Di atas ranjang besar berbalut sutra, Sean dan Yasmin tidur begitu nyenyak, melupakan sejenak masalah yang mereka miliki. Seakan tempat ini berusaha untuk bisa mendekatkan keduanya.
Claretta yang menjadi saksi merasa ingin menangis dan tertawa layaknya wanita yang kehilangan akal sehatnya, namun saat Anggara bertanya, rasa itu bisa dikendalikan.
“Ma, ada apa sih?”
“Kepo! Papa lihat aja sendiri,” Claretta mengerling nakal, setelahnya tersenyum lebar.
“Hooo …” Anggara langsung menarik gagang pintu, menutupnya perlahan agar tidak menimbulkan keributan.
“Mereka pelukan, Ma,” kata Anggara penuh semangat. “Jadi gimana nih, pisah atau lajut aja?”
Keduanya terlihat berpikir keras, serius dan berhati-hati untuk mengambil keputusan. Namun saat keheningan menyelimuti, tiba-tiba Davin datang mengejutkan keduanya, berteriak di depan kamar Sean, membuat focus keduanya buyar.
“
Menghabiskan waktu cukup lama di depan pintu kamarnya sendiri membuat Sean terlihat seperti orang bodoh. Ini bukan kebiasaannya, lagipula kamar itu tempat pribadinya, bahkan semua yang sekarang ia injak pun akan menjadi miliknya dan juga Davin.“Argghh … Kenapa aku ini?”Saat Sean dilanda frustasi, Bi Sumi diam-diam sudah berada di dekatnya membawa sebuah nampan yang berisi makanan untuk Yasmin, sesuai dengan yang Sean minta.“Den …”“Astaga! Bi Sumi, kenapa bikin aku kaget?” Sean melotot, namun Sumi hanya nyengir kuda tanpa rasa bersalah sedikit pun.“Bibi boleh masuk? Atau mau Aden yang …” Sumi melirik nampan yang ada di tangannya. “Aden sendiri yang bawa masuk?”“Simpan saja di meja, Bi, sebentar lagi aku masuk.”Sumi mengangguk, tidak berselang lama perempuan paruh baya itu keluar dan tersenyum jahil, seakan tahu apa yang sekarang sedang t
Jantung Yasmin berdegup kencang saat mendengar Sean menyematkan namanya keluarga Anggara di belakang namanya. Semua rasa bercampur menjadi satu, seperti nano-nano yang banyak rasa, membuat Yamsin bingung harus bersikap seperti apa.Beberapa saat Yasmin menunggu, namun ranjang sama sekali tidak bergerak, membuat Yasmin penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Sean. Diam-diam, Yamsin mengintip dari balik selimut.“Dia, kerja malam-malam begini?” Yasmin mengernyit bingung, bahkan Sean tidak mengijinkan dirinya untuk berjauhan dari laptop dan pekerjaannya meskipun malam telah datang.Sesekali terdengar helaan napas berat dari Sean, tentu saja itu memancing rasa penasaran Yasmin yang masih terjaga sampai pukul Sembilan malam. Tidur siang yang lelap ternyata membuat Yasmin kehilangan rasa kantuknya.“Hallo, Rita?”DEGHatinya tiba-tiba berkecamuk mendengar suaminya menghubungi wanita lain malam-malam.‘Apa Se
“Kenapa harus kayak gini saat semuanya akan berakhir?” Yasmin merasa dipermainkan olah takdir. Jika memang Sean bukanlah jodohnya, kenapa rasa ini hadir dengan mudahnya saat semua sudah di ujung tanduk. Beberapa kali Yasmin menghela napas berat, perpisahan jadi momok mengerikan untuknya. Selain itu, kemana dia akan pergi setelah berpisah dari Sean. Ke rumah pamannya? Yasmin menggeleng cepat, rumah pamannya jadi mimpi buruk yang mengerikan dan sampai kapanpun tidak akan pernah dia pijak kembali. “Dingin …” lirih Sean dengan mata yang terpejam. “Ya Tuhan, demamnya makin tinggi, gimana kalau dia sampai kejang?” gumamnya pelan. Yasmin tidak bisa tinggal diam melihat Sean seperti ini, tanpa meminta persetujuan pria itu, Yasmin keluar kamar dan berjalan cepat menuju dapur, menyiapkan air hangat. Bergegas Yasmin kembali ke kamar, membongkar lemari dan mencari sapu tangan atau kain yang bisa dia gunakan untuk mengopres kening suaminya.
Seketika Sean tersedak karena kelakuan Davin. Dia gelagapan karena tuduhan itu memang benar adanya. Selain itu Sean juga merasa kesal, kenapa pembahasan ini harus sampai ke meja makan dan Yasmin, sepertinya dia segaja memperlihatkan jejak Sean di lehernya. Batin Sean.Sean tidak ingin berkomentar banyak.Tersedak roti membuat wajah Sean merah seperti udang rebus, Yasmin yang melihat itu langsung memberikan segelas air untuk suaminya. Namun nyatanya Sean mengabaikan Yasmin dan pergi meninggalkan meja makan.“Aku sudah selesai,” Sean berdiri dan pergi begitu saja tanpa berniat untuk melirik Yasmin, membuat bunga cinta yang sedang mekar itu layu seketika.“Mi, Pi, Yasmin juga permisi dulu ya.”“Iya, tolong bujuk anak manja itu ya. Papi minta tolong sama kamu.”Yasmin hanya mengangguk menanggapi perkataan mertuanya. Meskipun jarang bicara, Anggara adalah sosok ayah yang hangat saat bersama keluarganya.
"Aku tidak berniat untuk menyakitimu," ucap Sean saat melihat Yasmin berlalu meninggalkan sendiri di taman belakang.Sean mengingat semua yang terjadi dengannya tadi malam. Bahkan Yasmin rela menjaganya sampai dirinya benar-benar terlelap. Hatinya mulai luluh dan Sean mengakui itu. Namun setiap kali menatap mata Yasmin, sekelebat bayangan pengkhianat yang di lakukan Hana membuat darahnya kembali mendidih.Punggung Yasmin tak terlihat lagi, membuat Sean menggeram tertahan, dia hanya bisa melayangkan tangannya ke udara untuk meluapkan amarahnya."Mami nggak nyangka, hanya karena wanita murahan itu kamu tega menyakiti perempuan seperti Yasmin," Claretta menatap putra sulungnya dengan nanar. Hatinya benar-benar terluka.Seperti inikah hasil didikan dan kasih sayang yang selama ini dia berikan pada putranya?"Mami benar-benar kecewa," Claretta menahan panas di matanya."Mi, ini semua nggak seperti yang Mami pikirin.""Cukup!
Brakkk Pintu apartemen itu ditutup dengan kencang, membuat Rangga terperanjant. Sebelum semua bertambah kacau, Rangga segera menghampiri Hana yang sekarang sedang duduk dengan wajah merah padam. “Kurang ajar! Berani-beraninya mereka melakukan ini padaku,” teriak Hana dengan napas yang tersengal-sengal dengan dada yang naik turun. “Hey, ada apa sayang? Seharusnya kamu senang setelah berhasil mendapatkan kontrak itu.” “Ya! Seharusnya memang aku yang mendapatkan kontrak itu. Tapi seseorang sudah mengacaukan segalanya dan membuatku kehilangan kesempatan emas ini.” Hana menarik napas dalam dan dia tahu siapa dalang dibalik lepasnya kontrak ini dari tangannya. Orang itu tidak lain adalah Sean dan bagaimana Hana bisa tahu karena tanpa sengaja dia mendengar pihak management menghubungi Sean. ‘Saya sudah melaksanakan semuanya, anda tidak perlu khawatir. Kontrak itu saya berikan pada model terbaik.’ ‘Anda tidak perlu sungkan, Tuan Sean,
Yasmin bersikap seperti biasanya, tidak ada yang berubah dari perempuan itu meskipun telah banyak luka yang Sean torehkan padanya. Setelah menyiapkan makan malam, Yasmin masuk ke kamar dan melihat Sean sibuk dengan laptop serta beberapa berkas.“Tutup dulu laptop dan berkas-berkasnya, ini sudah waktunya makan malam.” Yasmin langsung bertindak, menutup berkas itu dan merapihkannya.“Aku akan menyusul,” sahutnya dingin.“Tolong pikirkan kesehatanmu, hurup atau angka dalam berkas itu tidak akan hilang karena ditinggal makan malam.”Sean menarik napas dalam, kemudian bergegas mengikuti Yasmin yang sudah berjalan lebih dulu. Siapa sangka, pernikahan yang berawal dari kebencian bisa berakhir seperti ini.Yasmin dan Sean makan dalam diam, hanya denting sendok yang memecah keheningan di antara mereka. Sesekali Sean melirik Yasmin dengan sudut matanya, perempuan itu duduk dengan tenang berbeda dengan Sean yang sedikit gel
Sean masuk ke apartemen dengan santai, bayangan sudah terlalu jauh saat berharap jika Yasmin akan menyambutnya saat derit pintu terdengar. Namun keinginan hanya tinggal keinginan, pada kenyataannya Sean hanya disambut oleh keneningan dan deru dari pendingin ruangan.Sekarang dia hanya menghela napas berat, meskipun begitu dia tetap melangkah masuk dan membuka lemari pendingin mengambil satu botol air mineral dan membawanya ke dalam kamar.Untuk sesaat dia tertegun di ambang pintu saat melihat Yasmin meringkuk di atas sofa. Tanpa selimut ataupun bantal, membuat Sean hanya bisa geleng kepala.‘Ck! Kenapa Yasmin masih di sofa? Apa dia tidak mengerti jika aku ingin tidur di atas ranjang bersamanya,’ batinnya mulai mengeluh.Entah kenapa, setelah tidur siang yang begitu nyenyak itu membuat Sean merasa ingin terus seperti itu. Selimut dan guling ternyata sudah tidak bisa menghangatkannya. Kepalanya menggeleng pelan, namun bertolak belakang dengan ha
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan