Pasien di hadapannya menatap getir. “Dulu saya memang sempat merasa penasaran siapa perempuan bernama Prilly itu, Dok. Tapi sekarang….”Senyuman sinis dan gelengan kepala pelan Miranda cukup menjawab pertanyaan psikiaternya tersebut. Dokter Asih mengangguk-angguk bijaksana. Dia tak ingin memaksa pasiennya itu untuk mempertahankan perkawinannya dengan Carlos. Namun ada beberapa hal yang perlu dikemukakannya pada Miranda agar kelak tak menyesali keputusannya tersebut.“Begini, Bu Miranda,” ucap psikiater itu tenang. “Bukan baru satu-dua kali saya menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri yang berasal dari status ekonomi dan sosial lebih rendah dari suaminya. Sayang sekali kebanyakan mereka tak mendapatkan apa-apa dari perceraian tersebut. Bahkan kemungkinan besar reputasi mereka malah dicoreng-moreng oleh pihak suami. Anda tahu kenapa demikian?”Miranda menggelengkan kepalanya. Selama ini dia memang tak begitu mengikuti isu-isu tentang kekerasan dalam rumah t
Hari-hari berikutnya hubungan antara Miranda dengan suaminya begitu harmonis. Diperhatikan dan dilayaninya Carlos dengan begitu rupa sehingga laki-laki itu pun bersikap manis kepadanya. Memang pria itu masih suka pulang larut malam beberapa kali dalam seminggu, namun sudah tak pernah dalam keadaan mabuk berat. Kalaupun tercium bau alkohol dan asap rokok dari tubuhnya, Carlos masih dalam keadaan terkendali. Barangkali dia mabuk sedikit, namun berusaha tak diperlihatkannya di depan sang istri.Miranda sendiri tak bertanya sama sekali. Wanita itu berpura-pura tak mencium aroma apapun dari tubuh suaminya. Dibiarkannya Carlos mandi keramas dalam waktu agak lama di kamar mandi. Sekeluarnya laki-laki itu dari sana, dengan senyuman yang teramat manis wanita itu menawarkan untuk memijit punggung suaminya.Biasanya Carlos menolaknya. Alasan laki-laki itu bukan tubuhnya yang butuh dipijit saat ini, melainkan adik kecil kesayangannya yang membutuhkan hiburan. Miranda langsung paham dengan keing
Miranda menggeleng pelan. “Belum ada tanda-tanda, Ma,” jawabnya terus terang. Dirinya sama sekali tak merasa risih mengatakan hal yang sebenarnya pada sang mertua.Victoria tersenyum bijak. “Nggak apa-apa, Mir,” ucap wanita itu mendukung. “Kalian belum satu tahun menikah. Masih banyak waktu untuk mencoba hamil secara alami. Nanti kalau sudah satu setengah tahun belum ada tanda-tanda kehamilan juga, kamu dan Carlos bisa memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan. Mama ada rekomendasi dokter yang bagus di Singapore dan Malaysia. Kalian tinggal pilih saja mau periksa sama dokter yang mana. Dua-duanya juga boleh, kok. Nggak masalah.”“Baik, Ma,” sahut Miranda menurut.Selama menjadi menantu wanita konglomerat ini, dia sudah mempelajari bahwa satu-satunya cara untuk mengambil hati Victoria adalah dengan bersikap patuh di depannya. Ibu kandung Carlos ini orang yang gila hormat. Barangkali karena selama hidup Victoria jarang sekali atau bahkan mungkin belum pernah seorang manusiapun men
Melihat tampang menantunya yang begitu serius, Victoria kemudian berkata, “Setiap orang mempunyai masa lalu, Mir. Mama yakin kamu sendiri juga begitu, bukan?”Miranda tersentak. Hebat sekali ibu mertuanya ini melakukan serangan balik terhadap dirinya. Padahal dalam hal ini anaknyalah yang bersalah. Mengigau nama perempuan lain dalam tidurnya. Lebih dari satu kali pula. Istri mana yang tak mengungkit-ungkit masa lalu sang suami kalau berada pada posisi begini?Untunglah Miranda bukan orang yang mudah panik bila diserang seperti itu. Selama bertahun-tahun dia menjadi marketing profesional yang terbiasa menghadapi serangan kata-kata dari lawan bicaranya. Dengan senyuman yang teramat manis, wanita itu menanggapi ucapan ibu mertuanya secara bijak.“Mama betul sekali. Setiap orang di dunia ini pasti mempunyai masa lalu, termasuk Miranda. Cuma kalau sudah berkomitmen menjalani kehidupan bersama seseorang, masa lalu itu akan Miranda tutup rapat-rapat. Tidak diingat-ingat lagi. Hal itu karena
Esok paginya Miranda seperti biasa mengantarkan Joy pergi ke sekolah. Selanjutnya wanita itu menyetir mobilnya menuju ke rumah Victoria. Igauan Carlos kemarin malam membuat hati Miranda tidak tenang. Dia merasa harus mengklarifikasi lagi dengan ibu mertuanya itu tentang apa yang sebenarnya membuat hubungan Carlos dengan Prilly dahulu kandas.Petugas sekuriti langsung membuka pintu gerbang rumah mewah tersebut dengan remote control sambil memberi salam begitu tahu bahwa menantu si nyonya rumah yang datang. Miranda tersenyum manis pada laki-laki berkumis tebal itu sembari mengucapkan terima kasih.“Sama-sama, Bu Miranda,” sahut petugas sekuriti tersebut sopan.Istri Carlos itu segera mengendarai mobilnya masuk melewati pintu gerbang dan memarkir kendaraannya tersebut di halaman depan rumah. Dahi wanita itu mengernyit begitu melihat mobil suaminya terparkir juga di sana. Carlos tadi memang keluar rumah bersamaan dengan Miranda dan Joy. Katanya ada meeting penting pagi-pagi di kantor. Te
“Kamu terlalu berburuk sangka sama Mama, Carlos!”“Apa? Berburuk sangka, Ma? Demi Tuhan! Sampai kapan Mama hidup dalam panggung sandiwara begini? Mama dan Prilly sama-sama wanita. Kenapa Mama begitu kejam terhadap dirinya? Apa sebenarnya salah Prillly, Ma? Apa?”Tak terdengar jawaban Victoria. Miranda semakin mendekatkan telinganya pada pintu ruang kerja ibu mertuanya itu. Rasa penasaran dalam hati istri Carlos itu semakin menjadi-jadi. Luar biasa ternyata perjalanan cinta suaminya dengan Prilly.Suasana di dalam ruangan kerja Victoria itu tetap hening. Miranda merasa putus asa. Masa cuma segini informasi tentang Prilly yang berhasil didengarnya secara diam-diam?Tiba-tiba terdengar suara Carlos lagi. Kali ini nada suara pria itu melemah, seperti orang yang putus asa.“Seandainya Mama dulu melihat keadaan Prilly sewaktu dia menemuiku beberapa bulan setelah menikah dengan suaminya yang bule itu. Aku kaget sekali melihat keadaannya yang kurus, pucat, tak terawat, dan…kelihatan hampir n
Miranda terkejut setengah mati. Dia ketakutan sekali. Tanpa pikir panjang wanita itu membalikkan badan dan berlari sekencang mungkin.“Miranda, mau kemana kamu?!”Teriakan suaminya membuat wanita itu semakin memperkencang larinya. Dia sudah mendekati tangga untuk turun ke lantai satu. Tangan Miranda meraih pegangan tangga. Kedua kakinya bergantian menuruni anak-anak tangga dengan cepat.Jantung wanita itu berdegup kencang. Dia merasa nyawanya terancam. Carlos benar-benar kesetanan mengetahui pembicaraannya dengan sang ibu diam-diam didengarkan oleh istrinya sendiri. Parahnya, yang menjadi topik adalah masa lalunya bersama perempuan lain!“Aaah…!”Kepanikan Miranda membuat dirinya kurang hati-hati dalam menuruni tangga. Kakinya tergelincir dan dirinya kehilangan keseimbangan. Tubuh istri Carlos itu jatuh terguling-guling hingga ke bawah.“Miranda!”Carlos yang kaget melihat istrinya terjatuh segera mempercepat langkah kakinya menuruni tangga. Dengan tergopoh-gopoh didekatinya wanita it
Air mata Miranda jatuh bercucuran. Isak tangis wanita itu terdengar begitu menyayat hati. Kedua tangannya diarahkan ke depan, meminta botol kaca berisi remahan janinnya. Carlos menuruti keinginan istrinya. Dimasukkannya botol itu ke dalam genggaman tangan Miranda. Wanita itu segera memeluk benda tersebut erat-erat. Inilah darah daging yang tak disadarinya telah tumbuh dalam rahimnya. Anak kandungnya sendiri!Mama telah berdosa besar kepadamu, Nak, sesal Miranda dalam hati. Sungguh aku ini orang tua yang tak becus melindungi anak sendiri. Maafkan Mama ya, Nak. Benar-benar ini terjadi di luar kemampuan Mama sebagai manusia….Kemudian dirasakannya rangkulan Carlos pada bahunya. Pria itu berbisik dengan lembut di sisi telinganya, “Akan kita kuburkan dengan baik anak ini, Sayang. Di halaman depan rumah kita pun boleh. Dia akan menyaksikan kedua orang tuanya melanjutkan hidup dengan bahagia. Adik-adiknya akan lahir dan membuat perkawinan kita semakin harmonis.”Miranda diam saja tak menangg