Sinar lembut matahari pagi kini telah terpancar indah menyinari bumi, juga wajah polos sosok gadis yang masih betah terlelap di bawahnya. Seakan-akan matahari itu telah memberikan kehangatan juga ketenangan pada gadisnya yang tampak rapuh, membuat sinarnya menganggu tidur nyenyak sang gadis.
"Eughh.." lenguh si gadis malang yang bernama Arsyilla Bellvania Azzahra, yang lebih akrab dipanggil Syilla.
Gadis itu mengeliat lucu karena tidur nyenyaknya terganggu, sehingga memaksanya bangun di sertai ringisan sambil memegang kepalanya yang agak nyeri.
Mungkin karena semalaman ia berteriak dan menangis kesetanan membuatnya makin lemah pagi ini. Seketika terukir senyuman devil di bibir merahnya, diiringi mata bening yang sembab tengah sedang menatap sunrise nan indah juga menyejukkan di atas tebing. Dimana hanya tempat itu yang bisa membuat ia menumpahkan semua beban juga amarahnya semalam.
Cukup lama Syilla menatap sinar matahari pagi nan sejuk itu, hingga kini terasa udara pagi sangat panas, kemungkinan besar karena kini memasuki cuaca panas. Entah, apa yang di fikirkan gadis itu, ia hanya menyungingkan senyumnya sedari tadi. Setelah puas menatap sinar matahari yang lama-lama akan membuatnya pingsan nanti, karena ia tidak dapat menahan terlalu lama terik sinar matahari. Syilla beranjak pergi dari tempat curam mematikan itu tanpa berkata apa-apa lagi, wajah yang selama ini terpancar kepolosan dan keluguannya. Kini berubah menjadi datar juga dingin, tatapannya berubah menjadi tajam dan menusuk, siapapun yang melihatnya akan bergemetar ketakutan karena perubahan draktis sosok polos itu.
Ketika Syilla baru membuka pintu kamarnya, diatas ranjang miliknya sudah ada sosok perempuan paruh baya menatapnya nyalang bak siap menerkamnya bulat-bulat. Ini pertama kali Syilla sehari-semalam penuh tak pulang membuat sang Nenek yang terkenal cerewet dan tegas itu menangisinya semalaman suntuk, karena tak pulang-pulang dari bermain, bahkan baju kemarin sore masih melekat ditubuh mungil gadis itu.
"Dari mana saja kau, huh! semalaman tak pulang, keluyuran kemana saja kau?" cerca Neneknya frustasi, sambil memegang bahu Syilla dengan tangan gemetaran.
"Bukan urusanmu." Desis gadis itu dingin dan menusuk.
Dengan sekali hempasan Syilla terbebas dari cengkraman wanita paruh baya itu. Dengan santai Syilla mengemas beberapa potong bajunya ke dalam ransel kecil, tak peduli Neneknya yang menatap bingung akan tingkah nekadnya.
Hal itu membuat Neneknya panik dan akhirnya tersadar dengan apa yang akan dilakukan cucunya itu? Frustasi melihat hal yang tak Nenek inginkan, Nenek langsung mengeluarkan baju-baju yang dikemas Syilla dengan kasar.
"Apa yang kau lakukan, huh! Apa--"
"DIAM." Bentak gadis itu dengan aura membunuh, membuat Neneknya tertegun juga ketakutan, karena bentakan Syilla terdengar begitu kejam.
Setelah selesai berkemas Syilla beranjak keluar dari rumah yang sudah memberinya kehidupan suka-duka, selama 17 tahun lamanya tanpa pamitan pada sang Nenek yang menangis meraung-raung bak orang gila.
Entah, apa yang dipikirkan gadis mungil itu sehingga memutuskan meninggalkan rumah tanpa berkata apapun, hanya aura dingin yang menyelimuti sekitar. Bahkan, para tetangga sebelah mundur ketakutan saat melihat perlakukan kejam Syilla.
"Syillaaa... kamu mau kemana, Nak... jangan pergi hiks hiks... kembalilah, Nak... SYILLA...." teriakan pilu si Nenek mengema.
Syilla yang merasa bersalah telah kasar pada Neneknya, hanya bisa menulikan pendengarannya, berharap setelah ini akan baik-baik saja. Hanya ego yang kini menyelimuti pikiran dan hatinya, bahkan ia malah mempercepat langkah kakinya tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.
Kini, Syilla menginjakkan kakinya di kota yang mungkin cukup asing bagi seorang Arsyilla Bellvania Azzahra. Tetapi, cukup membuat orang lain berlari berbirit-birit ketakutan. Karena kota itu sudah dijuluki kota mati. Konon, beberapa tahun lalu ada pembantaian massal di kota khusus yang dipimpin Seorang Mafia plus Psycopath kejam berdarah iblis bersama wanitanya yang memiliki julukan otak licik 'Queen Frederich'.
Entah, apa motivasi Mafia itu melakukan pembantaian pada manusia tak berdosa. Syilla hanya bisa mengangkat bahu acuh dan tetap berjalan menelusuri gang perumahan yang tampak mengerikan dan angker tak berpenghuni.
Tembok-tembok pagar dan rumah-rumah kompleks sudah usang penuh percikan darah yang sudah mengering dan dibiarkan ditumbuhi tanaman liar. Tengkorak dan kerangka manusia pun berceceran di sana, sepertinya perumahan itu bekas pertempuran sengit bersejarah.
Tanpa rasa takut sedikitpun gadis itu berjalan santai memasuki hutan, setelah berjalan cukup panjang dari perumahan Jalan Elizabeth dan Jalan Albert Titanous tadi.
Di tengah-tengah hutan sana, dari kejauhan terlihat Rumah minimalis bergaya Tionghoa berdiri kokoh dengan dikelilingi pagar besi yang dirancang khusus dengan tegangan listrik mematikan. Sehingga siapapun yang mencoba menerobos masuk gerbang itu, maka siap-siap akan mati sia-sia.
Di gerbang masuk sudah disuguhi empat ekor anjing liar, yang bertugas menjaga paviliun megah itu. Anehnya, Syilla masuk dengan mudah bahkan saat menyentuh pagar bertegangan listrik pun ia seakan menyentuh pagar besi biasa, seolah tahu jika majikannya pulang, empat anjing itu hanya menunduk patuh.
Gadis itu terus berjalan dengan angkuh, melewati taman beraneka bunga termasuk mawar, tulip dan melati yang menghias indah halaman paviliun megah bertema alam.
Tanpa rasa takut di dorongnya pintu kayu cendana yang terdapat ukiran naga yang membentang indah, menghiasi pintu besar dua sisi.
Walaupun disisi kanan-kirinya ada dua bodyguard yang berjaga, tapi Syilla tak peduli. Hal pertama yang membuat orang-orang takjub dan rasa takut hilang seketika adalah? Rumah itu rapi dan beraroma terapi mawar dan cengkeh juga mint, tak ada penampakan angker atau hal mistis lainnya, hanya rasa sejuk dan menenangkan yang ada.
Ruang tamu yang tak begitu jauh dari pintu utama, menampakkan keindahannya dengan sofa mahal berlapis busa dan kulit harimau asli terjejer rapi hingga terbentuk huruf 'L'.
Di depannya juga ada meja kaca berukiran kayu cendana dengan kolam ikan kecil di bawahnya untuk menambah kesan keindahan bahan alam. Di sana, juga ada karpet busa tebal digelar begitu cantik, guci kristal juga lampu lampion merah juga bergelantungan dilangit-langit, rumah itu dari luar memang menampakan kesan sederhana. Tetapi saat masuk akan disuguhkan keindahan alam yang menyejukan karena bertema alam yang sangat kental.
Kaki jenjang Syilla melangkah ke arah undak-undakan tangga menuju lantai dua, karena saat mendeskripsikan keindahan ruang tamu barusan telinganya yang sensitif mendengar tangisan bayi dari lantai atas, ia harus mencari sumber suara itu cepat-cepat.
Tibalah didepan kamar utama yang di desaign khusus, karena sumber suara tangisan bayi barusan berasal dari kamar utama. Tanpa mengetuk dulu gadis itu langsung mendorong knop pintu, tak ada ucapan permisi sedikitpun, dan ketika masuk langsung disuguhkan kamar bernuansa hitam-putih.
Mata indahnya menemukan sosok lelaki yang berdiri kokoh dibalkon kamarnya, dan tetap fokus menatap taman belakang rumahnya. Dengan lengan kokohnya mengendong gumpalan lemak yang tak lain tak bukan adalah.
Seorang Bayi laki-laki yang sudah terlelap karena habis menangis beberapa menit lalu, terlihat bibir mungilnya sedang mengenyot silikon susu botolnya dengan lahap.
Tak ada gerakan sedikitpun dari lelaki itu ketika Syilla mendekatinya, bahkan untuk sekedar menoleh atau menyambut gadis itu pun tidak ada. Seperti sudah biasa jika rumahnya menjadi tempat pelarian Syilla sejak dulu, Syilla masuk kamar itu tanpa memikirkan sopan-santun lagi, hingga berdiri tepat di samping lelaki itu.
Mata indahnya menatap sayu bayi yang tampak tenang di lengan kekar lelaki itu. Syilla tak menyapa atau hanya sekedar basi-basi mengajak ngobrol Tuan rumah itu yang biasa tamu lakukan. Gadis itu tak terlihat ketakutan atau malu, atau tak enak hati sudah lancang masuk rumah orang tanpa permisi.
Di usaplah kepala bayi itu lembut, mengecup hangat dahi si bayi seakan menyampaikan kerinduan yang amat sangat pada gumpalan lemak bernyawa itu. Tak ingin berlama-lama gadis itu keluar dari sana menuju kamar lain, untuk membersihkan diri yang amat terasa lengket karena sedari kemarin tak mandi.
Seesoknya Syilla tetap masuk sekolah seperti biasa, kini sebuah mobil sports hitam jenis buggati divo keluaran terbaru, mendarat mulus didepan halte yang cukup jauh dari tempat Syilla menimba ilmu. Gadis itu tetap tak beranjak keluar dari mobil, malah terlihat asyik bersenda gurau dengan bayi laki-laki yang terus tertawa dipelukannya.
##Li.Qiaofeng
Hanya memberi waktu tujuh hari untuk Syilla membolos sekolah, karena gadis itu butuh waktu menenang jiwa dan pikirannya yang terguncang. Bahkan selama seminggu ini Syilla tinggal bertiga dengan Mr. Freezer dan Baby Boy (sebutan ala Syilla). Lelaki blasteran China-Rusia yang sialnya mirip dengan kekasih hatinya yang selama seminggu ini ia tinggalkan, namun ia seperti tak pedulikan hal itu. Sementara lelaki yang duduk tenang dikursi pengemudi tetap fokus kedepan, saat mata elangnya melirik tingkah gadis di sampingnya yang sedang asyik menggoda bayinya tanpa menyadari jika mereka sudah sampai, hingga terlontar pertanyaan singkat dari bibir sexy nya yang akan membuat siapapun melihatnya akan agresif ingin menciumnya. "School or go home?" Satu pertanyaan pertama muncul dari bibir sexy lelaki itu. Suaranya y
Syilla yang merasa paling tersakiti disini, memutuskan untuk pergi dengan cepat ia mengemas buku-bukunya. Saat hendak pergi dari hadapan pemuda yang sangat ia cintai itu tiba-tiba lengannya dicekal erat oleh lelaki itu membuat Syilla meringis. Izzuddin mulai menunjukkan tatapan tajam, akan jawaban gadisnya yang mengisi hatinya selama tiga tahun lebih. Kecewa, sakit, cinta, penghianatan melebur menjadi satu dalam hati Izzuddin, bagaimana bisa gadis itu menghianatinya seperti ini. Di manakah janji setianya dulu? Di manakah gadis kecilnya dulu? Hari ini, detik ini Izzuddin tak lagi melihat mata indah miliknya dulu terpancar begitu indah, ia hanya bisa melihat tatapan membunuh itu menghumus dalam kedalam kornea sepasang mata coklatnya. "Bukan urusan anda." potong Syilla dingin. Ini pertama kalinya
Walaupun sebenarnya ia tak sanggup berdiri, berjalan tertatih keluar perpustakaan karena hatinya terasa sangat nyeri, jika berlama-lama ditempat saksi bisu perpisahannya dengan Izzuddin barusan. Menghapus kasar sisa air matanya tanpa peduli Siska yang menatapnya iba, dengan sekuat tenaga ia berlari kearah Taman belakang Sekolah yang jarang dikunjungi para siswa-siswi Sekolah. Di taman itu, dibawah pohon belimbing manis yang cukup lebat, Syilla menangis histeris lagi, lagi dan lagi. Sambil menutup wajahnya, menjambak rambut panjangnya, gadis itu tampak frustasi, ia kalut ia hancur tak tersisa lagi. 'Aaarrrggghhh... aku benci ini, aku benci.. hiks..' bathinnya menjerit tak terima. Tiba-tiba gadis itu meringis karena kepalanya terasa begitu nyeri, pandangannya mulai memburam, dalam hitungan detik ia merasa pandangannya mulai mengelap hingga hilang sudah kesadarannya dan tumbang tergeletak disana.
"Aduhhh... sakit, sayang! Aduhh.. ampunn..." ringis Izzuddin ketika Syilla menghadiahinya cubitan pedas di pinggangnya. "Dasar menyebalkan, mentang-mentang pintar, sombongnya minta ampun, makanya ajarin Syilla. Jangan cuma bicara doang tapi nggak di ajarin." Gerutu gadis itu sambil mencebik lucu. "Mau minta ajarin, hm? Tapi Kakak nggak pintar-pintar amat, tapi kalo minta ajarin panas-panasan diranjang, wah... ayo, hari ini juga Kakak siap, gimana?" goda Izzuddin sedikit, padahal ia hanya menjahili kekasihnya saja. "Kyaa... dasar mesum, tenggelam sana di lautan... bugh.. bugh.." pekik Syilla geregetan sendiri sambil memukul-mukul lengan lelaki itu dengan brutal. Si korban pun bukannya meminta ampun malah tertawa berbahak-bahak, sore ini pasangan Zuddilla terisi dengan canda-tawa bersama, membuat yang menyaksikan tawa sepasang kekasih itu iri dibuatnya. "Syilla." Panggil lelaki itu tiba-tiba dengan nada mengi
Izzuddin Elbarak, hanya bisa memandangi wajah polos gadis kecilnya miris dengan keadaan terlelap dikamar pribadinya. Lelaki itu membawa gadis kecilnya ke Apartemen pribadinya pasca tak sadarkan diri beberapa jam lalu, dari mata indahnya yang masih setia tertutup. Lelaki itu bisa menganalisis jika gadis kecilnya ini kebanyakkan menangis juga memikul beban berat yang selama ini ia tutupi dengan senyuman polos nan manjanya. Bukan berarti Izzuddin tak peka selama ini, tapi sudah beberapa kali ia menanyakan; 'ada masalah apa? Ceritakan sama Kakak keluh kesahmu, bukannya selama ini kamu menganggap Kakak bukan hanya kekasihmu, tapi juga seorang Kakak pada adiknya?' Bukannya menjawab, Gadis kecilnya itu malah berlagak bodoh dan polosnya minta ampun. Hanya untuk mengalihkan perhatian dengan alasan lapar, haus, ngantuk kadang manja bak anak kecil pada Ayahnya. Izzuddin
"Jika dengan membunuhku bisa membuatmu sembuh, maka lakukanlah sekarang... itu jauh lebih baik daripada setelah memukulku, kamu malah repot-repot membawaku ke Rumah sakit dan pergi begitu saja. Inikah cinta yang selalu kamu ucapkan padaku? Membiarkan diriku opname di Rumah sakit tanpa kamu rawat sendiri, Oh... barusan kamu mengigau minta agar aku tak pergi, tapi kamu sendiri yang menyuruhku pergi, lalu katakan apa mau mu, hm?" Tanpa banyak kata-kata yang keluar dari bibirnya, Izzuddin mencium dahi, pipi, hidung dan terakhir bibir merah yang berani-beraninya melumat bibirnya dengan agresif, bibir yang tak pernah ia sentuh. Biarlah di tanggal ini, di jam ini sebagai saksi bisu dua pasang kekasih tak saling mencintai itu merasakan apa yang dinamakan first kiss untuk pertama dan terakhir kalinya. Ciuman yang paling menyakitkan hingga tanpa sadar lelehan cairan bening di sudut mata lelaki itu menetes. Kini sinar matahari pagi m
Dunia itu bagaikan roda berputar, kadang kita ada dibawah, kadang kita ada diatas, semuanya terjadi tanpa kita sadari. Manusia hidup di bumi hanya untuk menjalani skenario yang Tuhan susun begitu rapi disaat kita dilahirkan ke dunia. Skenario itu bisa saja berubah sesuai doa dan permohonan kita pada sang kuasa, tapi yang tidak bisa kita ubah adalah Jodoh, Rezeki dan Ajal. Seperti hidup gadis malang yang menatap kosong isi kamar, sudah dua bulan lebih 7 hari ralat sudah 9 minggu Syilla tak melakukan apapun dikamar milik lelaki yang telah meninggalkan rumahnya 2 bulan lalu. Bagaikan mayat hidup terkena penyakit kering, tubuh mulai mengkurus, pipi mulai menirus, kantong mata menghitam karena insomnia, jejak air mata yang mengering pun terlihat, sementara kedua tangannya bergemetar sambil memeluk dua bingkai foto yang selama dua bulan ini menjadi kekuatannya untuk tetap h
Kini gadis itu duduk tegak didepan Victo, seakan siap untuk di interview. Victo tersenyum geli ketika melihat raut wajah tegas gadis itu. Seakan tahu jika Victo tak menerima Syilla sebagai karyawannya, maka gadis itu akan mengamuk atau merayunya, licik benar gadis berwajah polos di depannya itu. "Ceritakan?" "Ceritakan apanya? Syilla tak punya pengalaman pekerjaan." Jawab gadis itu polos. "Maksudku? Selama ini kamu tinggal di-" "Kakak ingin menginterogasiku atau menginterview ku?" Potongnya kesal. "Melamarmu? Bagaimana apa diterima?" Jawabannya enteng. "Kau benar-benar menyebalkan, apa kau tak takut pada sepupumu itu?" "Ngapain harus takut sama Izzu, jika sama-sama suka makan nasi." jawab Victo enteng. "Oh," jawab Syilla hanya ber'oh ria saja sambil mengangguk polos. "Syilla, katakan bagaimana bisa kamu berada di daerah
"Jauhkan mawar sialan itu dariku," pekiknya dengan nada panik. "Kenapa? Mawar ini kesukaan cucu menantumu, kau--" "Aku mohon, tolong jauhkan mawar itu dariku.." pintanya dengan nada ketakutan ketika aku mendekatkan kelopak mawar itu tepat didepan wajahnya. "Darren, tolong! Maafkan aku, aku janji tak akan mengejar Xiao Fu dan anak-anakmu lagi, t--tolong, jauhkan itu dariku--" "Apa? coba panggil namaku dengan jelas." "D-Darren... t-tidakk.. maksudku.. King Frederich.. tolong--"Plakk...Suara tabrakan antara telapak tanganku dan pipi tirus penyihir tua itu terdengar renyah di pendengaranku, tubuh ringkih itu terlempar ke lantai cukup keras."Ulangi..""K-king.. tolong ampuni aku.. hiks..." pintanya memelas sambil mencuri-curi lirikan kearah mawar merah keemasan di tanganku ini.Senyum meremehkan ku tunjukkan dengan santai, berjongkok di depannya yang tampak tubuh kurus bergetar ketakutan. "Apa apa, Nenek? kenapa kau melihatku seperti itu?"Reveena hanya menggelengkan kepalanya lemah
"Tidakkk... tolong lepaskan aku, Nek? Hiks.. hiks.. tolong kasihani aku, aku mohon--" "Hhh... kamu tidak akan bisa lari lagi, manis. Kembar tiga? Huhh.. akhirnya aku akan hidup kembali... hhh.." "A-apa maksudmu?" Suara bergetar Syilla terdengar memilukan di dalam sana, sementara aku hanya bisa menatap gelap pintu aneh ini. "Apakah kamu tidak sadar, jika mendiang kedua putrimu sudah ku jadikan tumbal, hm? Apakah si anak Iblis itu tidak memberitahumu?" Degg... "Tu- tumbal? Jadi...?" "Hhh... bagaimana? Sudah tahu? Dasar bodoh, apa kamu tahu, kamu hanya di jadikan alat untuk menghasilkan bayi yang akan menjadi tumbalku. Darren menghamilimu bukan karena cinta, tapi karena ingin membantuku untuk mendapatkan tumbal dari tubuhmu, hhhhh..." Sreeekkk... kedua mataku memerah menahan amarah, sejak kapan aku mengorbankan darah dagingku untuk wanita gila itu? "Sialan kau, Tua bangka.." umpatku tertahan. "Tidakkk... kamu tidak bisa mengambil bayiku lagi dengan paksa. Kamu... kamu.." "Apa? D
Fengying langsung mendekat dan menatap penuh rindu kedua mata indah milik Arsyilla, namun perempuan itu masih cukup lemah untuk banyak bergerak. "Iya, Ge. Maafkan aku yang sudah merepotkan Gege--" "Jangan katakan hal itu lagi, kau adik perempuan kami satu-satunya. Kami hanya ingin memenuhi kewajiban kami sebagai Kakak laki-laki kamu." Belum juga Fengying menjawab, Faihung langsung mendekat dan mengusap pipi pucat Syilla dengan lembut. "Sekarang kondisimu masih terlalu lemah, sebaiknya kamu istirahat dikamar." "Tidak, Ge. Aku lebih nyaman seperti ini-- memeluk suamiku adalah tempat ternyaman ketika aku bangun." Syilla mendongak dan tersenyum manja sambil menatap wajah tampan lelaki yang memeluknya saat ini. Oh ayolah, tanpa malu-malu Syilla yang baru terbangun dari tidur cantiknya, malah dengan posesif memeluk pinggang sang suami, membuat Izzuddin tertawa kecil akan tingkah wanitanya itu. "Posesif.." bisik Izzuddin gemas.
"Gege, apa yang harus kita--" "A life crystal capable of awakening him, but--" "What, the crystal of life? Then where are we going to get it? Isn't that kind of thing hard to---" "That rare life crystal exists only in Frederich's own family. We also don't need to think too deeply, because the crystal is currently in their son's hands. Darrell Frederich." Fengying mengenyit dengan sedikit linglung atas apa yang di ucapkan saudara kembarnya tersebut, selama bertahun-tahun mengenal sosok Darren Frederich sebagai kekasih Arsyilla, adik kecil mereka. Baru kali ini Fengying mendengar tentang batu kehidupan, apakah di dunia ini masih ada benda keramat seperti itu? Entahlah? "Ayah, izinkan saya untuk menjemput Darrell. Saya khawatir Bibi Arsyi tidak mampu tertolongkan, hm.. maafkan saya yang sudah berani menguping pembicaraan Ayah dan Paman, saya harap Ayah dan Paman mengerti maksud saya." Seru pemuda tampan tampak baru keluar dari bal
Di dalam ruang keluarga paviliun milik Darren, sepasang suami dan istri paruh baya tengah lama terdiam menatap wajah kecil angkuh di depannya.Wanita paruh baya itu menatap suaminya sekilas kemudian menatap dalam diam anak kecil yang tengah asyik mengubah mainan rubiknya dengan tenang."Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti itu?" Kun yang tidak tahan untuk bertanya, akhirnya menatap istrinya yang hanya diam sejak tadi."Sepertinya cucu kesayangan kita dalam suasana hati yang buruk."Mendengar kalimat singkat yang Aneska katakan tentang anak kecil di depannya, yang merupakan cucu laki-lakinya. Darrell Frederich. Pria paruh baya itu menghela napas berat kemudian menatap Darrell penuh arti."Jangan gegabah, dia masih terlalu kecil untuk mengerti permasalahan Orang tuanya. Otak dan hatinya masih kurang stabil dibandingkan dengan orang dewasa."Kun tak mengatakan apapun sebagai balasan, ia malah menaikkan salah satu alisnya. Aneska melanjutkan uca
Faihung langsung meloncat dari ketinggian lima ribu tujuh puluh kaki tanpa alat bantuan keselamatan, seakan sudah biasa pria pucat itu terjun dari ketinggian tanpa takut tubuhnya akan remuk ketika jatuh kelantai bawah. Terdengar samar teriakan Lian memanggilnya, Faihung hanya tersenyum ketika mendengar itu. Tapp.. Begitu kedua pasang kaki jenjang Faihung berpijak diatas lantai kaki istana, suara retakan dahsyat terdengar begitu mengerikan namun retakan itu hanya terlihat begitu kecil jika dilihat. Darren yang tengah mengubah wujuh menjadi King Frederich yang sebenarnya malah acuh tak acuh dengan turunnya Faihung seolah dewa langit sedang turun. Wujud Monster manusia tersebut malah asyik mencabuti organ tubuh para prajurit tanpa henti. "Hentikan--" Belum sempat Faihung menyelesaikan ucapannya, sosok Monster itu malah melemparkan tubuh tak berdosa dua prajurit sekaligus ke arah Faihung dengan ringan. Faihung
Lian menatap acuh tak acuh pertunjukkan yang terpapar jelas di kedua mata tajamnya, Eilert terlihat memberontak tak ingin kembali ketempatnya. Anak laki-laki itu terus berteriak kesetanan seolah dirinya nyaman dalam posisi setengah arwah seperti itu. "Tidak.. Paman Fai, aku mohon.." suara serak Eilerd tertengar memohon pada Faihung, namun pria pucat itu hanya menyeringai. "Kau bahkan belum lahir ke dunia, anak muda. Bertahanlah sedikit dan buang emosi gilamu itu." Kata Faihung mengingatkannya, Eilerd yang mendengarnya langsung mencoba melepaskan diri dari cengkeraman pria dewasa tersebut. "Tidak, Aku sangat benci penipu, penipu itu pantas mati. Aku.. aku harus menjaga Ibuku, lepas.. lepaskan aku.." "Lepas emosimu, El. Jika kau tidak melepaskannya, sampai lahirpun takdirmu tidak akan baik." Suara dingin dan santai dari arah Lian membuat Eilerd melototi pria muda itu sinis. "Apa pedulimu dengan takdir hidupku, kau bukan Tuhan. Jan
"Apakah Mr. Watanake ada disana?" Darren bertanya dengan santai seolah serangan mendadak itu bukan apa-apa baginya. "Benar, Mr. Watanake sedang meluncur kesini bersama Mr. Joseph untuk melakukan serangan balik." "Bos.. Ernesta Luciano, adik perempuan Lucky ditemukan tewas dalam keadaan terpengal disalah satu gedung tua di pinggiran Kota Peterburg, kini aku sedang menyelidiki penyebab ..." "Lempar mayat sialan itu ke dalam kadang Patric." Sela Darren sedikit mengeram marah. Patric yang dimaksud adalah anjing besar seukuran serigala yang bertugas menjaga Kota Peterburg. Setiap dalam kota kekuasaan Frederich, Darren telah menugaskan sebangsa anjing, serigala dan singa untuk menjaganya. Dan, kali ini Darren cukup marah karena Patric tak menyadari kehadiran Ratu tuannya. "Siap laksanakan." Jawab si penelepon diseberang sana. Darren yang sedang kesal langsung melempar tatapan membunuhnya kedepan. "Rupanya akan ada pertumpahan darah d
Pria pucat itu hanya meliriknya dengan tenang, Izzuddin langsung menoleh ke arah salah satu pintu Mansion rasaksanya. Di sana terdapat sosok pria janggung yang merupakan kembaran pria pucat itu tengah berdiri dengan malas sambil merokok.Kembali ke pria pucat tersebut, Izzuddin langsung memasuki mobilnya dan menyalahkan mesin mobil secara brutal."Jangan gegabah, Lian dan putra kedua mu sudah beraksi sejak satu setengah jam yang lalu." Kata pria pucat yang dipanggil Fai Gege itu penuh teka-teki, Izzuddin melirik pria di sampingnya itu acuh tak acuh.Pria misterius itu benar-benar ...."Maksudmu apa? Istriku diluar sana dalam bahaya, lebih baik jangan campurkan anak-anak dalam urusan orang dewasa...""Hm... kau benar." Faihung hanya berdehem kecil tanpa dosa.Izzuddin mengeram frustasi juga marah, ini yang tidak ia suka, sikap Faihung benar-benar sangat misterius dan menyebalkan. Pantas saja selama pria itu hidup, keluarga Dinasti Li selalu d