Nayla iseng memainkan dan menggerakkan jari kakinya untuk menghabiskan waktu perjalanan yang membosankan selama hampir satu jam.
Tidak lama kemudian, mobil masuk ke halaman rumah mereka. Nayla bersiap keluar dengan membuka tali pengaman yag melintang di tubuhnya.
"Tunggu sebentar." Suara Zavier menghilang seiring pria itu keluar dari mobil dan menuju ke arah sisi pintu mobil lainnya
Di luar dugaannya, Zavier tidak membiarkan Nayla berjalan sendiri, masuk ke dalam rumah begitu mereka sampai. Sebaliknya, dia menggendongnya dengan penuh kelembutan dari mobil dan membawanya ke dalam rumah, menuju ke kamar mereka.
Nayla merasa sedikit terkejut dengan perlakuan Zavier yang tidak biasa ini, tetapi dalam hatinya, dia merasa hangat dan terharu oleh perhatian dan kelembutan suaminya. Dia merasa seperti ada sedikit cahaya harapan yang menyinari kegelapan yang telah meliputi pikirannya.
Zavier menempatkan Nayla dengan lembut di atas tempat tidur, memastikan ba
Melihat kondisi Nayla yang menginginkan sebuah pelepasan, Zavier tersenyum. Mereka ada suami istri yang sah.Tentu saja dia akan senang hati membantu Nayla untuk mengeluarkan gairah yang terbentuk akibat obat yang sempat membuatnya uring-uringan.Zavier segera menyambut bibir merekah milik Nayla dan memberikan ciuman yang lembut. Nayla membalas dengan cepat, meraih sebanyak-banyaknya keadaan agar bisa memuaskan hasratnya yang tidak dapat dimengerti oleh kepalanya saat ini.Menyaksikan bagaimana wanita yang menjadi istrinya selama dua tahun terakhir itu beraksi di atasnya dan menjadi nahkoda di atas ranjang mereka, Zavier merasa sangat istimewa. Dia sangat menikmati setiap manuver yang diberikan oleh sang istri.Sebelumnya, Nayla selalu terlihat seperti patung di bawah kukungan Zavier. Malam ini terasa begitu hangat dan membara karena kedua insan itu melakukan adegan panas yang tidak pernah mereka alami sebelumnya.Setelah berjam-jam berlalu, Nayla
Nayla bangun di pagi yang cerah, teringat akan audisi penting yang menantinya hari ini. Dengan hati yang penuh semangat, dia meraih tangan Zavier yang masih terlelap dan dengan lembut membangunkannya."Zav, maaf aku harus bangun lebih awal hari ini," bisik Nayla dengan lembut, mencoba tidak mengganggu tidur suaminya terlalu banyak.Zavier menggeliat dan membuka mata dengan malas. "Hmm? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara mengantuk."Aku punya audisi pagi ini, Zav," jelas Nayla sambil tersenyum. "Aku akan keluar sebentar."Zavier, masih setengah sadar, mengangguk mengerti, padahal dalam pikirannya, dia berpikir bahwa Nayla pergi untuk berbelanja makanan seperti sebelumnya. "Oke, sayang. Jangan lupa beli roti di toko seberang jalan," ucapnya, sebelum kembali terlelap di atas bantal.Nayla tersenyum kecil mendengarnya, mencium pelan dahi suaminya sebelum dia bangkit dari tempat tidur. Dia cepat mengenakan pakaian yang sudah disiapkan sebelumnya d
Zavier terkejut melihat Sefia dan makanan yang dibawanya. "Sefia! Bagaimana kamu bisa masuk?"Melihat Sefia juga membawa roti dan soto ayam kesukaannya, Zavier segera berkata, "Kamu menyelamatkan hidupku!" serunya dengan antusias.Sefia hanya tertawa melihat reaksi Zavier. "Tentu saja, siapa lagi kalau bukan mantan kekasihmu yang paling baik ini?" ujarnya sambil duduk di samping Zavier dan meletakkan makanan di atas meja.Zavier mengucapkan terima kasih sambil mulai menikmati makanan yang dibawakan Sefia. Meskipun masih merasa sedikit cemas karena tidak bisa menghubungi Nayla, kehadiran Sefia dan makanannya membuatnya merasa lebih baik."Mana Nayla? Aku mencoba menghubunginya, tapi ponselnya tidak diangkat," tanya Sefia. Terlihat sekali dia hanya berpura-pura untuk bertanya.Zavier terdiam dan wajahnya terlihat tidak peduli lagi.Sefia tersenyum sambil berkata, "Mungkin dia sibuk dengan sesuatu. Jangan terlalu khawatir. Yang penting sekarang
[Tolong beri tahuku segera setelah ada perkembangan lebih lanjut. Aku menunggu kabarmu dengan hati-hati. Kita pasti bisa mengatasi semua ini. Ayo lakukan ini untuk kebaikan kita!]Sefia segera mengetik balasan [Kayla, apa obat yang kau berikan padaku? Perutku mulai terasa tidak enak dan rasanya seperti akan muntah setiap saat. Ini benar-benar menyiksaku!]Sambil menahan rasa tidak nyaman, Sefia menunggu dengan tak sabar untuk jawaban Kayla. Tak lama kemudian, ponselnya berdering dengan balasan yang membuatnya terkejut:[Hehe, itu adalah obat mujarab untuk 'sandiwara' kita, Sefia. Apa yang kamu rasakan sekarang hanyalah 'efek samping' dari rencana kita yang luar biasa ini! Jangan khawatir, itu semua bagian dari peran kita yang mengesankan. Tetap kuat, kita hampir mencapai tujuan kita!]Sefia terdiam sejenak, lalu tawa tidak terduga pun meluncur dari bibirnya. Dia tidak bisa menahan kekagumannya terhadap kreativitas Kayla. Meskipu
Sebelum Nayla bisa bergerak lebih jauh, Smith menarik rem mobil dan mengunci pintu dengan cepat. Pandangannya yang penuh nafsu membuat Nayla merasa terjepit di antara kekhawatiran dan ketakutan."Eh, buka pintunya! Ini salah paham!" pekik Nayla mulai panik."Tidak, Nayla," ucap Smith dengan nada yang keras. "Saya tidak akan membiarkan Anda pergi begitu saja. Saya tahu Anda membutuhkan seseorang yang bisa memberikan dukungan dan pengertian.""Aku bisa memenuhi semuanya, tetapi kamu tentunya cukup dewasa untuk mengerti bahwa semua ada harga," lanjutnya.Nayla merasa jantungnya berdegup kencang di dada saat dia melihat Smith yang mulai mendekat. Ketegangan di udara semakin terasa ketika pria itu meraih tangannya dengan kasar.Saat tangan Smith menyentuh pahanya dengan lancang sekali lagi, Nayla segera menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan kepanikannya. Dia melihat keluar jendela, mencari pertolongan, tetapi tidak ada seorang pun di sekitar.
Nayla berusaha menjelaskan situasinya dalam beberapa kata singkat, diselingi dengan helaan napas yang terengah-engah. "Aku di... dekat jalan raya... harus cepat... bantuan...""Berada di mana? Aku akan..." suara Michael terdengar putus asa, "Aku akan segera ke sana, Nayla. Kirim titik lokasimu. Tahanlah..."Nayla berusaha menjelaskan situasinya dengan cepat, sambil berjalan di pinggir jalan yang panas itu. "Aku di dekat jalan raya... Sedang berlari... Ada orang yang..." Dia terputus saat napasnya mulai tersengal-sengal."Tahan, Nayla. Aku akan menjemputmu. Beritahu aku di mana kamu berada, okay?" Michael berkata, suaranya penuh dengan kekhawatiran.Nayla memberikan deskripsi singkat tentang lokasinya, mencoba untuk tetap tenang. "Aku dekat... jalan raya... Tapi aku harus terus bergerak, Michael. Aku takut...""Kau akan baik-baik saja. Aku akan segera ke sana," janji Michael sebelum sambungan terputus.Sebelum Nayla sempat menjawab, sambungan
Ternyata Nayla masih tetap berusaha melawan. Dia tahu bahwa bila dia menyerah saat ini, maka dia akan menjadi korban pelecehan.Sementara itu, Michael terus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, mengabaikan peraturan lalu lintas yang ada di sepanjang jalan. Kecemasan memenuhi pikirannya saat dia memikirkan nasib Nayla, dan dia tidak peduli dengan apa pun selain memastikan keselamatan temannya.Hanya butuh waktu lima belas menit bagi Michael untuk sampai di lokasi yang ditunjuk. Dia melihat Nayla sedang berjuang keras menarik tangan dari cengkeraman Mr. Smith.Pria gemuk itu masih membuka pintu mobil dan mencoba menyeret Nayla masuk ke dalamnya. Namun, yang membuat hatinya berdegup kencang adalah saat dia melihat ekspresi takut di wajah Nayla, yang meronta terusa dan menolak masuk ke dalam mobil.Tanpa berpikir panjang, Michael turun dari mobil dengan cepat. Langkah-langkahnya tegas saat dia mendekati mereka. "Lepaskan dia!" teriaknya dengan suara yang
Wajah Xander langsung pucat. "Hamil? Bagaimana bisa?"Kayla menelan ludah lagi, menyadari bahwa dia harus melanjutkan. "Dan bukan hanya itu, Xander. Aku... aku menemukan sesuatu tentang Nayla juga."Xander menatap tajam dan menunggu kelanjutan dari kalimat Kayla"Dia... dia berselingkuh."Kata-kata itu menyebabkan reaksi yang jelas pada Xander. Wajahnya terlihat seperti sedang memproses semua informasi itu. "Berselingkuh? Tapi... tapi bagaimana bisa?"Kayla merasa hatinya hancur melihat ekspresi wajah suaminya. Namun, dia tahu bahwa pernyataan itu harus diungkapkan, biar pun menyakitkan. Dia harus menguasai semuanya. Dia harus mengusir Nayla dan membuat Zavier terpuruk agar bisa mendapatkan semua kekuasaan Abraham."Kasihan Zavier, dia terlihat sangat berharap pada perceraian dengan Nayla," sambung Kayla, suaranya penuh dengan rasa sesal. "Dan Nayla, dia... dia memang ingin itu terjadi.""A-aku memiliki bukti perselingkuhan mereka," l
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu