Cinta keluar dari kamar mandi dengan bersenandung kecil dan tangannya lincah mengusap rambutnya yang masih basah. Dia sengaja membawa pakaian ganti kedalam kamar mandi agar tidak perlu kucing-kucingan dengan pria asing yang bergelar suami.
"Kau tak perlu takut aku akan menyentuhmu karena aku juga tidak tertarik padamu," ujar Abizar cukup membuat Cinta tersentak.
"Baguslah."
Cinta melihat Abizar sejenak lalu kembali melangkah menuju meja rias.
"Kita akan saling mengenal dan mendalami sikap kita masing-masing terlebih dahulu. Namun sebagai suami aku akan tetap memberikan hakmu. Aku hanya minta jangan campuri urusanku dan aku juga tidak akan mencampuri urusanmu," sambung Abizar dengan wajah datar.
“Iya ya, cerewet banget. Aku tetap pada posisiku dan kau tetap pada garismu. Itu kan yang ingin kau jelaskan ‘kan?” tanya Cinta pelan tapi dengan penekanan.
Abizar menelan ludah dengan keberanian Cinta. Tadinya dia ingin menekan Cinta untuk tersiksa dengan pernikahan ini lalu merengek pada orang tuanya untuk bercerai.
Nyata Cinta sama sekali tidak tertekan apa lagi terganggu bahkan terkesan biasa saja.
“Dia pikir aku memang mau gitu jadi istrinya.” Cinta berkata dalam hati sesaat setelah tubuh kekar pria asing itu hilang di balik pintu kamar mandi.
“Dalam mimpi pun aku tidak mau jadi istrinya, menang tampang tapi tak ada manis-manis jadi orang.” Cinta mencebik melihat cermin yang menampilkan pantulan bayangan dirinya yang seakan ikutan mengejek.
“Kau itu diriku, kenapa membuatku kesal. Entah aku atau pria kutub itu yang akan menyerah.”
***
Keesokan harinya tanpa diduga sebelumnya keluarga Ryan datang ke rumah Cinta. Mereka kaget melihat bekas tenda pernikahan yang masih berdiri di halaman.
Cinta yang masih bermalasan di kamar kaget mendengar suara yang sempat akrab di telinganya lima tahun yang lalu. Abizar ada pekerjaan yang tidak bisa ditanda sehingga pagi-pagi sekali berangkat ke kantor.
“Seperti suara kak Zenny dan Riani,” gumam Cinta.
Bertahun berlalu tak membuat Cinta lupa dengan suara orang-orang yang sempat dekat dengannya.
“Ah tapi tidak mungkin. Untuk apa mereka datang kesini.” Cinta memukul-mukul pelan kepalanya untuk menyadarkan dirinya.
Tetapi suara itu bukan sebatas khayalan Cinta kembali mendengar suara itu masuk dalam rumah.
Cinta beringsut turun dari ranjang pengantinnya yang hanya sebatas simbolis. Dia dan Abizar memang tidur bersisian namun tidak terjadi sesuatu yang memang layak terjadi saat malam pengantin.
Abizar memang telah berkata tidak akan menyentuh Cinta. Cinta juga mempercayai ucapannya dan mengizinkan untuk tidur satu ranjang dan satu selimut.
Tidak bisa menjadi pasangan suami istri yang sesungguh mungkin bisa menjadi sahabat baik.
“Kita bisa berteman dan sahabat baikkan?” tawar Cinta saat Abizar hendak mengambil bantal dan alas untuk tidur di lantai.
“Maksudmu?” tanya Abizar balik.
“Kita memang bukan layaknya pasangan pada umumnya. Tapi kita bisa berteman baik. Aku percaya padamu, dan tidurlah disini.” Cinta menepuk sisi kosong di sebelahnya.
Abizar terperangah dengan bola mata nyaris melompat keluar. Benda yang dipegangnya terlepas jatuh ke lantai.
Otaknya auto traveling dengan keberanian sikap Cinta seketika dia takut di perkosa.
Eh tapi mana ada perempuan memperkosa pria. Abizar pun menggeleng pelan dan mengibaskan tangan depan wajah membuang semua pikiran ngelanturnya.
“Itu muka kenapa? Otakmu pasti mikir aneh-aneh. Tenang, aku tidak akan memperkosamu.”
Cinta tergelak dapat menebak isi kepala pria yang kini menatapnya tanpa berkedip.
“Kamu mau aku panggil apa? Keluarga kami wajib punya panggilan pada suaminya. Sama sepertimu yang bertanggung jawab terhadapku dan juga akan menghormatimu layaknya seorang suami,” ungkap Cinta tulus.
Cinta memang bukan ahli ibadah namun dia cukup paham hukum dalam pernikahan. Seorang istri memerlukan ridho suami untuk hidupnya menjadi lebih baik.
Dia juga paham kunci surganya telah berpindah ke tangan Abizar.
“Mas.”
Hanya kata itu yang keluar dari mulut Abizar yang cukup kagum dengan kemuliaan akhlak Cinta.
Cinta tersenyum-senyum sendiri saat ingatan kembali pada kejadian semalam.
“Mas Abi.” senyum Cinta kian mengembang
Sejenak Cinta lupa dengan kedatangan dua wanita yang mungkin saat ini sedang bicara dengan mamanya. Hingga tepukan pelan pada lengannya oleh sang adik mengembalikan kesadarannya. “Cie-cie yang lagi bahagia jadi nyonya Abizar. Mamas tampan tajir melintir. Ah, tidak kebayang jadi kakak yang sebentar lagi turun naik mobil dan semua keinginan akan di turuti,” goda Dinda memainkan kedua alisnya dengan mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat pada sang kakak. “Apaan sih,” sahut Cinta sewot telunjuknya menyentuh dahi Dinda supaya menjauh. “Kak, di luar ada keluarga mantan terindah. Mereka ingin bertemu kakak,” ujar Dinda. “Mantan terindah? Maksud kamu keluarga Ryan? Untuk apa mereka datang. Bukannya dulu mereka yang terang-terangan menentang kedekatan kami. Datang sekarang mah dah terlambat,” omel Cinta kesal. “Mana saya tahu, sana coba temui. Mungkin mereka punya tujuan tersendiri.” Dinda menarik lengan sang kakak dan mendorongnya untuk segera keluar dari kamar. Sama seperti Cinta, Dind
“Mengapa kau tidak mengatakan selama ini mengabaikannya, kakak kehilangan muka dihadapan Cinta,” cerca Zenni mengawali sambungan telepon dengan sang adik di pulau seberang. “Apa kak?” tanya Ryan penuh heran. Berpegang teguh pada ucapan Cinta yang akan setia menunggu Ryan sengaja tidak menghubunginya hingga tiba waktu. Dia lupa sebesar apa rasa cinta gadis pujaan hatinya punya rasa cemburu dan batas kesabaran. “Dia telah menikah kemarin, bahkan pelaminannya masih berdiri kokoh. Sudah lupakan dia, kalian memang tidak berjodoh.” Zenni mengakhiri panggilan tanpa memberi kesempatan pada sang adik untuk menjawabnya. Ryan meremas ponsel jadulnya dan melemparkan kedinding meluapkan kekesalan hati. Bayangan untuk mengarungi biduk rumah tangga dengan Cinta kandas. Untuk kesekian kalinya hatinya hancur oleh cinta yang mati-matian diperjuangkannya. “Dasar wanita penghianat,” erang Ryan. “Aku tak akan membiarkan kau bahagia. Aku akan mencari cara untuk menghancurkan pernikahanmu, selama aku
Cinta mengatakan dengan menutup mata dan detak jantung yang berpacu. Sedang Abizar tersedak seolah tertelan biji kedondong. Nada tenang dan suara lembut dalam penyampaian baris kalimat yang memang di tunggu Abizar selama ini akhirnya terwujud. Pria tampan dan penyabar itu meletakan gawai lalu memutar tubuhnya agar bisa saling berhadapan. Kali ini dia yang akan bertanya, meski tidak ada kata saling cinta dia tidak ingin ada penyesalan saat semua telah terjadi. Tangan yang telah kosong terangkat menyentuh dagu gadis yang mungkin sebentar lagi akan dimiliki seutuhnya, kalau jadi. “Buka matamu dan lihat mas, kamu memang tanggung jawab mas namun, mas tidak ingin ada keterpaksaan dan penyesalan belakangan. Sebab setelah sekali saja melakukannya maka tidak akan bisa kembali seperti semula. Kamu tidak perlu merasa bersalah, seperti ini saja sudah membuat kita pasangan bahagia,” jelas Abizar sesaat setelah Cinta mengangkat kelopak matanya. “Ini yang menjadi alasan mengapa aku rela raga ini
“Apa dia mencintaiku atau hanya menjadikanku mainan saja.” “Atau dia ingin memanfaatkan aku?” “Atau-” Cinta menggeleng-gelengkan kepalanya sangat cepat lalu memukul-mukul berulang kali untuk membuang segala pikiran buruk yang menari dalam benaknya. “Tidak, dia pria yang baik. Tidak ada gunanya dia berbuat jahat padaku sedang dia bisa mendapatkan yang lebih baik seratus kali lipat dari aku,” pungkas Cinta mengeluarkan beberapa lembar pakaian dan perintilannya yang akan dibawa. Setengah jam semua telah selesai, begitupun dengan Cinta yang siap dengan pakaian santai khas orang yang akan liburan. *** Sepanjang perjalanan tak banyak yang mereka bicarakan, keduanya dilanda kecanggungan yang teramat sangat. “Ini Villanya?” tanya Cinta keluar dari mobil seraya merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Semalaman dalam perjalanan cukup menguras tenaganya. Sebenarnya perjalanan bisa menjadi menyenangkan kalau dia dan Abizar tidak kaku. Sehingga meletakkan pembatas agar tidak bers
“Makanya itu otak dicuci bersih biar tidak kotor. Dalam sini pasti isinya sangat jorok,” bisik Abizar tepat ditelinga Cinta. Mulut Cinta terbuka sempurna mendengar bisikan Abizar yang terkesan mengejek. Tangannya menggelap sisi kiri kepalanya bekas telunjuk Abizar menempel. “Cinta, apa yang sedang kau pikirkan hingga mempermalukan diri sendiri seperti ini,” umpatnya setelah mendengar daun pintu tepat di belakangnya ditutup. Cinta memutuskan untuk beristirahat setelah menyantap hidangan yang disediakan oleh penjaga villa. Orang tua Abizar membayar sepasang suami istri untuk menjaga dan merawat setiap villa milik mereka. Suami sebagai tukang kebun dan istri sebagai pelayan dan juru masak jika ada yang berkunjung. Petang harinya baru Cinta merengek pada Abizar untuk jalan-jalan sekitar kampung. Hati Abizar sangat bahagia melihat Cinta yang antusias dan bersemangat saat keinginan berkeliling di turuti. Tidak peduli harus mengenakan sepeda ontel sebagai penyambung kaki agar tidak terl
Bulir bening lolos pada kedua ujung mata Cinta saat penyatuan mereka terjadi. Resmi sudah dirinya menjadi nyonya Abizar bersamaan dengan hilang harapan untuk menggapai rasa yang sampai detik ini tetap bersemayam utuh di hati. Derit ranjang dan deru nafas yang memburu melebur peluh yang menetes dalam dinginnya malam. Keduanya larut dalam hanyut dalam surga dunia yang hanya akan menjadi pahala saat di lakukan oleh pasangan halal. Abizar mengecup dahi Cinta penuh kasih dan kelembutan usai mereka meraih suatu kepuasan hanya bisa dirasa tanpa bisa diungkapkan. “Terima kasih, telah memberikan segalanya untuk mas. Mas berjanji selama kamu tidak mengundang badai dalam rumah tangga kita maka kamu akan menjadi wanita paling berbahagia di dunia ini,” ungkap Abizar memantapkan hati dalam pernikahan yang memang telah ditakdirkan untuknya. Cinta mengangguk dan menyembunyikan kepalanya dalam dada bidang yang mulai hari ini dan selamanya akan selalu menjadi tameng pelindung. “Maaf, aku masih bela
Beberapa hari sebelumnya.Cinta sedang terburu-buru tanpa sengaja menabrak seseorang mengenakan pakaian loreng-loreng. Pandangan mereka bertemu, untuk beberapa detik keduanya sama-sama mematung.Sadar siapa yang ada depannya dua pasang netra tampak berkaca-kaca. Sorot yang tetap sama dengan sepuluh tahun lalu penuh cinta dan kehangatan.“Cinta.”“Ryan.”Secara bersamaan keduanya menyebutkan nama.Bayang-bayang indah masa muda yang melenakan kini tengah membuai sepasang anak manusia yang sempat melukiskan kisah yang sama dalam satu nota.Cinta segera membuang wajah ketika sadar ini salah, dan bukan waktu untuk bernostalgia.“Maaf aku harus segara pergi, senang bisa bertemu denganmu. Salam untuk anak dan istrimu,” ujar Cinta mengakhiri suatu yang di sadari sangat salah.Tubuh langsing dan masih terlihat awet muda itu berbalik namun, baru saja akan melangkah tangan kokoh Ryan menarik lengannya.“Tunggu sebentar, aku hanya ingin memandangmu beberapa saat,” pintanya penuh harap.“Maaf aku
Cinta sedikit terjingkat saat sang suami menyapa sebab pikirannya masih berkelana entah kemana. Namun dia berhasil menguasai keadaan dengan berhambur menenggelamkan wajahnya dalam dada bidang yang dua hari ini keluar kota.“Mas, kangen,” katanya manja.“Mas bahkan sampai termimpi-mimpi saking kangennya,” balas Abizar yang sengaja tidak membalas pelukan sang istri.“Kangen, kok tidak di peluk, mau di peluk.”Abizar mengecup semua bagian tubuh Cinta yang bisa di kecup melepaskan rasa rindu yang mengebu dua hari ini.Tangan nakal Cinta langsung menuju area terlarang dan membuat Abizar menarik nafas dalam ingin segera menariknya kedalam kamar.“Tangannya nakal ya.” Abizar mengeratkan rengkuhannya.“Maaf terbiasa.” Cinta tergelak tanpa berniat menciptakan jarak antara mereka.“Anak-anak sudah tahu kalau ayah mereka sudah pulang?” tanya Cinta baru menyadari sejak pulang tadi tidak melihat kehadiran anak-anak.“Mereka tadi izin keluar sama bibi ke mini market”“Jadi mas duduk disini karena f
Cinta menatap dalam wanita cantik mengenakan gamis maroon dengan jilbab senada. Wanita yang menghubunginya dua hari lalu dan mengajak bertemu dengan alasan ada yang harus dibicarakan.“Aku harap kakak mengerti yang kurasakan. Jangan pernah berpikir untuk merusak rumah tanggaku,” tegas Lyla memecah kebungkaman.Cinta menautkan alis satu kata yang ada dalam benaknya saat ini, bingung. Jujur saja dia tidak paham dengan maksud wanita cantik di hadapannya. Sebab dari awal mengirim pesan dan akhirnya membuat janji bertemu wanita itu tidak memperkenalkan secara detail siapa dirinya.“Ma-maksudnya,” sahut Cinta tergagap.“Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud, rumah tanggamu? Apa yang menjadikan alasan kamu mengira aku mengusik kehidupanmu, sedang kita baru saja bertemu saat ini??” kekeh Cinta merasa yang dikatakan wanita asing yang di hadapannya adalah lelucon.“Ah, aku lupa memperkenalkan diri padamu. Aku Lyla istri Ryan.” Lyla mengulurkan tangan memperkenalkan dirinya yang saking kesalny
“Tidak ini terlalu cepat,” gumam Abizar mematikan panggilan telepon yang baru terdengar satu kali tut.Cinta memang belakangan mengalami perubahan sikap namun tidak terlalu signifikan. Dia masih menjalankan kewajibannya sebagai ibu dan istri dengan baik.“Mungkin aku saja yang terlalu takut kehilangannya jadi terlalu parno dan berpikir yang tidak-tidak. Ah, maafkan suamimu ini Ta, terlalu curiga.” sesal Abizar yang telah berhasil berpikir jernih dan membuang pikiran buruk selama ini terhadap wanita yang telah menemaninya selama sepuluh tahun ini.Abizar kembali melanjutkan pekerjaan yang tertunda akibat pikiran buruk dan curiga pada sang istri.***[Apa kabar?][Sedang apa?][Aku tak bisa melupakan bayangan dirimu sejak pertemuan hari itu.]Dan ada banyak lagi pesan yang dikirim Ryan namun, tak satupun Cinta berniat membalasnya.Setiap pesan yang masuk akan segera dihapus, meski bertentangan dengan kehendak hati tetapi Cinta sadar siapa dia saat ini. Sangat tak pantas seorang wanita b
“Siapa Cinta?” gumam Lila, wanita beranak satu itu terus bertanya-tanya dalam hati tentang sosok yang bernama Cinta. Mustahil rasanya hanya sebatas kata-kata, pasti ada sosok yang bernama Cinta yang kemungkinan pernah hadir dalam kehidupan suaminya di masa lalu. Lyla menyesalkan mengapa dulu dia tidak mencari tahu seluk beluk masa lalu sang suami sebelum mereka memutuskan untuk menikah. “Cinta.” “Cinta.” Dalam setiap yang dikerjakan Lyla sepanjang hari ini bibirnya tak lepas menyebut kata Cinta. Kata yang sukses menyayat hati dan memunculkan banyak pertanyaan dalam benaknya. “Kenapa setelah lima tahun pernikahan kita muncul nama yang mengusik rumah tangga ini. Siapa Cinta, jika tidak ada di hatimu tak akan kau sebut dia dalam percintaan kita. Tidak, tidak Lyla, kau tak boleh lengah dan lemah. Singkirkan semua benalu yang mengusik ketenanganmu. Kau harus mencari tahu siapa Cinta.” Lyla mengambil gawai miliknya yang merupakan hadiah pernikahan kelima dari Ryan. Jempolnya lincah men
Lyla menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, dia baru saja selesai menjalani kewajibanya. Namun, hatinya terasa hancur lebur ini pertarungan kedua dalam minggu ini dan setiap mencapai puncak suaminya selalu menyebut kata Cinta.Nalurinya sebagai istri mengatakan cinta yang dimaksud suaminya bukan dia melainkan nama gadis dalam masa lalunya. Sebelum memutuskan untuk menerima lamaran Ryan lima tahun lalu dia sempat mencari tahu siapa saja gadis yang pernah menjalin hubungan dengan Ryan.Dan dari sekian banyak gadis yang pernah dekat dan menjalin hubungan dengan Ryan hanya yang bernama Cinta cukup menarik perhatiannya. Dia juga mengetahui mereka punya kisah unik dan itu semua kakak adik Ryan yang menceritakannya.Entah sadar tau tidak Ryan menyebut Cinta, tetapi cukup menarik perhatiannya. Beribu pertanyaan berkecamuk dalam benak salah satunya, apakah suaminya kembali menjalin hubungan dengan wanita itu.Dia harus mencari tahu kebenarannya, sebelum semua terlanjur jauh. Karena bu
Sudah dari tiga puluh menit yang lalu Abizar memperhatikan sang istri yang sedang menyiram taman samping. Wanitanya itu sedang melamun, entah apa yang mengusik pikirannya belakangan.Abizar menutup berkas terakhir yang baru akan diperiksanya dan memutuskan mendatangi sang istri. Sebagai suami dia tidak ingin melihat istrinya bersedih, selama ini segala usaha dilakukan untuk membahagiakannya.Jika kemurungan itu oleh seorang maka dia tidak akan pernah tinggal diam, ada harga yang harus orang itu bayar karena telah membuat wanitanya bersedih.“Sayang, mas ingin kamu jujur, apa, mengapa dan siapa yang telah membuat kamu murung dan lebih banyak melamun belakangan ini?” tanya Abizar to the point sehingga mengagetkan Cinta yang sedang membayangkan masa-masa cinta monyetnya bersama Ryan.Ryan yang terus mengusiknya sedikit demi sedikit berhasil mengalihkan jalan pikirannya.“Tidak ada mas, aku hanya memperhatikan bunga-bunga itu, alangkah enaknya menjadi mereka.” Cinta mengulas senyum menata
Perasan Cinta gelisah tidak menentu, yang di rumah hanya raga sedang hati dan pikiran terbang jauh di angkasa. Pertemuan tak disengaja dan teror pesan berantai yang dikirim Ryan berhasil mengusik ketenangan hidupnya. Perlahan kehangatan dan rasa cinta pada Abizar memudar. Hari yang selalu penuh warna kini jadi hitam putih dan hampa. Sebagai wanita tahu terima kasih Cinta tetap bersikap biasa saja. Dia tidak ingin mengecewakan Abizar yang telah meratukannya. Terlalu kejam dan sadis andaikata dia sampai pergi dan memilih Ryan yang jelas-jelas saat ini telah menjadi suami orang. Entah apa yang terjadi jika saja pasangan mereka sampai tahu sepak terja
Ryan mengepal tangan erat dan menghantamkan pada tembok. Balasan Cinta yang terakhir lumayan membuat nyalinya menciut. Rasa cinta pada Cinta memang tidak berubah namun untuk menyakit Lila sang istri dia tidak tega. Biar bagaimana pun dia tidak ingin Lila sampai sakit hati dan terluka. Susah payah dia dapatkan hati dan Cinta wanita itu lima enam tahun lalu. Sampai-sampai dia harus bolak balik antar pulau demi menaklukan hati gadis paling cantik dikampung pada eranya. “Aku harus gunakan cara lain untuk menaklukan hatimu kembali tanpa perlu kehilangan Lila. Baiklah untuk beberapa hari ini aku akan bebaskanmu, setelah aku dapat ide baru aku muncul kembali,” geramnya kembali menghantam tembok untuk kedua kalinya. Rekan satu jadwal denganya hanya menggeleng dan tersenyum sinis. “Ini nih akibat masa muda kurang puas, mantan sudah punya anak empat saja di uber-uber,” ledek Fajri. “E
Cinta sedikit terjingkat saat sang suami menyapa sebab pikirannya masih berkelana entah kemana. Namun dia berhasil menguasai keadaan dengan berhambur menenggelamkan wajahnya dalam dada bidang yang dua hari ini keluar kota.“Mas, kangen,” katanya manja.“Mas bahkan sampai termimpi-mimpi saking kangennya,” balas Abizar yang sengaja tidak membalas pelukan sang istri.“Kangen, kok tidak di peluk, mau di peluk.”Abizar mengecup semua bagian tubuh Cinta yang bisa di kecup melepaskan rasa rindu yang mengebu dua hari ini.Tangan nakal Cinta langsung menuju area terlarang dan membuat Abizar menarik nafas dalam ingin segera menariknya kedalam kamar.“Tangannya nakal ya.” Abizar mengeratkan rengkuhannya.“Maaf terbiasa.” Cinta tergelak tanpa berniat menciptakan jarak antara mereka.“Anak-anak sudah tahu kalau ayah mereka sudah pulang?” tanya Cinta baru menyadari sejak pulang tadi tidak melihat kehadiran anak-anak.“Mereka tadi izin keluar sama bibi ke mini market”“Jadi mas duduk disini karena f
Beberapa hari sebelumnya.Cinta sedang terburu-buru tanpa sengaja menabrak seseorang mengenakan pakaian loreng-loreng. Pandangan mereka bertemu, untuk beberapa detik keduanya sama-sama mematung.Sadar siapa yang ada depannya dua pasang netra tampak berkaca-kaca. Sorot yang tetap sama dengan sepuluh tahun lalu penuh cinta dan kehangatan.“Cinta.”“Ryan.”Secara bersamaan keduanya menyebutkan nama.Bayang-bayang indah masa muda yang melenakan kini tengah membuai sepasang anak manusia yang sempat melukiskan kisah yang sama dalam satu nota.Cinta segera membuang wajah ketika sadar ini salah, dan bukan waktu untuk bernostalgia.“Maaf aku harus segara pergi, senang bisa bertemu denganmu. Salam untuk anak dan istrimu,” ujar Cinta mengakhiri suatu yang di sadari sangat salah.Tubuh langsing dan masih terlihat awet muda itu berbalik namun, baru saja akan melangkah tangan kokoh Ryan menarik lengannya.“Tunggu sebentar, aku hanya ingin memandangmu beberapa saat,” pintanya penuh harap.“Maaf aku