Esok paginya Miranda mengantarkan Joy pergi ke sekolah. Wajahnya dipoles bedak tebal untuk menutupi memar-memar yang tinggal sedikit. Ya, tinggal sedikit karena dia rajin mengompresnya dengan es batu. Kemarin malam sehabis melayani suaminya di ranjang, wanita itu turun ke bawah untuk mengambil es batu lagi. Lalu dibawanya ke kamar dan dipakai untuk mengompres wajahnya.Carlos sendiri sudah tertidur lelap waktu itu. Yang membuat Miranda heran, laki-laki itu bercinta dengannya manis sekali seperti ketika dulu mereka berbulan madu keliling Eropa. Sang istri yang semula melayaninya karena terpaksa jadi menikmati hubungan intim tersebut karena Carlos benar-benar berupaya semaksimal mungkin agar wanita itu mengalami orgasme terlebih dahulu.Setelah percintaan nan romantis plus memabukkan itu berakhir, laki-laki itu memeluk sang istri dari belakang dengan penuh kasih sayang. Posisi pelukan yang sangat disukai perempuan itu karena merasa sangat dilindungi oleh pasangannya.Saat Miranda duduk
Meskipun rumahnya sudah lama tak dibersihkan, tapi kondisinya tidak terlalu berdebu. Mungkin karena tertutup terus sepanjang hari. Di dalam ruangan memang terasa agak pengap. Namun begitu pintu dan jendela dibuka semua oleh Miranda, ruangan keluarga rumah itu mulai terasa segar.“Suatu saat aku akan memesan jasa cleaning service untuk membersihkan segenap penjuru rumah ini. Karena kalau kubersihkan sendiri akan memakan waktu lama. Tapi kalau kubawa pembantu dari rumah, aku takut mereka akan memata-matai kegiatanku dan melaporkannya pada Carlos. Semenjak dia pulang agak sore kemarin waktu Lukas sedang berenang dengan Joy, aku tak percaya lagi pada seorang pegawaipun di rumah. Salah seorang dari mereka pasti melaporkan pada Carlos tentang Lukas yang berenang di rumah. Nggak mungkin kebetulan Carlos sedang mengecek CCTV di HP-nya waktu itu!” kata wanita itu pada dirinya sendiri.Dia merasa geram begitu menyadari selama ini tinggal di rumah yang kondisinya tidak aman. Ada mata-mata suamin
Terdengar helaan napas lega dari seberang sana. Kentara sekali si penelepon senang Miranda menerima teleponnya.“Halo, Mira. Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Lukas penuh rasa ingin tahu. Pria itu kuatir sekali kakak iparnya ini terkena masalah akibat kemarin dirinya berenang dengan Joy di rumah Carlos.“Baik-baik saja, dong. Kenapa memangnya, Kas?” balas Miranda balik bertanya. Dia bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa kemarin sore.Lukas langsung menjawab spontan, “Kemarin sore kamu tiba-tiba menghilang di rumahmu sendiri begitu suamimu pulang kantor. Aku kuatir sekali, Mira. Takut kamu kenapa-kenapa. Carlos sih, bilangnya kamu tiba-tiba merasa nggak enak badan. Benarkah begitu, Mira?”“Oya, Kas. Memang benar aku nggak enak badan. Pusing dan meriang gitu. Sebenarnya sudah sejak kemarin pagi aku merasakannya, cuma kutahan-tahan supaya bisa mengantar Joy pergi ke sekolah. Terus siangnya kalau aku sakit, takutnya kamu membatalkan janjimu berenang dengan Joy di rumah. Tapi tenang sa
”Karena apa yang akan dibahas dalam pertemuan itu adalah masalah orang dewasa, Kas. Belum pantas didengar oleh anak sekecil Joy,” jawab Miranda berkilah.Ia tak ingin membohongi laki-laki itu. Tapi juga tak mau berterus terang dengan siapa sebenarnya dirinya akan bertemu besok siang.“Terus siapa orang itu, Mira?” tanya adik iparnya itu lagi. Dirinya jadi penasaran karena wanita itu tak juga menyebutkan jati diri orang yang hendak ditemuinya.Miranda menghela napas panjang. Lalu dia berkata panjang lebar, “Orang yang akan kutemui itu aktivis perempuan yang sibuk sekali. Sudah lama kutunggu-tunggu dia meluangkan waktunya untuk bertemu denganku. Aku sekarang kan punya banyak waktu, Kas. Nggak seperti dulu yang sibuk sekali mondar-mandir kesana-kemari sebagai broker properti maupun mengurus Joy. Jadi mumpung aku masih belum punya anak, mau kugunakan waktuku untuk melakukan hal-hal yang positif. Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial misalnya. Dan orang yang besok akan kutemui itu bisa
Dan selanjutnya wanita itu tanpa malu-malu menceritakan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya. Dokter Asih mendengarkan kisahnya dengan sikap tenang. Sorot mata teduh wanita itu menghangatkan jiwa Miranda. Tak tampak sedikitpun penghakiman di sana. Adakalanya istri Carlos itu terbawa perasaan saat menceritakan kisah penganiayaan terhadap dirinya. Matanya berkaca-kaca. Hidungnya memerah. Dokter Asih langsung meraih sebuah kotak tisu dan meletakkannya persis di depan pasiennya tersebut.Miranda mengucapkan terima kasih. Tangannya mengambil sehelai tisu dan menyeka matanya yang mulai basah. Ternyata tak mudah menceritakan kepahitan hidupnya pada orang lain, meskipun itu orang yang baru dikenalnya. Selama ini Miranda memang tidak suka mengungkapkan kepedihannya pada orang lain. Pun ketika hatinya dulu terluka akibat harus melepaskan Lukas demi kebahagiaan adik yang sangat dikasihinya.Beberapa saat kemudian wanita itu kembali melanjutkan ceritanya pada sang dokter. Setelah menyeles
Miranda menepati janjinya. Sebelum pukul empat sore, yaitu tepatnya jam setengah empat, dia sudah tiba di wahana permainan milik Lukas untuk menjemput Joy. Bocah itu senang sekali melihat kedatangan tantenya. Dia memang sudah lelah bermain di tempat itu. Saking sang ayah dengan setia menemani dan mengajaknya mengobrol terus, anak laki-laki itu tidak sampai merasa bosan. “Kas, sori. Aku besok masih harus bertemu dengan aktivis perempuan itu. Dia tadi belum selesai menjelaskan proposal-proposalnya tentang kegiatan sosial yang mungkin kuminati. Barangkali karena pertanyaanku terlalu banyak, jadi waktu pertemuan tadi nggak cukup baginya buat mengungkapkan semuanya. Apakah kamu besok bisa menjaga Joy lagi di sini? Kalau ya, sepulang sekolah dia langsung kuantarkan kemari. Kalau kamu sibuk, ya nggak apa-apa kutitipkan Joy di daycare aja.” Mendengar pernyataan tanpa tedeng aling-aling kakak iparnya itu, Lukas mengerutkan keningnya. Dia heran, sepenting apa urusan Miranda dengan aktivis pere
Dan hati Lukas merasa begitu lega ketika anaknya menjawab demikian, “Om Carlos sudah baik kok, Pa. Nggak pernah marah-marah lagi. Waktu Tante sakit pas kita berenang di rumah itu, Om Carlos main terus sama Joy. Sama sekali nggak sibuk telepon-teleponan ataupun chat WA. Memang kemarin malam Joy nggak sempat ketemu Om Carlos karena pulangnya malam sekali. Tapi ya nggak apa-apa sih, Pa. Kan nggak setiap hari Om Carlos pulangnya telat terus.”“Oh, jadi kemarin Joy nggak makan malam sama Om Carlos di rumah?”“Nggak, Pa. Joy cuma makan sama Tante Mira aja.”“Menunya apa?”“Apa, ya? Sebentar. Oya, Joy ingat. Ada tim ikan salmon sama kepiting soka goreng. Enak banget, Pa. Kayak makan di restoran mahal. Hahaha….”Lukas tersenyum. Dia pernah juga makan di rumah Miranda. Pada siang hari tentunya. Menu di rumah kakak iparnya itu memang selalu istimewa. Bagaikan hidangan restoran kelas atas. Carlos memang mempekerjakan seorang koki profesional untuk memasak setiap hari di rumahnya. Koki itu beker
Pasien di hadapannya menatap getir. “Dulu saya memang sempat merasa penasaran siapa perempuan bernama Prilly itu, Dok. Tapi sekarang….”Senyuman sinis dan gelengan kepala pelan Miranda cukup menjawab pertanyaan psikiaternya tersebut. Dokter Asih mengangguk-angguk bijaksana. Dia tak ingin memaksa pasiennya itu untuk mempertahankan perkawinannya dengan Carlos. Namun ada beberapa hal yang perlu dikemukakannya pada Miranda agar kelak tak menyesali keputusannya tersebut.“Begini, Bu Miranda,” ucap psikiater itu tenang. “Bukan baru satu-dua kali saya menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri yang berasal dari status ekonomi dan sosial lebih rendah dari suaminya. Sayang sekali kebanyakan mereka tak mendapatkan apa-apa dari perceraian tersebut. Bahkan kemungkinan besar reputasi mereka malah dicoreng-moreng oleh pihak suami. Anda tahu kenapa demikian?”Miranda menggelengkan kepalanya. Selama ini dia memang tak begitu mengikuti isu-isu tentang kekerasan dalam rumah t