Nayla tersenyum mendengar hal itu. Dengan santai dia melipat tangannya di bawah dada lalu melanjutkan kalimatnya, "lebih tepatnya, kamu belum memproses ke pengadilan. Bukankah aku sudah menandatangani surat perceraian?"
"T-tapi, Nayla. Kalian tidak bisa menikah apabila kita belum resmi bercerai," sela Zavier.
Di luar dugaannya, Nayla tertawa kecil lalu menjawab, "kamu masih tidak mengerti, Zavier. Aku bersama Michael, tidak membutuhkan izinmu untuk menikah, lagipula kami tidak pernah memikirkan tentang surat pernikahan sama sekali."
"Perlakuan dan tanggungjawab Michael sebagai seorang kepala rumah tangga, seorang suami dan seorang Ayah bagi Joen, tidak diragukan lagi sama sekali."
"Dia melakukan banyak hal dari sekedar yang tercatat di surat nikah," lanjut Nayla dengan percaya diri. Kalimatnya terdengar penuh sindiran tajam kepada Zavier.
Zavier terdiam dan seolah-olah merasakan semua perkataan yang disampaikan Nayla terasa seperti anak panah yang
Sesampainya di rumah, Zavier merasa dunia seolah-olah telah runtuh di sekelilingnya. Kepalanya terasa berputar-putar dan mengalami jetlag.Cahyo membantu Zavier keluar dari mobil dan menuntunnya masuk ke dalam apartementnya. "Tuan Zavier, istirahatlah. Anda butuh waktu untuk menyembuhkan luka ini."Zavier hanya mengangguk lemah. Pandangannya sedikit kabur dan telinganya berdengung terus menerus. Dia berjalan menuju kamar tidurnya, tetapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar Fernando. Dia melihat putranya yang sedang tidur dengan tenang, wajahnya yang polos mengingatkannya pada betapa banyak yang telah dia lewatkan.Air mata Zavier semakin deras mengalir. Dia merasakan penyesalan yang begitu mendalam. "Fernando... maafkan Ayah," bisiknya, berharap putranya bisa mendengar meskipun dia tahu itu mustahil.Zavier kemudian masuk ke kamarnya dan jatuh terduduk di tepi tempat tidur. Dia merasakan kehampaan yang luar biasa. Hatinya yang hancur seolah-olah tida
Perasaan cinta yang tak terbalas ini mungkin akan selalu meninggalkan luka di hatinya, tetapi Zavier bertekad untuk melanjutkan hidup. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk memperbaiki hubungannya dengan Sefia dan Fernando, untuk tidak lagi terjebak dalam bayangan masa lalu.Hari-hari berlalu seperti neraka bagi Zavier. Setiap pagi, dia terbangun dengan perasaan yang sama hampa, dan setiap malam, dia tidur dengan rasa sakit yang semakin mendalam."Kami harus memeriksa Tuan Zavier dengan CT Scan. Tuan pernah koma di masa lalu. Kami harus mengumpulkan data untuk investaigasi lebih lanjut mengenai dengungan di telinga Anda," ucap seorang dokter yang datang mengecek keadaan Zavier dan memberikan infus serta beberapa suntikan."Nanti saja, berikan injeksi itu dan aku akan baik-baik saja." Zavier enggan memeriksa lebih lanjut dan merasa dirinya hanya kelelahan.Sefia mencoba hadir di sisinya, tetapi sifat Zavier yang lebih banyak diam dan dingin, membuat wani
Sefia dan Fernando memiliki Zavier di dalam rumah, tetapi tidak memiliki jiwa pria tersebut.Saat tidur di malam hari, Zavier seperti robot yang kelelahan dan hanya tidur di posisinya, tidak ada niat untuk berbincang pada malam hari bersama Sefia apalagi melakukan hubungan suami istri.Sefia merasakan sebuah perasaan yang sangat menyiksanya karena sudah enam tahun lebih dan pria yang menjadi suaminya bahkan tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Sebuah 'ciuman selamat malam' saja tidak ada.Mereka selalu makan bersama, tetapi Zavier makan selayaknya sebuah keharusan. Tidak ada gairah kehidupan dalam kedua mata Zavier.Tidak ada gairah kebahagiaan sama sekali. Pria itu menjadi sangat datar dan dingin. Sefia merasakan sebuah kesepian di mana pria itu duduk di sampingnya pada saat menyaksikan penampilan Fernando mengikuti kompetisi bela diri, tetapi jiwa Zavier hanya terpaku tanpa ekspresi.Di kantor, Zavier sering terlihat berdiri sendirian di depan
Terang lampu yang banyak dan suasana baru yang menghias hotel mewah tersebut membuat Zavier mengakui kekalahannya. Namun, untuk mengeluarkan biaya renovasi yang cukup besar, Zavier belum bisa melakukannya karena masih banyak persaingan yang dia alami di sektor lain. Dan dia harus mengurus semuanya dengan detail atau dia akan menjadi bangkrut.Sekali lagi, Zavier melajukan mobilnya menuju ke kafe yang berada tidak jauh dari hotel tersebut. Kondisi kafenya sangat sepi, padahal kafe di seberangnya sangat ramai. Zavier merasa terpukul tetapi tidak bisa melakukan apa-apa.Abraham bukan hanya memiliki satu hotel atau pun kafe, melainkan banyak. Akan tetapi, semua hotel dan kafe yang dia miliki, selalu memiliki kompetitor yang jeli sehingga di titik mana kafenya berdiri, maka di sana juga kompetitornya berdiri dan bersaing."Apakah ada yang sengaja mengundang kemarahanku?" gumam Zavier dengan marah di balik kemudi mobilnya. Zavier sengaja tidak keluar dari mobilnya han
Nayla, yang mendengar Zavier menyebutkan bahwa gadis kecil itu mungkin autis, menjadi sangat marah. Dia menatap Zavier dengan penuh kemarahan. "Jangan sekali lagi menyebut anakku dengan cara seperti itu!" serunya, suaranya penuh emosi."T-tapi dia ..."Tanpa peringatan, Nayla mengangkat tangannya, seolah-olah siap untuk menampar Zavier. Namun, Zavier cepat-cepat menahan tangan Nayla, wajahnya menunjukkan campuran antara kebingungan dan kerinduan yang mendalam."Maaf, Nayla. Aku hanya—" Zavier mencoba menjelaskan, tetapi kata-katanya tidak terdengar meyakinkan.Di bawah tekanan emosional yang mendalam, dia merasa terpaksa untuk mendekati Nayla dan mencoba menciumnya, berharap bisa menghubungkan kembali perasaan yang hilang dan berusaha untuk mendapatkan pengertian."Hmmmpt, lepaskan! Hmmpt!" Nayla menolak dan berusaha mendorong tubuh Zavier, tetapi kekuatannya kalah jauh.Zavier menaikkan tangan Nayla di atas kepalanya sehingga wanita i
Kembali ke ruang tender, Zavier dan Cahyo merasa tertekan oleh pengalaman yang baru saja terjadi. Keduanya berusaha menenangkan diri, mencoba untuk fokus pada presentasi tender yang harus mereka hadapi. Namun, Zavier merasa hatinya penuh dengan kegalauan dan rasa sakit setelah pertemuan yang penuh emosi di toilet.Ketika waktunya tiba untuk sesi presentasi tender, Zavier dan Cahyo memasuki ruang rapat dengan perasaan cemas. Mereka berdiri di depan panel juri, siap untuk menyampaikan proposal mereka. Namun, Zavier merasakan sesuatu yang tidak biasa di udara—sebuah ketegangan yang berbeda dari biasanya.Saat juri mulai memperkenalkan para peserta tender, Zavier terkejut saat nama Nayla diumumkan sebagai salah satu kompetitor utama. Wajah Zavier berubah pucat, dan hatinya berdebar kencang saat dia menyadari bahwa Nayla adalah pesaing terberat dalam tender tersebut."Ini tidak mungkin," gumam Zavier dalam hati, merasa seakan-akan dunianya terbalik. "Nayla di s
Dunia Zavier seolah runtuh di hadapannya. Itu adalah perusahaan milik Nayla. Dia merasakan kehampaan yang mendalam dan kecewa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seluruh usahanya, perjuangannya, dan impian yang dia bangun selama ini kini terasa hancur berkeping-keping di hadapan mata.Nayla berdiri dengan senyuman kemenangan, sementara Michael dan Joen berdiri di sampingnya, memberikan dukungan. Zavier merasakan rasa sakit yang tajam dan mendalam melihat kehadiran keluarga tersebut, yang sepertinya sekarang telah mengambil semua yang dia miliki.Dengan langkah yang berat dan tergesa-gesa, Zavier segera meninggalkan ruang tender. Kekesalan dan amarah berkeliling di sekitarnya. Cahyo mengikuti langkah dari sang majikan dengan rutukan dalam hatinya."Seharusnya wanita itu tidak pernah hadir dalam kehidupan Zavier," geram Cahyo dalam hati.Rasa sakit dan kekecewaan melanda hati Zavier, dan dia merasa seperti terperangkap dalam kegelapan yang tidak a
"Apa-apaan sih kamu, Mando! Apakah belum cukup masalah yang ditimbulkan wanita itu?" Cahyo segera mengambil alih dengan mematikan radio itu."Hidupkan kembali, Cahyo. Aku ingin mendengar suaranya," perintah Zavier dengan mata memerah.Cahyo segera menghidupkan kembali radio tersebut, namun lagu yang dinyanyikan Nayla sudah habis dan diputar lagu lain."Ahhh, sudah habis. Kenapa kamu matikan tadi!" geram Zavier.Cahyo merasa serba salah, "s-saya coba mencarinya di channel lain."Mendengar itu, Mando tersenyum kecil lalu berkata, "cari di yutub saja, pasti ada."Cahyo segera membuka aplikasi dan mengkoneksikannya ke mobil, suara Nayla kembali mengalun dengan merdu."Andai kau disisiku 'kan kujaga kau slalu. Relung hati ini inginkan diri tuk terikat. Namun jiwa ini tak isyaratkan cintaku berbalas"Zavier tidak menyadari, air mata mulai membasahi pipinya. Dia menyesali karena tidak pernah memperlakukan Nayla dengan baik pada saat w
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu