“Kamu ini bagaimana, sih, hah?! Ditugaskan untuk membuat laporan seperti ini saja tidak becus! Kamu niat kerja di sini tidak, sih?!”Kalimat dengan nada tinggi terus terdengar dari salah satu ruang kantor. Arlan Mazkuel—sang CEO Mazkuel Company—tidak hentinya menatap salah satu karyawan yang membuatnya marah. “Kamu lihat ini!” Arlan menunjukkan hasil laporan di tangannya kepada sang karyawan. Karyawan itu hanya diam, menunduk dan sesekali melihat laporan yang dia buat. “Berantakan!” lanjut Arlan.“Maaf, Pak, saya—”“Maaf-maaf, kamu pikir kesalahan kamu ini bukan kesalahan yang fatal? Jelas ini sangat fatal! Jumlah material ini, jumlah pengeluaran, lalu hal lainnya juga, banyak sekali yang salah! Kamu mau buat perusahaan saya rugi besar dan menjadi bangkrut?!”Arlan memotong ucapan sang karyawan dengan cepat. Dia menunjuk ke beberapa hal yang menurutnya masih salah dari laporan tersebut. Sang karyawan hanya merespons dengan gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Arlan tentan
“Aku menolak.” Kinara yang terus-terusan mendapat penolakan dari Arlan pun sontak memasang raut kesalnya. Dia menatap tajam Arlan yang berdiri di depannya. “Arlan ....” “Gak, Ma, aku menolak perjodohan ini,” sergah Arlan dengan tegas. “Aku gak mau bentak Mama, karena itu tolong jangan buat aku sampai melakukan itu ke Mama. Aku tau usiaku sudah matang untuk menikah, tapi aku masih belum memikirkan itu, Ma. Kalaupun iya aku dijodohkan, kenapa harus sama gadis kampung seperti dia?" Shena yang mengerti bahwa sebutan ‘gadis kampung’ yang Arlan katakan tadi ditujukan untuknya pun hanya bisa menunduk saja, sedangkan Niko berusaha untuk menenangkan emosi anaknya. “Lalu, kamu mau perempuan yang seperti apa?” Kinara mencoba untuk tetap sabar, meskipun suaranya dia tinggikan sedikit. “Kamu benar-benar meragukan pilihan mama?” “Bukan seperti itu, Ma. Oke, kalaupun aku dijodohkan, apa Mama gak bisa pilih perempuan yang berkelas? Apa yang akan dikatakan sama para karyawanku di kantor kalau ak
Hari kembali berganti, Arlan berjalan menuruni anak tangga lantai atas dengan setelan jas berwarna abu-abunya yang sudah melekat dengan rapi.Kinara yang sudah lebih dulu duduk di meja makan pun sontak memanggilnya. “Arlan, makan dulu, yuk!” ajak Kinara. Arlan refleks menolehkan kepalanya, kemudian mendekat. “Ayo makan, ini masakan spesial, loh.”“Aku buru-buru, Ma. Pagi ini ada meeting, jadi aku harus cepat-cepat ke kantor. Gak ada waktu buat makan pagi, gampang nanti aku makan di sana aja.”Mendengar jawaban dari Arlan membuat Kinara seketika melemas dan mengembuskan napasnya pelan. “Sayang banget. Yaudah, kalau gitu kamu makan roti aja, ya. Setidaknya perut kamu harus keisi.”Arlan mengangguk. “Yaudah, Ma.”“Sebentar, mama buatkan dulu, ya.” Arlan mengangguk pelan dan menunggu Kinara membuatkan roti untuknya seraya sesekali melihat ke jam tangannya.Drrtt!Getaran ponsel terasa dari saku celana Arlan. Dia pun segera mengambil dan menerima panggilan tersebut.“Sudah datang?!” tanyan
Tawa ejek terdengar dari Arlan. “Saya gak minta kamu buat nunggu saya, ya. Sebaiknya sekarang kamu pergi, masih banyak kerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula, ini pemberian mama. Mama yang masak dan siapkan semuanya, lalu untuk apa saya berterima kasih sama kamu?”“Tapi, Mas, itu ....”“Pak Arlan, ini laporan yang sudah saya perbaiki.”Seseorang yang datang tiba-tiba membuat Shena menghentikan kalimatnya. Keduanya menoleh ke sumber suara dengan kompak. Sedangkan, karyawan yang datang tadi sontak terdiam di tempat ketika melihat sosok Shena yang juga berada di ruang kerja Arlan.Shena yang merasa tidak enak hati dengan Arlan pun sontak membuka suaranya. “Maaf, tolong jangan salah paham dulu, ya. Saya Shena, ART baru di rumah pak Arlan. Saya ditugaskan oleh ibu Kinara untuk mengantarkan bekal makanan pak Arlan, itu saja.”Sang karyawan sontak menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “Iya, saya tau, kok. Di depan tadi kan kita ketemu,” ucapnya membuat Shena menepuk keningnya karena l
“Loh, Arlan, kamu gak ke kantor?” Mendengar suara Kinara, Arlan sontak menoleh. “Hari ini aku kerja di rumah aja,” jawabnya seraya menatap layar laptopnya kembali.“Mumpung kamu di sini, tolong antar Shena pulang, ya.”Arlan sontak menghentikan aktivitasnya, matanya beralih menatap Kinara kembali. “Pulang?” Kinara mengangguk cepat sebagai jawaban. “Ke kampung?” tanya Arlan lagi dan diangguki oleh Kinara. “Dia bisa pulang sendiri, ‘kan? Kasih aja uang buat ongkosnya.”“Gak bisa gitu dong. Kamu kan calon suaminya, kamu yang antar dong. Sekalian pendekatan sama ayahnya, alias calon mertua kamu.” Kinara terkekeh kecil di akhir kalimatnya.“Aku udah bilang kalau aku gak mau dijodohkan sama dia, kenapa Mama terus maksa gitu?” tanya Arlan, “sebenarnya apa alasan Mama terus bersikeras agar perjodohan tetap berlanjut?”“Mama berhutang nyawa dengannya,” jawab Kinara. Arlan memasang raut tanyanya. “Pak Niko. Lagipula, setelah mama mengenal Shena, entah kenapa mama langsung kagum sama dia. Perha
Setelah mengantar Shena ke terminal, Arlan segera melajukan mobilnya kembali untuk pulang. Sesampainya di rumah, tentu Kinara tidak diam karena kedatangan anaknya yang terlalu cepat dari waktu yang seharusnya.Mendapat tatapan tajam dari Kinara, Arlan hanya mengembuskan napas panjangnya. Dia berjalan menghampiri laptopnya kembali yang masih tergeletak di meja ruang tamu, lalu melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertinggal.“Kenapa kamu udah pulang? Kenapa cepet banget kembalinya? Kamu antar Shena, ‘kan? Kamu gak turunin Shena di tengah jalan, ‘kan?” tanya Kinara memberondong. Tidak ada jawaban dari Arlan. “Arlan, jawab mama!”“Aku antar dia sampai di terminal,” jawab Arlan seraya masih menatap layar laptopnya dengan santai. “Dia bilang gak papa, kok. Jadi, yaudah, aku turunin aja di sana. Dia kan pengertian,” lanjutnya seraya menekan kalimat terakhir dari ucapannya.Mendengar jawaban Arlan, Kinara sontak menggeram kesal. Dia membuang napasnya kasar sembari terus menatap tajam anaknya
Esok harinya, Arlan bergegas ke mobilnya dengan buru-buru karena terlambat bangun. Dia lupa untuk menyetel alarm di jamnya, alhasil dia hanya mandi dan langsung berangkat ke kantor tanpa sarapan.“Argh, terlambat bangun lagi! Masih ada setengah jam lagi sebelum meeting dimulai,” gumam Arlan dengan perasaan gelisahnya. “Semoga jalanan pagi ini lancar tanpa hambatan.”Seperti yang Arlan harapkan, jalanan pagi itu sangat lancar tanpa hambatan sedikit pun. Arlan melihat jam tangannya, pukul 08.54 waktu pagi. Arlan bergegas keluar dari mobil dan masuk ke kantornya dengan langkah panjang.Para karyawan pun sontak menghentikan aktivitasnya sekejap untuk menyapa Arlan. Mereka membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.“Selamat pagi, Pak,” sapa mereka secara bergantian.Meskipun para karyawan sudah bersikap baik padanya tetapi, Arlan tetap terlihat tidak peduli sama sekali. Tidak ada satu sapaan pun dari mereka
“Perempuan yang tadi itu siapa, sih? Kamu kenal sama dia?” tanya Dira terus mendumel. Arlan pun tidak menggubrisnya. “Dari wajahnya ... kayaknya dia dari kampung, ya? Kayak ada norak-noraknya gitu.”Dira melirik ke arah Arlan dengan kesal karena tidak mendengarkannya sama sekali. Dia mengembuskan napasnya kasar dan berdecak kesal. “Arlan!”Seruan Dira yang cukup keras membuat Arlan menoleh ke arahnya, meskipun masih dengan raut malasnya. “Berisik,” balasnya dengan nada ketus.Mendapat ucapan ketus dari Arlan sontak membuat Dira memajukan sedikit bibirnya alias cemberut. Dira selalu melakukannya ketika sedang kesal atau bete dengan seseorang. Tingkahnya benar-benar seperti anak kecil.“Aku ini lagi ngomong sama kamu! Kenapa kamu malah cuekin aku terus, sih?!” geram Dira, “aku ini pacar kamu, loh! Hargai aku dong! Kamu, kok, jadi berubah banget gini sama aku? Ke mana perginya Arlan yang dulu perhatian banget sama aku?! Kamu jahat, Arlan!”Brak!Suara gebrakan meja yang cukup keras sonta
“Selamat malam, Semuanya,” sapa Agas dengan suara tegas, tetapi tetap terdengar lembut. Dia bersikap layaknya seorang pangeran sungguhan. “Selamat datang dalam acara pesta dansa istana kerajaan.”Adegan kembali berlanjut hingga akhirnya Shena kembali muncul dengan anggunnya. Para penonton benar- benar dibuat terkagum dengan kemunculan Shena yang sangat berbeda. Gaun bak seorang putri kerajaan, sepatu kaca yang cantik, rambut yang terurai indah, dan sikap anggun yang Shena peragakan. Shena benar-benar terlihat seperti seorang putri kerajaan.Arlan semakin tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia bertopang dagu pada pahanya seraya masih terus melihat adegan keduanya. Dira terkekeh kecil saat menyadari perubahan raut Arlan pada adegan dansa Cinderella dan Pangeran.“Rileks saja, jangan gugup,” bisik Agas di sela adegan keduanya.Mendengar bisikan seperti itu dari Agas, Shena sontak mengangguk pelan. Dia memejamkan matanya sejenak, lalu menarik dan membuang napasnya untuk berusaha tenang. S
26. Pertunjukan TeaterPukul 14.45 waktu siang hari. Panggung teater telah bersih, semua properti yang dibutuhkan pun sudah tersedia di atas panggung. Kini hanya tinggal menunggu waktu saja sampai mereka semua tampil di atas panggung.Sebenarnya acara sedang diistirahatkan dulu hingga jam tiga sore lebih lima belas menit. Namun, karena persiapan yang dilakukan oleh anggota teater sangat banyak, mereka semua rela tidak beristirahat dulu hingga pertunjukan berakhir.“Shena, ini kostum pertamamu. Segera ganti dan bersiap untuk riasan sederhananya,” ucap salah satu divisi penata busana seraya memberikan kostum tersebut kepada Shena.Shena sontak menoleh dan mengangguk. “Baik,” jawabnya. Dia mengambil kostum tersebut dan segera bergegas menuju ruang ganti. Setelah selesai, Shena kembali ke posisi untuk dirias.Namun, kedatangan Doni dan temannya membuat aktifitas meriasnya terhenti sejenak. Shena menatap pria yang berdiri di samping Doni dengan tatapan bingung.“Shena, kenalin, ini Kenzo.
Acara reuni masih terus berjalan. Satu per satu dari susunan acara mulai terealisasi. Pukul 12.00 siang hari acara dihentikan sejenak untuk beristirahat. Para tamu dalam reuni acara kampus tersebut mengambil beberapa camilan dari stand makanan yang sudah disiapkan oleh panitia acara.“Kamu mau ke mana?” tanya Dira saat melihat Arlan yang bangun dari kursinya.Arlan tidak langsung menjawab, dia merapikan setelan jas biru dongker yang dipakainya. Pun merapikan rambutnya juga. “Ada seseorang yang harus saya cari,” jawabnya tanpa menoleh ke Dira sedikit pun.“Siapa?” tanya Dira lagi. Dia memasang raut tanyanya, penasaran. “Shena?” tanya Dira semakin penasaran. Namun, Arlan tetap diam dan pergi meninggalkan tempatnya begitu saja. “Aneh.”Kembali ke ruang teater, mereka juga sedang beristirahat dari kesibukan mereka. Para pelakon drama segera menutup naskah mereka dan menyimpannya di atas meja. “Shena, kamu mau ke masjid?” tanya Sinta. Shena yang mendapat pertanyaan pun sontak mengangguk.
Pukul 09.45 pagi hari, Arlan telah sampai di kampusnya yang dulu. Dia datang ke acara tersebut dengan Dira. Para alumni pun sudah banyak yang datang, tetapi hanya beberapa yang masih Arlan kenal.Mereka segera mencari tempat duduk sebelum acara dimulai. Karena datang di waktu 15 menit sebelum acara dimulai, mereka akhirnya mendapat kursi di barisan belakang.“Mereka semua satu angkatan sama kamu?” tanya Dira seraya menunjuk sekumpulan pria yang sedang bercanda seraya menggendong anak masing-masing dengan matanya.Arlan sontak menoleh ke arah yang Dira tunjuk. “Saya tidak mengenal mereka.”“Aneh. Yang lain beneran reuni sama teman-teman lamanya. Lah, kenapa kamu diam aja di sini? Dulu kamu gak punya teman, ya? Ah, maksud aku ... kamu gak punya teman selain dia?” Mengerti dengan siapa yang Dira sebut ‘dia’, Arlan hanya mengembuskan napas beratnya. “Mungkin,” jawabnya singkat.“Wah ... gawat, sih, ini,” balas Dira seraya menggelengkan kepalanya pelan, lalu berdecak kecil secara berkali-
Waktu terus berjalan tanpa henti, semenjak penyelesaian gosip tentang Dira dan Arlan, pun dengan Shena juga. Shena akhirnya bisa kembali bekerja dengan penuh semangat seperti biasanya.Bukan hanya itu, Shena bahkan memiliki teman baru, yaitu Dira. Karena kedekatannya dengan Dira dan Arlan, para karyawan juga benar-benar menghormatinya. Mereka benar-benar merasa bersalah karena telah menuduh dan menyebut Shena sebagai wanita tidak tahu diri. Namun, semuanya telah berlalu dan Shena sudah tidak ingin membahasnya kembali.Satu hari sebelum acara reuni kampus dimulai. Berbagai macam dekorasi pun sudah terpasang di beberapa bagian. Kampus pun sontak dipenuhi oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang akan tampil di acara tersebut. Dimulai dari eskul tari, marching band, taekwondo, paskibra, dan tentunya teater juga.Pukul 19.30 malam hari, anak teater kembali berkumpul untuk melakukan gladi resik. Mereka semua berkumpul di ruang tata panggung yang akan menjadi tempat mere
Jam istirahat telah datang. Seperti biasanya, Shena duduk di bangku panjang yang ada di belakang kantor. Dia membuka tasnya dan mengambil bekal untuk dia makan. Shena tiba-tiba terdiam saat melihat kotak bekal yang dia keluarkan.“Ini, kan, bekal buat mbak Dira,” gumamnya seraya terus menatap kotak bekal tersebut. Dia mengembuskan napasnya pasrah. “Tapi, kalau aku kasih nanti mbak Dira bakal mau gak, ya?”“Mau apa?” Suara Dira yang tiba-tiba sontak membuat Shena terkejut. Dia melihat Dira dan Arlan yang berjalan ke arahnya. “Mau apa?” tanya Dira mengulangi pertanyaannya.Shena menatap Dira dengan gugup, lalu memberikan kotak bekal yang dipegangnya untuk Dira. “Saya bawakan ini untuk Bu Dira,” ucap Shena dengan nada gugup.Melihat kotak bekal yang Shena sodorkan untuknya, Dira pun hanya terdiam. “Untuk saya?” tanyanya memastikan. Setelah mendapat anggukan dari Shena, Dira pun meneriman
Esokan harinya, Shena bangun jam lima pagi. Dia segera bangun dan melaksanakan salat subuh, lalu mencuci baju. Setelah selesai mencuci baju di jam setengah enam pagi, Shena mulai menggoreng risol-risol yang dibuatnya bersama Dira sore kemarin. Sekalian memasak untuk sarapan dan membawakan bekal untuk Arlan.Jam tujuh, semuanya telah selesai. Shena bergegas untuk mandi, sarapan, dan bersiap berangkat kerja. Seperti biasanya, Shena menunggu tukang ojek online di depan kosan. Setelah ojek datang, Shena segera naik, lalu melaju menuju ke kantor Arlan.Shena membawa wadah kotak yang berisi risol tersebut di pangkuannya. Tidak seperti yang dia harapkan, jalanan hari itu cukup padat hingga membuatnya merasa sedikit cemas karena takut terlambat.Namun, keberuntungan masih berpihak ke Shena. Dia berhasil datang pada pukul 07.50 waktu pagi hari, itu artinya dia berhasil datang sepuluh menit sebelum jam kerjanya dimulai. Setelah membayarkan ongkosnya, Shena segera bergegas masuk ke kantor. Namun
“Arlan!” seru Dira memanggil seraya membuka pintu ruang Arlan. Arlan yang mendengar seruan tersebut sontak memasang raut terkejutnya. “Aku punya berita besar buat kamu!”“Harus berapa kali saya bilang sama kamu buat ketuk pintu dulu sebelum masuk,” ucap Arlan menahan kekesalannya. “Ada apa?”Mendengar nada kesal dari Arlan, Dira hanya menunjukkan cengengesannya tanpa meminta maaf. Dia menutup kembali pintu tersebut dan menghampiri meja kerja Arlan, lalu duduk di bangku yang ada di depan meja Arlan.Dira melihat ke tas serut yang dikenalnya. “Loh, bukannya dia lagi libur, ya? Kok, bisa dapat gitu?”Mengerti dengan ke mana arah tatapan Dira, Arlan mengangguk. “Dia mengutus tukang ojek, lalu dititipkan ke satpam di depan seperti biasanya.”“Dia perhatian banget, ya. Kemarin malam juga dia nolongin aku dari penjahat.”Mendengar itu, Arlan sontak menoleh. &l
Satu minggu telah berlalu. Namun, gosip kedekatan Arlan dan Dira masih saja belum hilang. Shena yang terus-terusan mendapat omongan tidak enak dari para karyawan pun hanya bisa tutup telinga dan berpura-pura untuk tidak peduli. Meskipun gosip tentangnya yang semakin hari semakin memanas, Shena tetap tidak bisa melawannya. Terus berusaha menghindari Arlan agar gosip tersebut tidak semakin menyebar hingga keluar benar-benar melelahkan baginya. Karena gosip tersebut, semangat kerja Shena pun perlahan menghilang. Mendengar hal buruk tentangnya dari orang lain, mendengar orang-orang yang mendukung hubungan Arlan dan Dira, lalu melihat secara langsung dari kedekatan antara keduanya. Shena hanya bisa mengembuskan napasnya pasrah berkali-kali setiap mendengar para karyawan yang membicarakannya secara terang-terangan. Tidak ingin terjadi keributan, Shena bergegas pergi ke ruang lainnya. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Arlan dan Dira yang sedang berjalan berdampingan untuk masuk ke k