Setelah kepergian Alma, Sania menggerang kesal. Dia merasa ditantang oleh Alma.
"Aku janji gak akan biarkan dia menang, pelakor seperti aku juga berhak bahagia," ucap Sania."Astaghfirullah, ternyata anakku sudah gila," ucap Kurnia."Ibu diam saja, ibu tahu apa soal kebahagiaan Sania. Dulu ibu menjodohkan aku dengan papanya Ibra, nyatanya apa. Dia bukan orang baik yang bisa menjadi papa untuk Ibra. Apa salah kalau aku sekarang ingin merasakan kebahagiaan?" tanya Sania."Tidak salah, tapi jangan suami orang. Kayak gak laku aja sama yang bujang sampai harus jadi pelakor," jawab Kurnia."Kalau ibu tak suka diam saja. Jangan ganggu kesenangan Sania!" banyak Sania.Kurnia menggeleng melihat kelakuan putrinya. Bagaimana bisa dia menjadi anak yang sudah diatur.**Ketika Firman pulang kerja, Sania membawakan makanan untuk Firman."Mas, ini makanan buat kamu," kata Sania menyodorkan plastik berwarna hitam.Alma sengaja menubruk Sania hingga plastik itu jatuh, dan dengan sengaja Alma menginjak makanan itu."Ups maaf ke injak," kata Alma sambil menutup mulutnya. "Udah kotor, Mas. Jangan di makan ya!" pinta Alma tersenyum."Alma, kamu keterlaluan," ucap Firman."Aku gak sengaja, Mas. Lagian kalian berdiri di depan pintu kang menghalangi jalan," kata Alma.Sania dengan manja bergelayutan di lengan Firman. Dia mengadu jika siang tadi Alma menamparnya.Tiba-tiba ada tetangga yang lewat sehingga dengan sengaja Alma mendorong Sania hingga tangannya terlepas dari lengan Firman dan jatuh."Aduh, jangan gitu dong Sania! Kamu kok malah nempel sama suamiku," kata Alma."Mbak Alma, kenapa Sania di dorong?" tanya salah satu tetangga Alma yang sedang lewat."Oh tadi ada nyamuk nempel di lengan suamiku, Bu. Jadi ya aku singkirkan saja," jawab Alma."Mas Firman sama Sania kok terlihat akrab banget sih. Jangan-jangan kalian," ucapan mereka tak diteruskan."Udah deh Bu, jangan suka ikut campur urusan orang," sahut Sania yang sudah berdiri lagi.Ibu-ibu tadi lalu melanjutkan jalan sambil mengomel. Mereka membicarakan Firman dan Sania."Sania, udah kan ketemu sama suamiku. Mendingan kamu pulang saja," kata Alma."Sania kamu pulang saja, kita harus hati-hati agar tetangga tidak curiga," sahut Firman. "Dan kamu Alma, jangan pernah kasih tahu siapapun hubungan kami," ancam Firman."Sepandai-pandainya menyiapkan bangkai pasti akan ketahuan juga, Mas," ucap Alma lalu menarik tangan Firman untuk masuk ke dalam rumah.Firman mengikuti Alma, dengan kasar Alma menutup pintu dan menguncinya. Dia tak mau jika Sania masuk ke dalam rumah.**Sania dan Firman diam-diam bertemu lagi di luar setelah beberapa hari tidak berkomunikasi. Alma yang tahu hal itu langsung membuntuti Firman malam itu.Mereka bertemu di salah satu restoran. Mereka masih tampak mesra walaupun di tempat umum."Mas, aku kangen kamu. Dua hari aja kita gak komunikasi udah bikin aku rindu," kata Sania lalu memeluk Firman."Makan dulu, setelah itu kita ke hotel biasa," ucap Firman.Alma yang mendengar hal itu langsung merencanakan sesuatu untuk mereka. Mereka memesan makanan, tidak berapa lama makanan mereka datang.Sementara Alma hanya pesan minuman sambil menunggu mereka makan."Mas, kenapa sih gak kamu ceraikan saja Alma?" tanya Sania. "Katanya kamu udah gak cinta sama dia," sambung Sania."Sabar, tunggu waktu yang tepat. Dia kan gak akan berani sama aku. Jadi kamu tenang saja, kita nikmati saja hubungan kita ini," ucap Firman.Mereka makan dengan lahapnya, sesekali Sania bertingkah manja pada Firman. Hal itu membuat Alma merasa jijik.**Setengah jam kemudian mereka pergi ke hotel. Alma membuntuti mereka hingga ke depan kamar hotel.Sementara Alam di luar menunggu, Sania dan Firman sudah masuk ke dalam kamar dan siap untuk memadu kasih.Firman merangkul tubuh Sania dan hendak menciumnya. Namun, Sania menghentikan Firman."Bentar, Mas. Perutku mules," kata Sania.Dia berlari ke kamar mandi, dia merasakan perutnya sakit melilit. Sania keluar dari kamar mandi hendak meneruskan kemesraan dengan Firman. Namun, lagi-lagi perutnya sakit."Mas, aku mules lagi," kata Sania kembali ke kamar mandi.Entah berapa kali Sania bolak balik ke kamar mandi. Hingga akhirnya Firman protes dan kesal pada Sania."Ya ampun Sania, bau banget sih kamu. Udahlah gak usah diterusin saja. Mendingan kamu pulang dan jangan lupa beli obat," kata Firman."Mas, jangan marah dong. Perutku benar-benar mules," bujuk Sania.Alma di luar tersenyum karena rencananya berhasil. Dia segera pergi, dia tak mau ketahuan oleh mereka.Sania pulang bersama Firman, di dalam mobil beberapa kali Sania buang angin sehingga membuat Firman ingin mual. Mereka mampir ke apotik untuk membeli obat diare setelah itu mampir ke toilet umum."Aku kira bakal senang-senang yang ada aku di bauin," omel Firman."Kayaknya aku salah makan deh Mas tadi. Makanya aku diare," kata Sania. "Jangan marah ya, Mas! Nanti kalau udah sembuh kita ketemu lagi," kata Sania.Firma terlanjur kecewa dia mengantar Sania tapi tidak sampai depan rumah karena takut ada yang melihat. Dia diberhentikan di perempatan.Terpaksa Sania harus naik ojek karena dia tak kuat untuk jalan kaki. Beruntung masih ada tukang ojek yang mangkal.Sampai di rumah, Firman langsung masuk ke kamar. Di lihatnya Alma sudah tidur. Dia mendekati Alma hendak mengajaknya memadu kasih tapi Alma tak kunjung bangun.Akhirnya Firman bersolo ria di kamar mandi. Alma yang hanya pura-pura tidur merasa puas bisa memberi mereka pelajaran. Ini baru awal perlawanan Alma. Dia tak akan mudah untuk menyerah.**"Semalam pulang jam berapa, Mas?" tanya Alma. "Bagaimana acaranya, lancar?" tanya Alma."Kepo kamu," jawab Firman sinis."Biasanya kalau habis keluar malam happy banget ini kok murung. Semalam gagal total ya?" tanya Alma.Tiba-tiba Sania datang, dia langsung memeluk Firman di depan Naomi dan Alma."Naomi, sarapan di ruang keluarga saja ya," kata Alma. Naomi nurut saja pada Alma dan membawa piringnya ke ruang keluarga. "Sania, harusnya kamu jangan perlihatkan kedekatan kalian pada Naomi. Kasihan dia kalau tahu papanya selingkuh," kata Alma."Aduh, lagian dia tahu apa sih. Dia kan masih kecil mana tahu kalau papanya selingkuh," kata Sania masih begelayut manja."Siapa yang selingkuh?" semua orang menoleh ke arah sumber suara.Firman langsung menyingkirkan tangan Sania ketika melihat siapa yang baru saja datang."Kenapa pada diam? Siapa yang selingkuh?" tanyanya.Firman langsung panik, dia mengunci mulutnya agar tak salah bicara. Dia tak mau jika di salahkan karena telah mengkhianati Alma."Oh itu, Ma. Tetangga sebelah yang selingkuh," jawab Alma."Aku dengar Firman yang selingkuh. Apa benar Firman?" tanya sang mama--Dewita."Ti--tidak, Ma," jawab Firman gugup. "Mama pasti salah dengar," ucap Firman mendekati Dewita dan mengajaknya untuk sarapan bersama."Eh kamu, pulang sana. Kamu bukan siapa-siapa di sini," usir Dewita pada Sania.Firman memberikan isyarat agar Sania segera pergi. Dengan muka masam Sania pergi dari rumah Firman."Mama, kenapa tidak memberi kabar kalau mau ke sini?" tanya Firman."Aku mau bikin surprise buat kalian. Mama akan menginap beberapa hari di sini. Aku takut kalau kamu beneran selingkuh," jawab Dewita."Wah Alma senang sekali kalau Mama mau menginap. Alma jadi punya teman curhat," sahut Alma.Mereka lalu makan bersama. Kali ini Firman yang mengantar Naomi ke sekolah karena tak mau meninggalkan Dewita seorang diri."Alma, kamu tak perlu membohongi mama. Mama sudah tahu semua," kata Dewita. "Firman dan selingkuhannya itu harus diberi pelajaran. Mama tidak rela menantu kesayangan mama ini digantikan oleh siapapun," sa
"Mama...siapa yang bilang? Jangan asal percaya dengan orang lain," kata Firman. "mama harusnya percaya dengan anak mama sendiri," sambung Firman."Mama tadi mendengarkan pembicaraan kalian," ucap Dewita seketika membuat Firman terdiam.Dewita lalu mengajak Alma untuk segera tidur karena sudah malam. Sementara Firman memikirkan nasibnya yang berada diujung tanduk. Namun, untuk meninggalkan Sania dia tak akan sanggup.Pesona Sania sudah membuat Firman cinta mati. Bahkan sehari tak melihat Sania bisa membuat Firman gelisah. Ah dasar cinta gila!.**Pagi itu Alma dan Dewita mengajak Firman jalan-jalan ke taman sambil lari pagi. Firman tentu saja mau namun, dia taman mereka bertemu dengan Sania."Alma, kalian di sini juga. Tahu gitu tadi bareng sekalian," kata Sania. "Naomi, ajak main Ibra ya," ucap Sania."Gak mau, mending aku main sendiri," tolak Naomi."Ya ampun Sania! Masih aja ya sok baik sama kami. Padahal aku
Ternyata Sania sudah berada di rumah Firman. Dia meminta bantuan agar Firman menolongnya."Mas, ibu mengurungku tadi. Aku ini tadi lari lewat jendela," kata Sania. Wajah Sania terlihat sangat menyedihkan hal itu membuat Firman tak tega dengan Sania."Sania, aku akan bicara dengan Alma untuk menikahi kamu," kata Firman memberikan harapan pada Sania. Mata Sania berbinar mendengar Firman akan menikahinya.Malam itu, Firman mengatakan pada Alma bahwa dia akan menikahi Sania. Namun, Alma menolak keras keinginan suaminya itu. Bahkan Dewita sampai menampar Firman."Aku mencintai Sania, kalau kalian tak ingin kamu menjalin hubungan terlarang, izinkan kamu menikah," ucap Firman."Sampai aku matipun tak akan aku izinkan kamu untuk menikah dengan dia," tuding Dewita pada Sania.Alma kecewa dengan Firman, maka mungkin dia mau dimadu dengan Sania. Dia tak akan kuat dengan semuanya.**Saat akan tidur, Firman masih berusaha u
Sejak saat itu, Alma berusaha untuk terus membuat Firman bersikap baik dengan Naomi. Namun, semakin Alma mengalah justru Firman semakin semena-mena."Mas, kalau kamu memang tak bisa meninggalkan Sania. Tolong jaga perasaan Naomi, berilah dia perhatian seperti dulu lagi. Sekarang kamu banyak berubah," ucap Alma."Apa kurang selama ini perhatianku? Apa dengan aku kembali perhatian dengan dia kalian akan terima hubungan aku dan Sania," kata Firman."Ya, aku akan mencoba untuk bersabar dan diam," ucap Alma. "Asal kamu menjadi sosok papa yang baik buat Naomi," sambung Alma.Alma tak peduli walaupun dia harus merasakan sakit hati. Baginya yang terpenting Naomi tidak kehilangan sosok Firman. Berkorban demi kebahagiaan sang putri, itulah yang saat ini Alma lakukan.Sejak saat itu, Firman kembali dekat dengan Naomi. Bahkan apa yang Naomi minta Firman turuti. Hanya satu yang dia tak akan turuti jika Naomi meminta dia untuk meninggalkan Sania.
Sania yang sadar bahwa Firman tak berkedip langsung mencubit Firman hingga Firman tersadar."Ajeng, kenalkan ini suamiku Mas Firman. Dan yang di sebelahnya itu Sania tetangga aku sekaligus selingkuhan suamiku," ucap Alma tanpa malu memperkenalkan Sania."Alma, kita cari meja lain ya. Banyak hal yang ingin aku bicarakan," kata Ajeng.Alma dan Ajeng mencari tempat yang jauh dari Firman dan Sania. Dia hanya ingin bicara berdua dengan Alma apalagi mereka sudah lama tak bertemu."Kamu bisa mudah aja ya terima mereka," kata Ajeng sembari duduk. "Kalau jadi aku udah ku bunuh tuh pelakor," sambung Ajeng."Aku tak bisa sesadis itu, Jeng. Dia punya anak kecil, aku gak mau kalau melukai hati anaknya," ucap Alma. "Dan kamu rela mengorbankan perasaan kamu?" tanya Ajeng. "Bagaimana kalau kamu ikuti trik ku aja?" tanya Ajeng."Trik apa?" tanya Alma penasaran."Kamu jangan mau mengurus Firman lagi, termasuk mengurus urusan rum
Alma tersenyum, dia tak menyangka kalau Dewita hanya bercanda. Firman kesal karena merasa di permainkan. Pagi itu Alma pergi untuk interview.Alma melalui beberapa tes dan hasilnya baik. Bahkan Alma langsung diterima kerja lagi setelah hasil interview keluar."Selamat Mbak Alma, anda di terima bekerja di kantor ini," ucap Seorang karyawan yang mengumumkan hasil interview.Alma senang, dia tak lupa memberitahu Dewita. Alma menjemput Naomi yang dititipkan pada Dewita."Kamu yakin bisa kerja sambil mengurus Naomi?" tanya Dewita."Akan aku usahakan, Ma. Aku tidak bisa selamanya bergantung pada Mas Firman. Terlebih lagi uang Mas Firman sudah dibagi dengan Sania," jawab Alma.Alma lalu pamit dan mengucapkan terima kasih. Karena Alma bekerja, jadi Naomi akan ikut mobil jemputan dari pihak sekolah."Sayang, gak apa-apa ya mama kerja," kata Alma."Iya, Ma. Dari pada mama sakit hati lihat kelakuan papa," ucap Naomi.
Akhirnya Firman datang sendiri ke rumah Wibowo. Dia datang untuk meminta tolong agar Wibowo membujuk temannya."Pa, Firman mohon! Bantu Firman, Firman punya anak dan istri, kalau Firman tidak bekerja bagaimana Firman menafkahi mereka," bujuk Firman."Kamu bukan hanya menafkahi anak istrimu, Firman. Tapi janda gatal tetanggamu itu. Papa gak akan bantu kamu kalau kamu masih berhubungan dengan dia," bantah Wibowo. "Kalau kamu mau bantuan papa, tanda tangani surat ini," ucap Wibowo melempar sebuah map.Wibowo sudah tahu kalau Firman pasti akan meminta tolong padanya. Jadi dia sudah menyiapkan semua."Surat apa ini, Pa?" tanya Firman."Perjanjian jika kamu akan menjauhi Sania dan tak akan selingkuh lagi dengan siapapun itu," jawab Wibowo. "Jika kamu melanggar, maka kamu akan kehilangan pekerjaan beserta warisan dari keluarga kami," sambung Wibowo.Firman tampak berfikir sebelum dia akhirnya menyetujui syarat yang diajukan Wibowo. Firm
Alma tiba-tiba merasa bersalah. Apalagi apa yang dikatakan Firman ada benarnya. Dia sudah lama tidak melayani Firman selayaknya suami istri."Apa semua memang salahku ya?" tanya Alma. "Apa karena aku tak memenuhi kewajibannya sehingga Mas Firman kembali seperti ini?" tanya Alma lagi.Dulu Alma masih melayani suaminya saja Firman sudah selingkuh dengan Sania. Apalagi saat ini Alma sudah lama tak menjalankan kewajibannya.Firman keluar dari kamar, dia sudah dandan rapi. Dia sama sekali tak melihat ke arah Alma."Mau kemana, Mas?" tanya Alma."Mau jajan, minta sama istri aja gak dikasih," jawab Firman ketus lalu membuka pintu dan segera pergi menaiki mobilnya.Alma semakin sedih, dia tak mau jika disalahkan lagi. Namun, untuk kembali seperti dulu dia masih bimbang. Dia takut kalau Firman kembali lagi menghianati dia.Firman, hanya ingin membuat Alma merasa bersalah. Dia hanya pergi ke rumah Dewita. Dewita terkejut dengan ke
Sudiro dengan terpaksa menceraikan Sania, meskipun begitu Sudiro masih memberi Sania sebagian hartanya. Namun, Sania justru menolak pemberian Sudiro."Aku tak pantas mendapatkannya, berikan saja pada anakmu," kata Sania.Setelah surat gugatan sampai di tangan Sania, Sania memutuskan untuk pindah ke rumah Kurnia lagi bersama Ibra. Sania akan menjalani hidup berdua saja dengan Ibra. Dia ingin menjadi Ibu yang baik untuk Ibra mengingat dulu dia tak pernah mengurus Ibra.Sementara itu, kesehatan Firman memburuk. Dia menderita penyakit lambung. Pagi itu dia di temukan tak berdaya oleh anak buah bosnya. Bukan dibawa berobat, Firman justru di buang di pinggir jalan."Buang saja dia, gak ada gunanya lagi," kata Bosnya.Mereka membawa Firman dengan mobil saat malam hari. Dan meninggalkannya di jalanan yang sepi."Jangan buang aku!" lirih Firman.Mereka mengabaikan Firman dan meninggalkan Firman sendirian. Firman yang merasakan sakit di perutnya mencoba untuk berjalan mencari tempat istirahat.
Sampai di rumah sakit, Alma sudah masuk ruangan bersalin. Satria segera masuk untuk mendampingi Alma. Satria tak akan membiarkan Alma di dalam sendiri.Tidak berapa lama, Suara tangis bayi terdengar. Bayi laki-laki lahir dengan lancar dan sehat. Satria mengumandangkan adzan di telinga sang buah hati.Sebagai orang tua baru, Satria sangat antusias dalam menjaga buah hatinya. Bahkan dia tak mengizinkan Alma untuk melakukan aktivitas rumah tangga lagi."Sayang, apa kira perlu baby sitter?" tanya Satria setelah mereka pulang dari rumah sakit."Gak usah, aku sudah biasa melakukannya sendiri," jawab Alma.Dulu saat melahirkan Naomi, dia menjaga dan merawat Naomi sendiri. Firman gak mau jika mereka menggunakan jasa baby sister. Apalagi saat ini marak dengan kabar yang beredar balita di aniaya baby sisternya, hal itu membuat Alma takut."Aku ingin menikmati menjadi ibu, mengasuh dan merawat anakku," kata Alma."Iya benar, tapi aku tak mau kamu kecapean. Paska melahirkan itu sangat melelahkan,
Sania dilarikan ke rumah sakit, lukanya sangat parah. Sudiro menemani Sania dan menunggunya di depan ruang operasi. Satria dan Kurnia datang bersamaan."Dengan keluarga Ibu Sania?" tanya Dokter."Iya, Dok. Saya suaminya, Dok," jawab Sudiro."Keadaan Bu Sania sangat mengkhawatirkannya, Pak. Janin yang ada di dalam kandungannya tidak bisa tertolong. Dan karena lukanya sangat parah rahimnya harus di angkat segera," kata Dokter.Mendengar hal itu, Sudiro langsung lemas. Dia takut mengambil keputusan yang salah."Ini surat yang perlu ditanda tangani, Pak. Supaya segera kami angkat rahimnya, semua demi kebaikan Bu Sania," kata Dokter."Sudiro, lakukan saja. Yang penting saat ini nyawa Sania tertolong," kata Kurnia."Bagaimana kalau nanti dia marah, Bu. Dia sangat menginginkan kehamilan ini," kata Sudiro."Dia sudah punya Ibra. Untuk apa punya anak lagi. Semua demi kebaikan dia, ayo tanda tangani," kata Kurnia.Berkat dorongan Kurnia, Sudiro menandatangani surat itu. Dan operasi segera dilak
"Selamat, Pak. Istri anda hamil," jawab Dokter.Sudiro terkejut sekaligus bahagia, akhirnya apa yang diinginkan Sania terkabul. "Di kehamilan trisemester pertama, Ibu hamil memang mudah sekali capek. Jadi saya sarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang membuat lelah," lanjut Dokter.Dokter meminta Sudiro menemui Sania, di dalam Sania tampak senang sekali. Apa yang dia harapkan telah menjadi kenyataan."Aku hamil, Mas," kata Sania."Selamat ya, Sayang," ucap Sudiro."Mas, aku mau minta hadiah," kata Sania. Sikap manjanya seketika dia tunjukkan pada Sudiro. Sudiro hanya menganggukkan kepala."Aku mau sebagian harta kamu nantinya akan menjadi milik anak kita," kata Sania.Sudiro terkejut, pasalnya semua harta sudah 3/4 milik Satria. Namun, dia masih punya seperempatnya lagi."Ya," ucap Sudiro.Setelah itu mereka diperbolehkan pulang, Sania harus banyak istirahat agar kehamilannya tidak mengalami masalah.Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Sania meminta agar Sudiro memberikan s
Setelah mendapatkan uang dari Naomi, Firman segera pergi ke club'. Dia menghabiskan uang itu untuk bersenang-senang."Enak sekali ternyata hidupku ini," kata Firman.Firman mabuk berat, dia pulang dengan mengendarai sepeda motor. Firman tidak dapat menguasai diri, dia menabrak sebuah mobil yang melintas dari arah lain.BraaaakkkkFirman jatuh terguling di aspal, dia langsung tak sadarkan diri. Pemilik mobil langsung saja melarikan diri. Suasana jalan saat itu sangat sepi.Paginya saat tersadar, Firman berada di sebuah rumah sakit. Dia hanya bisa menggerakkan matanya namun susah untuk berbicara."A...A..ku d..i...ma...na...?" tanya Firman ."Pak Firman berada di rumah sakit, kami sudah memberi kabar pada keluarga Pak Firman," jawab perawat.Tidak berapa lama pintu terbuka, Firman kira itu adalah orang tuanya ternyata dokter datang memeriksa keadaannya.Keadaan Firman sangat memprihatinkan, dia susah berbicara dan kakinya satu terpaksa diamputasi karena lukanya sudah sangat parah. Denga
Satria merasa aneh dengan sikap Naomi, dia menjadi pendiam sejak Firman di pecat. Bahkan Naomi jarang berbicara dengan Satria."Naomi, bagaimana sekolah kamu?" tanya Satria."Alhamdulillah baik," jawab Naomi singkat."Kamu kenapa kok jadi pendiam seperti itu? Apa ada masalah? Kalau ada cerita sama Papa," kata Satria.Naomi menggeleng, setelah sampai di depan gerbang Naomi segera turun dari mobil dan berjalan ke sekolahannya. Satria segera pergi, namun ada panggilan sehingga dia berhenti di dekat sekolahan Naomi.Saat Satria menerima panggilan, dia melihat Firman ke arah sekolahan Naomi. Dia menelfon sembari melihat ke arah Firman berada. Tidak berapa lama Naomi datang dia mendekati Firman.Satria yang merasa penasaran langsung mengakhiri panggilannya dan mendekat. Namun, dia bersembunyi agar Naomi dan Firman tidak tahu."Sayang, Mana uang yang Papa minta?" tanya Firman. Satria yang mendengar pertanyaan Firman, terkejut sekali."Ini, Pa. Ini terakhir kalinya ya, Pa. Naomi tidak mau men
Safira melihat Maisya datang, dia tampak senang sekali."Safira...Safira...jangan melamun," panggil Dimas.Seketika Safira tersadar, ternyata dia hanya mengkhayal kalau Maisya datang. Dia tampak kecewa karena anak semata wayangnya tidak hadir."Aku kepikiran Maisya, Mas," ucap Safira."Kamu kan bisa hubungi dia, aku juga merasa khawatir. Sepertinya suaminya tidak ingin Maisya menemui kita," kata Dimas.Acara tujuh bulanan Alma segera di mulai, mereka maju ke depan mengikuti serangkaian acara. Banyak para tamu yang datang, mereka rata-rata kenalan dari Sudiro dan Satria.Sementara itu, Maisya di rumah hanya bisa mengkhayal. Mengkhayal bertemu kedua orang tuanya. Dia sudah merindukan kedua orang tuanya. Walaupun dia sering berkomunikasi tetapi beda jika bisa bertatap muka.Khayalan memang lebih indah dibandingkan kenyataan. Karena khayalan sesuai dengan apa yang kita inginkan."Maisya, jangan harap kamu bisa hadir di acara Alma," kata Satya. "Perutmu mulai membesar jadi kamu harus diam
"Aku gak mau ikut papa," ucap Naomi sambil menarik tangannya dan berlari ke arah Alma.Firman mengejar Naomi, namun ditahan oleh Satria."Kamu dengar sendiri, Naomi tidak mau ikut dengan kamu. Kamu tidak sadar kalau tadi kamu telah bersikap kasar padanya," kata Satria.Firman tetap tak terima dia mendekati Naomi yang berdiri di belakang Alma. Dia menarik tangan Naomi tetapi anak itu enggan ikut dengannya."Firman, hentikan," teriak Sudiro."Tidak ada yang bisa menghalangi aku, Naomi anakku. Aku berhak atas dia," ucap Firman marah. "Kalian semua tidak siapa-siapa bagi Naomi, aku adalah Papanya. Kalian hanya orang lain yang berada di hidup Naomi," kata Firman."Tapi aku Mamanya, aku yang melahirkan dia. Jadi aku yang lebih berhak atas Naomi. Pengadilan sudah mengesahkan hak asuh Naomi padaku, kalau kamu mau ambil Naomi kita tempuh jalur hukum," kata Alma."Tidak perlu, aku akan bawa dia," kata Firman.Firman dengan kasar mendorong Alma, Satria langsung saja membantu Alma gar tidak trler
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya