Enam jam perjalanan udara berhasil Leonhard tempuh hingga sampai ke rumah mewah keluarga Lee.Sekuriti langsung membukakan pintu pagar besar itu setelah mengetahui sang tuan muda duduk di kabin belakang taksi yang datang.Leonhard meminta driver menurunkannya di depan rumah utama melewati area rumah kedua orang tuanya.Leonhard di sambut kepala asisten rumah tangga.“Di mana ibu tiriku?” Leonhard bertanya.“Sedang di ruangan sayap kanan bersama nyonya Wulandari, Tuan.” Tanpa menunggu detik berlalu Leonhard menderapkan langkah ke ruangan yang dimaksud.Kehadirannya membuat kedua wanita paruh baya yang dicintai sang papi itu menoleh.“Leon! Apa yang terjadi?” Mami Wulandari menjerit histeris melihat wajah anaknya yang babak belur.Mami langsung memburu Leonhard, mengusap wajahnya yang memar.“Apa yang terjadi, Nak? Katakan sama Mami?” Mami Wulandari menangis.“Leon enggak apa-apa, Mi ….” Leonhard menurunkan tangan mami dari wajah
“Mami yakin kamu bisa melewati semua ini, Doa Mami selalu bersamamu.” Mami Wulandari mengecup kening sang putra.“Makasih ya Mi ….” Leonhard tersenyum.“Hati-hati di jalan ya sayang, sampaikan salam Mami sama Nova ….” Mami Wulandari membalas senyuman Leonhard.Senyum di bibir Leonhard memudar mendengar nama disebut, dia mengecup kening mami Wulandari sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.Leonhard harus kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena setelah itu dia akan menetap di Singapura menduduki jabatan Lower Manager seperti apa yang sudah diputuskan sang kakek.Leonhard tidak akan berharap banyak kepada istri pertama papinya, yang penting sudah berusaha—biarlah Tuhan yang menjadi penentu jalan hidupnya.Tapi Leonhard penasaran bagaimana reaksi papa mertuanya setelah mengetahui ini.Apakah papa Handoko akan meminta Nova menceraikannya lalu menikahkan Nova dengan Ethan mengingat Ethan yang nanti akan melanjutkan posisinya di Asia Sinergy.Selama p
Aruna : Sayang.Leonhard yang sedang berkoordinasi dengan banyak karyawan melalui pesan singkat sebelum kepindahannya ke Singapura dapat melihat pop up pesan dari Aruna.Dua hari ini dia dan Aruna tidak berkomunikasi bahkan Leonhard belum membalas pesan dari Aruna yang bertanya kabar karena hatinya sedang dilanda gundah.Alasan gundah yang pertama adalah dia harus menerima posisi barunya di Lower Manager.Bekerja dengan orang-orang yang dulu pernah dia pimpin dan mungkin sedikit keras dengan banyak tekanan.Bayangkan bagaimana mereka akan membully Leonhard nanti.Lalu yang kedua, Leonhard sedang merasa bersalah kepada Nova telah mengkhianati wanita itu.Yang ketiga, Leonhard merasa bersalah kepada Aruna yang menidurinya saat masih berstatus suami Nova.Dan yang keempat adalah dia tidak ingin Aruna disebut sebagai pelakor.Menurut Leonhard, dia harus menyelesaikan hubungannya dengan Nova dulu baru meresmikan hubungan bersama Aruna.Kebetulan sekarang dia sudah tidak menjabat
Leonhard terus melangkah tidak menghiraukan teriakan Nova memanggil namanya.Sampai akhirnya kaki Leonhard berhenti tepat di depan pintu unit apartemen.Dia sudah mengangkat tangan untuk menekan angka tapi pintu tiba-tiba terbuka dari dalam.Mata Leonhard membelalak, langsung mendorong benda tersebut hingga sosok pria muncul di hadapannya.Mata Dewa tidak kalah lebarnya, pria itu tampak terkejut bukan main.“Leon!” Nova berteriak melihat Leonhard mengangkat kepalan tangannya untuk menghantam wajah Dewa.Wanita itu mempercepat langkah tapi sayang bogem Leonhard yang dilayangkan sekuat tenaga sudah sampai di wajah Dewa.Bugh!Dewa mundur beberapa langkah kemudian terjerembap ke belakang tidak sempat menangkis pukulan Leonhard.Seakan tidak puas sampai di situ, Leonhard menarik kaos Dewa agar kembali bangkit kemudian menghajar pria itu habis-habisan menggunakan segala amarah dari semua masalah yang tengah menyerangnya tanpa henti.“Leon! Lepaskan Dewa! Leon, aku mohon!” Nova de
Leonhard menutup pintu setelah kepergian para perawat mengantar Nova ke ruang rawat.Dia menundukan kepala, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.Leonhard sedang menimbang banyak hal termasuk obrolannya dengan Dewa.Dia meminta Dewa pergi saat Nova berhasil keluar dari ruang operasi dengan selamat.Leonhard membawa tubuhnya memutar kemudian menarik langkah pelan ke sisi ranjang di mana Nova terbaring dengan mata terpejam dan selang oksigen di hidung.Tidak berhenti Leonhard mengucap syukur di dalam hati karena Nova berhasil selamat.Tangannya terulur hendak menarik selimut untuk menutupi hingga ke dada Nova namun dia melihat tangan dan lengan kemejanya dipenuhi bercak darah.Leonhard baru sadar kalau pakaiannya banyak dikotori darah Nova.Dia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci tangan lalu menghubungi orang rumah agar mengantarkan pakaian bersih ke rumah sakit tidak peduli waktu masih menunjukan dini hari.Satu jam kemudian driver datang mengantar sebuah tas beri
Tok … Tok … Ceklek … Langkah berat mendekat ke area ranjang, awalnya Nova dan Leonhard berpikir kalau perawat yang datang hendak mengecek kondisi Nova tapi saat tirai yang mengelilingi area ranjang di singkap, sosok Dewa yang kepalanya masih diperban muncul sepagi ini. “Dewa ….” Nova bergumam tapi matanya menoleh menatap Leonhard. Dia jadi tidak enak hati dengan kedatangan Dewa. Dewa berdiri di samping sisi ranjang yang lain, mengusap kepala Nova yang dililit perban. “Sakit?” Pria itu bertanya penuh khawatir. Nova menggelengkan kepala. “Kepala kamu, sakit?” Nova balas bertanya penuh perhatian. “Udah enggak, tapi masih harus diperban sampai lukanya kering.” Dewa menimpali. Bersamaan dengan itu Leonhard bangkit dari kursi lalu meninggalkan area ranjang pasien. Dewa langsung memeluk Nova yang hanya bisa memandangi punggung Leonhard menghilang dibalik tirai dengan per
Papa Handoko beserta mama Pramesti datang ke rumah sakit.Leonhard memaksa untuk memberitahu mereka tentang kecelakaan yang dialami Nova, dia bersedia mengganti kronologis cerita kenapa Nova sampai mendapat trauma di kepala demi menutupi perselingkuhan wanita itu.Saat memasuki ruangan, raut wajah pak Handoko tampak bengis sedangkan mama Pramesti langsung memburu putrinya yang kebetulan sedang tidur.“Ya ampun sayang, kenapa bisa kaya gini? Kamu itu memang ceroboh, dari kecil kalau jalan suka tersandung … makanya Mama bilang ‘kan hati-hati kalau jalan … bangun tidur itu duduk dulu jangan langsung ke kamar mandi.” Mama Pramesti menegur Nova sambil menangis melihat kepalanya sang putri dibalut perban dan katanya sampai harus melakukan operasi kecil.Seperti itu lah kronologis yang disepakati Leonhard dengan Nova yang kebetulan sesuai dengan kebiasaan Nova yang ceroboh.Nova jadi terjaga, matanya perlahan terbuka saat mama masih memeluknya.“Apa kabar, Pa.
Aruna menangis lagi gara-gara Leonhard, dia memilih sendirian di apartemen menikmati sedihnya.Tasya dan Tezaar tidak tahu tentang masalah ini, Aruna menyembunyikannya karena malu mengingat dua asistennya sudah bersusah payah mencari pembenaran atas perselingkuhan ini tapi nyatanya Leonhard lebih mencintai istrinya.Tidak mungkin juga Aruna bercerita tentang sakit hatinya ini kepada papi dan keempat kakaknya, hanya akan menimbulkan masalah untuk Leonhard.Meski pria itu mengkhianatinya tapi entah kenapa Aruna tidak ingin terjadi sesuatu kepada Leonhard.Setelah puas menangis dan berteriak sambil dibekap bantal agar suaranya tidak mengganggu tetangga, Aruna mencari ponselnya.Dia bangun dari berbaring di atas ranjang lalu melangkah ke kursi meja rias di mana tasnya disimpan sepulang kerja tadi.Dengan mata sembab, Aruna mematuti layar ponsel mencari pesan dari Leonhard tapi tidak dia temukan.Sementara itu di saat yang sama, Leonhard juga sedang membuka ruang pesan dengan Aruna.
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka
Arumi membuka matanya perlahan, cahaya matahari yang menembus melalui jendela kaca begitu menyilaukan.Dia menutup kelopak matanya kembali lalu terdengar suara dari rel yang ditempel di dinding pertanda seseorang menutup tirai dan seketika suasana tidak terang benderang seperti tadi.“Arumi?” Suara parau berlogat Italia terdengar.Arumi kenal betul suara itu tapi dia merasa masih sedang bermimpi jadi Arumi enggan membuka mata.Terasa keberadaan sosok bertubuh atletis di sisi ranjangnya lalu tubuh Arumi yang lemah direngkuh oleh lengan kekar bertato sampai sisi wajah Arumi menempel di dada yang bidang.“Bangunlah Arumi, kamu sudah seminggu tidak sadarkan diri … aku mohon bangunlah, aku akan melakukan apapun permintaanmu tapi jangan meminta aku meninggalkanmu ….” Enzo berbisik kemudian mengecup kepala Arumi.“Enzo.” Arumi melirih.Enzo memberi jeda pada tubuh mereka untuk bisa menatap wajah cantik yang begitu lemah dalam dekapannya.“Arumi ….” Enzo menangkup wajah Arumi.Arumi
Sekretaris om Kaivan tampak gelisah setelah mendapat panggilan telepon.Masalahnya saat ini om Kaivan sedang berada di tengah-tengah meeting online dengan Enzo dan beberapa petinggi perusahaan yang terlibat proyek terbaru mereka sehingga sekretaris om Kaivan segan untuk memberitahu kabar buruk yang baru saja diterimanya.Melangkah perlahan, sekretaris om Kaivan yang bernama Gega itu mencoba menarik perhatian om Kaivan dengan berdiri di tempat yang bisa dijangkau pandangan mata beliau.Dia sudah bekerja cukup lama dengan om Kaivan jadi bosnya itu dapat mengerti hanya dengan satu kedipan mata Gega saja.Saat giliran presentasi dari pihak om Kaivan berlangsung, beliau memanggil Gega untuk mendekat dengan cara mengangkat tangannya.Ternyata om Kaivan telah menangkap sinyal yang diberikan oleh Gega.Gega bergerak cepat mendekat lalu membungkuk setelah berada di samping om Kaivan kemudian membisikan kabar buruk yang baru saja diterimanya.“Lalu di mana Arumi sekarang?” tanya om Kaiva
Leonhard : Kamu di apartemen?Aruna mengerucutkan wajah membaca pesan Leonhard.Aruna : Aku di rumah, mami sama papi enggak mengijinkan aku tinggal di apartemen lagi.Leonhard tersenyum membaca pesan Aruna, membayangkan wajah cantik itu mengerucut menggemaskan.Leonhard : Apa besok siang kita bisa ketemu?Aruna : Bisa.“Aku usahain.” Tapi dia bergumam demikian.Semenjak hubungannya dengan Leonhard terbongkar, Aruna jadi sulit bertemu Leonhard.Gerak-gerik Aruna terus dipantau papi dan keempat kakak laki-lakinya.Leonhard : See u tomorrow, Miss u.Aruna menghela nafas panjang lalu menyimpan ponsel di atas sofa, gerak-geriknya tertangkap oleh Narashima yang juga sedang duduk di sofa lain living room.“Kenapa?” tanya pria muda itu penuh selidik.“Susah banget sekarang ingin ketemu Leon, selalu dikintilin papi … tadi aja papi ngajak pulang bareng tahunya cuma anter Aruna ke rumah udah gitu jemput mami untuk makan malam di luar.
Leonhard masuk ke dalam sebuah butik milik istrinya.Banyak karyawan muda menatap pria itu penuh minat, mereka tidak tahu kalau Leonhard adalah suami dari pemilik butik karena memang Leonhard jarang sekali terlihat apalagi mengunjungi tempat itu.“Nova ada?” Leonhard bertanya kepada Manager toko yang mengenalnya.“Ada Pak, ibu sedang beristirahat di dalam.” Tanti menjawab.Leonhard langsung masuk ke bagian belakang area butik, dia tentu mengetahui denah butik tersebut karena dirinya yang mewujudkan butik semegah ini sebagai hadiah pernikahan untuk Nova setelah perusahaan kedua orang tua mereka bersatu dan Leonhard yang mengelolanya sendiri.Tidak perlu mengetuk pintu, Leonhard langsung membuka pintu ruangan Nova.Di dalam sana Nova yang tengah berbaring di sofa langsung terhenyak menatap terkejut ke arah pintu.“Leon ….” Dia mendesah lega.“Kenapa? Kamu lagi menghindari siapa?” Leonhard bertanya usai melihat ekspresi tidak biasa di wajah Nova.Pria itu duduk di sofa panjang d
“Maaaaa,” teriak Arumi dari dalam kamarnya.“Iyaaaa, kenapa?” Mama yang kebetulan baru keluar dari kamar hendak pergi ke dapur untuk memasak makan malam usai mengganti pakaian dengan pakaian rumahan segera saja menghampiri sang putri guna memeriksa keadaannya yang terdengar panik.“Ini apa?” Arumi menunjuk kumpulan buket bunga yang memenuhi sebagian kamar dengan luas delapan kali empat belas meter.“Itu bunga.” Mama menjawab polos.“Arumi tahu itu bunga, tapi maksud Arumi kenapa ada banyak bunga di kamar Arumi?” Arumi kesal sekali.“Dibaca donk dari siapa, jangan main nyolot aja.” Mama Zhafira lantas melengos pergi meninggalkan sang putri di kamarnya.“Itu dari Enzo, kalau kak Arumi enggak mau buat Gaya aja ya bunganya.” Tiba-tiba Gayatri muncul dan masuk ke dalam kamar.Dalam sekejap saja gadis muda itu berhasil memeluk banyak buket kemudian pergi.Arumi mengembuskan nafas panjang sembari menoleh saat sosok Gayatri kembali muncul.“Kak … kalau enggak mau sama Enzo enggak apa