Setelah selesai makan siang bersama, Indra membayar semuanya dan kembali berjalan menuju parkiran di mana mobil nya terparkir.
“Sayang, aku kebelet! Kalian tunggu lah aku di mobil ya,” pamit Indra kepada sang istri. Nayla menganggukkan kepalanya, Indra langsung berlari kecil menuju toilet.
“Ada-ada saja tuh bocah!”
“Tante, Nayla, terima kasih banyak, sepertinya saya harus pulang tante.”
“Loh kenapa, nanti sopir akan mengantar mu pulang, kamu ikut bersama kami saja.”
“Tapi Tante...,” ucapan mita terpotong.
“Gak ada tapi tapian, kamu harus diantar sopir ya!”
Mita mengangguk pasrah, Nayla tersenyum melihat mertua nya begitu baik dan merasa sangat bersyukur memiliki mertua sebaik Bu Anita dirinya seperti memiliki ibu kembali.Terlihat Indra berlari kecil menuju mobil nya.“Ayo kita berangkat.”
Mereka masuk ke dalam mobil, Nayla dSementara Mita, dirinya baru saja tiba di kediamannya. Ia berpikir sambil berjalan menuju rumahnya, dan bagaimana menjelaskan kepada orang tuanya tentang hubungannya dengan Andrew, ia tak mau menutupi kepada orang tuanya.Setelah tiba di rumah, Mita melihat pintu rumah terkunci.“Mama dan papa belum pulang ternyata, aku lupa hari mereka bekerja hingga sore,” batin Mita.Ia mencari kunci tempat di mana biasa ibunya menyimpannya, dan membukanya. Baru beberapa langkah terdengar ponsel Mita berdering.“Kak Andrew,” gumam Mita.“Ha—halo..,” jawab Mita gugup.“Hai.., kenapa suara mu terdengar gugup?”“hah..! a—aku tidak gugup.”“Iya, iya deh! Kamu apa kabar? Apa Kamu sudah tiba di rumah?”“Hah? Pertanyaan mu begitu banyak, aku bingung harus jawab yang mana dulu,” ujar Mita.“Oh baiklah, Apa kamu sudah tiba di rumah?
Terdengar suara klakson mobil memasuki rumah besar mereka, Nayla berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintu rumah. “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam,” sahut Nayla. Ia mencium punggung tangan suaminya dan papa mertuanya. “Mandi dulu mas, baru kita makan bersama.” “Iya, aku duluan ke kamar, mau mandi dulu gerah banget.” “Iya papa juga, gerah banget. Mama kamu dimana?” “Mama ada di kamar pah, baru saja masuk kamar.” “Oh oke, papa tinggal ya.”Nayla mengangguk, dan mengikuti langkah suaminya dari belakang. Nayla membuka pintu terdengar suara percikkan air dari arah kamar mandi, Nayla mengambil baju suaminya dan meletakkannya di tempat tidur. Ceklek... Indra membuka pintu kamar mandi, ia keluar dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya. “Sayang ini bajunya.” Nayla berbicara tanpa melihat suaminya, sudah beberapa hari menikah dirinya masih malu melihat suaminya tanpa memakai baju.
“Astaga.., mama!” “Kenapa kamu terkejut seperti itu? seperti lihat hantu saja!” “Ya memang Indra lihat hantu mah.” “Hah..? dimana?” tanya Bu Anita, ia mendekatkan dirinya kepada anaknya. “Mama hantu nya!” Plaakk.., suara pukulan keras di bahu Indra. “Aw.., mah kenapa Indra di pukul? Sakit mah!” ucap Indra meringis sambil mengelus bahunya. “Kamu mau jadi anak durhaka? Mama sendiri di bilang hantu!” “Ya lagian, mama keluar dengan rambut terurai gitu dan juga pakai baju tidur warna putih lagi untung gak pakai masker putih di wajah, semua orang ngira juga mama hantu mah.” “Ya suka-suka mama dong.” “Mama mau kemana sih?” “Mama mau ambil air putih, mama lupa bawa ke kamar.” Mereka berjalan beriringan turun tangga, setelah perdebatan tadi. “Kamu juga ngapain? Malam-malam gak pake baju lagi, mau jadi tuyul kamu!” celetuk Bu Anita. “Ih mama, masa anak sendiri di bilang tuyul! Indra mau men
Novita mematung di dalam lift, mendengar ucapan Mita lalu menekan tombol kembali.“Hufft, emosi gue pagi-pagi gini,” gumam Mita.“Kenapa sih lu? pagi-pagi gerutu aja,” tanya rekan kerja Mita.“Gak apa-apa! Biasa lah, temen lu cari masalah melulu sama gue,” kesal mita.“Ckckck..., Kalian tiada hari tanpa ribut.”“Gue duluan ya Mit,” pamit nya kepada Mita.Mita bekerja membersihkan ruangan demi ruangan hingga siang hari.“Mita,” panggil pak Doni.“Ya pak, ada apa?”“Novita hari ini tidak masuk, tolong kamu bersihkan bagian nya ya.”“Hah? Novita gak masuk?” gumam Mita namun masih terdengar oleh Doni.“Iya, gak masuk! Ponsel nya tidak aktif, tidak ada keterangan kenapa dia gak masuk, aku minta tolong kamu yang bersihin bagian dia.”“Iya pak, setelah selesai makan siang saya ak
Kini Indra dan Nayla sudah duduk di pesawat, namun ketika hendak mengambil ponselnya ia lebih dulu membaca pesan yang banyak masuk.“Banyak sekali pesan masuk,” gumam Indra.Seketika ponsel langsung terjatuh tanpa sadar, ia langsung berdiri dan menarik tangan istrinya keluar.Petugas pesawat berusaha memanggil mereka namun tak di hiraukan.“Mas, mas, ada apa? Kenapa kamu menarik ku seperti ini?” tanya Nayla sambil mengimbangi langkah cepat suaminya.“Mama dan papa mengalami kecelakaan,” jawab singkat Indra. Seketika Nayla menghentikan langkahnya, namun dengan segera Indra menarik kembali tangan istrinya.“Tidak ada waktu, kita harus cepat, mama dan papa semuanya akan baik-baik saja,” ujar indra. Mereka berlari menuju parkiran terlihat mobil sudah menunggu mereka.
“Pak, korban telah ditemukan!” teriak salah satu relawan.Mendengar teriakan itu, Indra hendak berlari ke arah suara. Namun di tahan oleh polisi karena sangat berbahaya jika mendekati jurang itu. “Sabar dulu pak, serahkan kepada semua kami.” Terlihat para relawan memangkat korban kecelakaan dari dalam jurang, Indra meneteskan air mata nya melihat mobil rinsek hampir tak berbentuk. Indra memikirkan Bagai mana nasib kedua orang tua nya saat ini, setelah melihat keadaan mobil tersebut. “Mama, papa,” lirih Indra. Tampak Nayla datang dan menegang bahunya. “Mas.” Indra menoleh ke arah Nayla dan segera menghapuskan air matanya. “Mas yang sabar ya, hiks.. hiks..” Nayla mulai menangis kembali, dirinya ingin menguatkan sang suami tapi malah dirinya tak kuasa menahan tangis nya.Terlihat ambulance sedang menunggu, korban langsung di masukan ke dalam mobil. Indra dan Nayla ikut dalam mobil tersebut menuju rumah sakit, ia berharap orang tuanya selamat walaup
Indra langsung mengangkat telponnya.“Halo, Paman.”“Iya nak Indra, kami dalam perjalanan menuju bandara.”“Iya paman, hati-hati di jalan.”“Iya nak, maaf paman tidak bisa ikut serta dalam pemakaman kedua orang tuamu. Tapi, percayalah paman selalu mendoakan yang terbaik untuk mereka.”“Iya paman, makasih banyak. Kami semua disini menunggu kedatangan paman,” sahut Indra. Saat dalam perjalanan membawa jenazah kedua orang tuanya, Indra menghubungi pamannya kakak kandung dari ayahnya satu-satunya. Sedang kan ibu nya tidak memiliki keluarga karena ibunya merupakan anak tunggal, dan tidak memilik keluarga lagi.“Iya nak, kamu bersabar ya.”“Iya paman.”“Baik, paman tutup telponnya, karena kami sudah tiba di bandara dan akan siap terbang.”“Iya paman, berhati-hati lah! Salam untuk bibi.”“Iya nak.” Mere
Nayla bangun dari tidur nya, melihat dirinya hanya memakai pakaian dalam dan di tutupi oleh selimut tebal.“Mas,” panggil Nayla dengan suara has baru bangun tidur.“Jam berapa ini?” gumamnya lalu duduk bersandar.“Astaga, sudah jam segini! Mama pasti sibuk di dap....” seketika Nayla langsung terdiam.“Mama,” lirih Nayla. Ingin rasanya dirinya berteriak dan menangis, namun teringat akan ucapan suaminya waktu di mobil untuk tidak lagi menangis.Setelah merasa dirinya sudah baikkan, Nayla bergegas untuk mandi. Sekitar setengah jam di kamar mandi, Nayla keluar dengan handuk masih melilit di kepalanya.Saat hendak memakai pakaian, dirinya sekilas melihat wajah nya di cermin matanya sedikit membengkak akibat kebanyakan menangis.Selesai memakai pakaian, Nayla memoles sedikit wajahnya agar tidak terlalu pucat dan sedikit menutupi matanya yang membengkak.“Bi, kemana mas Indra