Jorge memutar mobilnya dan memasuki kompleks rumah, membuka kaca untuk memperlihatkan wajahnya pada security yang langsung membuka palang pintu dan mengangguk hormat.
Jorge tersenyum sambil menutup kaca jendela mobilnya lagi. Mobilnya melaju lambat sampai berhenti di depan garasi rumah keluarga Arkhadia. Jorge turun dari mobil lalu membuka pintunya.
Memang sudah sejak lama, keluarga Arkhadia tidak punya pembantu, sebabnya karena pembantu terakhir mereka Bik Inah baru meninggal setahun yang lalu, dan mereka belum berniat untuk mencari penggantinya.
Dia menghela nafas lalu berjalan masuk ke dalam rumah, mendapati ruangan yang sudah gelap. Jam juga sudah menunjukkan pukul satu pagi. Jorge masuk ke dalam kamar dan membuka bajunya, dia keluar kamar lagi dan hendak membuat kopi di dapur.
“Loh Calista, belum tidur?”
Seketika jantungnya berdegup kencang karena gadis yang dipikir
“Makasih ya Arabel....” kata Calista sambil menerima buku Arabel...membolak-balikkan halamannya lalu memasukkan ke tas. Dia terdiam sebentar saat melihat wajah dingin Arabel yang tidak seperti biasanya, namun tidak mengucapkan apa-apa. “Aku balik dulu ya, Bel...Sampai ketemu....” ucap Calista sambil berdiri, sempat terdiam sejenak sebelum menanyakan sesuatu lagi. “Bu Riris ada nanya sesuatu tentang aku Bel?” Arabel menaikkan alis, lalu tersenyum sinis. “Masih peduli sama sekolah, Bel?” Calista mengernyitkan alisnya, lalu mendengus jengkel. “Kan aku cuma nanya...kok kamu jadi menyebalkan begitu, Bel!” “Ya sudah.... terima kasih bukunya ya! Nanti aku kembalikan....” Calista menengok ke arah Eden yang masih duduk memperhatikan mereka. “Ayo Den! Kita pulang!” Eden berdiri lalu mengangguk pada Arabel, “Pulang dulu ya Bel....” Arabel hanya tersenyum tipis dan memperhatikan Calista dan Eden yang berjalan ke arah motor. Calista sud
“Eden.....”Terdengar suara gadis itu di dalam kamar, menempelkan telinga ke telepon genggamnya sambil berbaring. Wajahnya suram, dia meneteskan air mata.“Ya...maafkan Paman-ku. Dia memang orangnya rada kaku....”“.....”“Iya....”Mereka bercakap-cakap di telepon untuk sesaat, lalu mengakhiri percakapannya. Calista membuka buku pelajaran yang dipinjamnya lalu membolak-balik halaman. Dia berusaha mencerna setiap suku kata dan kalimat yang dibaca namun sama sekali tidak bisa berkonsentrasi.Calista menghela nafas lalu menutup buku-nya, dia malah membuka gallery foto di handphone-nya lagi dan mencari foto dirinya dan Eden. Calista tersenyum-senyum sendiri sambil membaringkan diri lagi di tempat tidurnya.Putus sama Eden? No way....! Mereka nggak mengerti perasaanku....ini hanya antara aku dan Eden! Toh, kami juga nggak mengganggu Paman atau Ibu...!Dia pun tertidur dengan nyenyak hi
“Arabel....” ucap Calista melihat sahabatnya yang sudah duduk manis di sudut kelas. Arabel melihat Calista lalu menaikkan alisnya.“Tumben masuk kelas.....”Calista melihat Arabel dengan tidak percaya, lalu tersenyum sinis. “Nyinyir sekarang elo ya, Bel....” desisnya karena murid yang lain sudah duduk rapih di tempatnya masing-masing. “Elo kenapa sih?”“Kenapa?” balas Arabel juga dengan lirih. “Elo yang macam-macam, Calista. Elo udah berubah seratus persen sejak pacaran sama Eden!”“Terus kenapa? Iya, gue emang berubah jadi Calista yang sedang jatuh cinta...” balas Calista lagi, sambil melihat Bu Riris yang sedang berjalan menuju mejanya, lalu mendesis lagi. “Gue sekarang merasa jauh lebih baik daripada yang dulu!”Calista membuang muka lalu mengambil buku dari dalam tasnya. Sejenak kaget karena melupakan sesuatu....dia belum mengerjakan tugasnya! Sial..
Calista memberengutkan bibirnya sepanjang perjalanan pulang menuju ke rumah. Mobil Jorge melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan raya. Pria itu langsung ijin dari kantor begitu meeting sudah selesai, diiringi dengan tatapan Dahlia yang sedang duduk di meja kerjanya.“Jorge, makan bareng lagi yuk...nanti malam. Aku yang traktir sekarang....” katanya sambil tersenyum manis. Matanya mengerling menggoda saat Jorge menatap ke arahnya.“Nggak bisa, Dahlia,” jawab Jorge dengan nada datar sambil terus melangkah menuju pintu keluar. “Maaf saya ada urusan...”“Huhh....” gumam Dahlia dengan wajah muram, lalu menatap sinis pada karyawan perempuan yang duduk di depannya. “Apa lihat-lihat?! Sana balik kerja lagi!” omelnya membuat karyawan yang masih junior itu buru-buru menundukkan kepala, melanjutkan pekerjaannya.Jorge menatap sekilas ke arah Calista yang menundukkan kepalanya sembari mengetik sesuatu
Waktu terus berjalan hingga tak terasa dia sudah duduk di ruang tengah bersama guru kursusnya...ibu-ibu berkacamata tebal. Calista tampak tidak konsentrasi di menit-menit terakhir, matanya kedapatan melihat jam di dinding terus.“Ayo fokus! Jam di dinding itu tidak akan jalan lebih cepat hanya karena kamu lihatin terus....” tegur Bu Eri, guru privat Calista yang mulai kesal karena gadis itu berulang kali kedapatan tidak mendengarkan omongannya.“Capek, Bu....dengerin hitung-hitungan Kimia terus. Udah malam....” ucap Calista sambil menunjuk ke arah jam dindingnya. “Lima menit lagi....”“Ya sudah....toh pekerjaan rumah sudah sama-sama kita kerjakan tadi,” ucap Bu Eri sambil melihat lagi buku Calista. “Yakin tidak ada yang mau kamu tanyakan?”“Belum ada, Bu...” ucap Calista sembari menggelengkan kepala, berharap guru berkacamata tebal itu segera mengakhiri pelajaran malam ini. Dia
“Mana sih sayang?” tanya Eden sambil memicingkan matanya lagi...mencoba melihat ke arah yang ditunjuk oleh Calista. “Aku nggak melihat apa pun...” “Ada kok....” ujar Calista dan melihat ke arah yang ditunjuk, namun beberapa gadis berjalan melewati mereka dan saat itu juga kedua pria itu tidak terlihat lagi. “Aneh...tadi ada di sana...” “Sayang, kamu jangan berhalusinasi... Tidak ada satu orang pun di sana,” ucap Eden lagi sambil menatap Calista dengan prihatin. “Kalau ada pun, jangan khawatir. Mana berani mereka sama aku....” Calista mengangguk sambil mengucek matanya...betul juga tidak ada kedua pria itu di sana. Apa dia sudah agak lelah malam ini sampai salah melihat orang? 
Calista menoleh dengan sangat perlahan. Dia berharap...untuk beberapa detik kalau hanya kelelahan dan rasa takut yang membuat dia berhalusinasi. Namun kenyataan tetap kenyataan karena....sosok yang dibencinya itu sekarang memang sedang berdiri di teras depan rumahnya! Tengah malam, dan tidak terlalu terlihat karena lampu yang dimatikan.Entah sengaja atau tidak....Jorge baru menekan tombol saklar. Ruang teras itu langsung menyala dengan terangnya. Pria itu berdiri kaku dengan ekspresi wajah yang terlihat mengeras. Jorge tampak mengerutkan alisnya sambil menatap Calista yang berdiri mematung dengan wajah pucat di depan jendela.“Paman....” cicitnya dengan nada takut. “Calista bisa jelaskan....”“Jelaskan apa?! Udah jelas kamu kabur dari rumah dan baru sampai jam segini,” geram Jorge dengan nada jengkel.“Maaf, Paman....” Calista berjalan perlahan ke arah teras... masih dengan wajah pucatnya, namun dia berusah
Calista keluar dari kamar dengan wajah juteknya....sudah siap dengan seragam putih abu-abu dan tas ransel merah muda. Dia sama sekali tidak menatap atau pun menyapa Jorge yang sedang duduk di ruang makan sambil meminum kopi dan melihat ke layar handphone-nya. Gadis itu tampak acuh dan berjalan ke ruang tamu...lalu duduk sambil memakai kaos kakinya. Tas ranselnya ditaruh sembarangan di dekat sofa. “Adek....!” panggil Emily, melihat Calista tidak ke meja makan seperti biasanya. “Sarapan dulu baru berangkat!” “Nggak usah, Bu! Calista nggak lapar!” jawabnya dengan suara agak keras, sambil menunduk lagi membetulkan kaos kakinya. “Makan sedikit aja, nanti kamu sakit!” ucap Emily lagi sambil men