangnya kamu nggak kasihan apa Mansion segede ini harus setiap hari meninggalkan Istri dan Anak sendirian. Kamu tuh, ya!! Seharusnya tinggal dirumah Ayah saja di Indonesia, kan enak kita semua bisa jagain Syilla dan Bilal, nggak seperti ini bodyguard dan pelayan kamu tambah terus. Ya, Kakak tahu kamu itu pakai uang sendiri buat bayar mereka, bahkan sampai susah payah bekerja bagai kuda, sampai berani membuat Istana mewah ini di Negara orang." Mendengar cercaan Ezha yang menurutnya sangat berbelit-belit membuat lelaki itu menghela nafas kasar, lelah dan kesal. Ingin rasanya lelaki itu menjawab dengan sinis, jika Mansion ini adalah rumahnya sejak ia kecil. Namun, sudahlah! Lagi pula Ezha tidak akan mengerti. "Sudah 'kan? Syilla, ayo ikut." Dengan kasar Izzuddin menarik tangan Istrinya dari rangkulan perempuan cerewetnya itu, ia mengambil langkah seribu membuat Syilla kesusahan untuk men
Darrell tampak mengangguk patuh kemudian menyandarkan kepalanya di dada Syilla, bayi itu seolah tidak peduli apapun yang dilakukan orang dewasa. "Kak, sebaiknya kita periksa sekarang saja. Syilla tidak ingin lama-lama meninggalkan Kak Izzu di rumah." "Huff... padahal Kakak masih ingin memanjakan calon keponakan Kakak itu, walaupun masih pakai uang Izzu. Hehehe.." Mendengar ucapan Kakak iparnya itu mau tidak mau Syilla hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Memang benar mereka berdua jalan-jalan juga menggunakan black card hasil meminta secara paksa dari Izzuddin tadi pagi, siapa lagi jika bukan Ezha dalangnya. Lagi-lagi wanita mungil itu harus menahan hasrat ingin memeluk suaminya, mengingat sebentar lagi akan ada hari speisal untuk mereka berdua. Akhirnya ia hanya bisa mengusap lembut baby tummy nya lembut seraya berkata; 'Sabar dulu ya, Sayang. Sebentar lagi kita akan buat kejutan buat Daddy, kamu baik-baik saja disana. Mom, menyayangimu.'
"Adik ipar, kamu dimana?" Teriak cempreng ala Nafeeza pagi-pagi seperti biasanya, membuat para pelayan dan bodyguard yang sedang bertugas dengan pekerjaannya masing-masing menoleh kearah Kakak perempuan dari Tuan besarnya itu. "Maaf, Non. Nyonya Syilla dengan berada di Ladang." Seru salah satu pelayan sopan, Ezha mengerutkan kening dengan bingung. "Kenapa Syilla bisa ada di Ladang, bukankah itu pekerjaan kalian?" "Benar, Non---" "Kak Ezha.." saut Syilla dengan mata berbinar-binar, perempuan mungil itu tampak sedang membawa bakul berisi aneka sayur dan buah-buahan segar. Melihat hal itu, Ezha langsung merebut bakul tak berdosa itu dari gendongan Syilla dan memberikannya pada salah satu pelayan yang baru saja berbicara dengannya. "Kamu itu ya, seharusnya jangan mengangkat yang berat-berat, ngerti nggak sih? Aduhh.." hardik Ezha frustasi. Syilla jangan ditanya, perempuan itu malah mengerutkan kening sedikit kebingungan dengan t
"Cih, sudah berani menolak suami sendiri, huh? Oh, saya tahu sekarang, apa selama dua hari ini kamu sudah berselingkuh dariku? Atau kamu masih belum melupakan Ayah kandung Darrell, mengingat kalian berdua sudah memiliki anak di belakangku." "T-tidak, tolong jangan salah paham dulu, Kak. Syilla tidak--" Syilla langsung dengan cepat memegang lengan suaminya itu dengan tatapan berkaca-kaca, Syilla tampak ingin menjelaskan kesalahpahaman Izzuddin padanya namun sepertinya lelaki itu sudah terbakar api curiga. "Okay, dalam 30 menit lagi saya akan ke London, jadi jangan mengganggu saya dengan merengek minta video call dalam seminggu. Menurutku itu cukup untuk kalian bisa bersama lagi, kan?" Lelaki itu meranjak dari tubuh mungil istrinya dengan tatapan penuh kekecewaan, menatap kearah lain seolah malas melihat wajah menyedihkan milik Arsyilla. "Tidak, ini semua tidak benar, Kak. Syilla tidak pernah--" Tanpa peduli Istrinya yang tengah merengek
Syilla beranjak dari duduknya dan mengikuti Dokter Miranda menuju ranjang pemeriksaan, dengan hati-hati Ibu muda itu berbaring gugup diatas brankar. Ia benar-benar takut jika nanti dugaannya salah dan hasilnya akan membuatnya kecewa dan paling dia takuti ketika melihat wajah kecewa Ezha. 'Bismillah.' Gumannya pelan walau sebenarnya ia masih cukup sadar dengan tatapan aneh dari dokter tersebut. Kebetulan siang ini Syilla sedang tidak memakai gamis panjang, jadi ia hanya memakai tank top hitam dilapisi cardigan pelangi cukup tebal untuk menutupi tubuhnya dari penglihatan para pria nakal, tak lupa kain pashmina panjang yang ia kenakan di kepalanya, membuatnya tampak menjadi remaja yang masih asyik bermain-main diluar sana, cantik dan menggoda. Kini dengan mudah tank topnya di naikkan keatas menampilkan perutnya yang sedikit menonjol. Perempuan itu tampak melirik Dr. Miranda cukup was-was, mengingat sejak mengenal Darren, ibu muda satu anak itu sel