Kedua wanita itu saling menatap, merasakan tekanan yang menggantung di udara. Akhirnya, mereka mengangguk dengan enggan, menandakan bahwa mereka setuju untuk menahan diri dari konflik lebih lanjut.
Setelah memastikan bahwa situasi telah diatasi, Zavier kembali ke pesta untuk melanjutkan perayaan. Namun, di balik senyumannya yang tenang, dia masih merasa khawatir tentang ketegangan yang terjadi di antara Nayla dan Sefia.
Zavier menghampiri koleganya sambil berkata-kata dalam hati, "Semoga malam ini tidak menjadi pahit karena konflik di antara mereka. Aku hanya ingin semua orang bahagia."
"Zav, bagaimana bila aku bernyanyi untukmu?" tanya Nayla secara tiba-tiba.
"Hmmm, itu ide yang baik." Zavier segera mengantar Nayla sampai di panggung dengan senyuman hangat dan bangga.
Nayla berdiri di atas panggung, mikrofon di tangan, siap untuk menyanyikan lagu terakhirnya malam itu.
Dia memandang sekeliling dengan penuh emosi, menyadari bahwa lagu ini ad
"Nayla ... dia mendorongku! Dia berusaha menyakitiku! Aku tidak bisa percaya bahwa dia melakukan ini padaku!"Nayla terperangah, tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Sebelum dia bisa mengumpulkan kata-kata untuk membela diri, Zavier dengan cepat mendekatinya."Nayla, mengapa?" Zavier melayangkan tatapan tajam ke arah Nayla, "Ah, sudahlah ... Aku akan mengurus Sefia terlebih dahulu.""Tapi, Zav, ... aku tidak melakukan apa pun."Zavier memandang Nayla dengan penuh kecewa, sebelum dia menggendong Sefia dari lantai dan membawanya pergi dari pesta.Beberapa tamu yang menjadi kerabat Zavier dan Sefia melayangkan tatapan tidak suka kepada Nayla.Xander ingin membela menantunya, tetapi Kayla dengan cepat menariknya dan berkata, "kita harus melihat kondisi Sefia, ayo! Tidak usah mempedulikan wanita licik itu!""Kamu pergi menemani Zavier dan ambil keputusan tepat untuk cucuku, aku akan mengurus semua yang ada di sin
Usai beberapa perkataan yang tidak menyenangkan dari sang ayah, Zavier memutuskan tidak terlalu menanggapi.Dengan wajah ketus, Zavier kembali ke hotel tempat pesta pernikahan berlangsung. Dia mencari Nayla di antara tamu-tamu yang masih tersisa, namun tidak menemukannya. Kegelisahan menguasai hatinya.Zavier bergumam dalam hati dan mulai terlihat panik, "di mana Nayla? Aku harus menemukannya."Zavier segera menghubungi ponsel Nayla tetapi tidak aktif. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari informasi dari pelayan hotel dan juga petugas sekuriti.Setelah tahu bahwa Nayla menginap di hotel yang sama, Zavier melangkah dengan cepat menuju ke kamar hotel yang ditunjuk.Di kamar hotel, Nayla duduk di tepi tempat tidur, matanya merah dan bengkak karena menangis. Pikiran tentang apa yang terjadi tadi malam masih mengganggu pikirannya. Semua penghinaan, fitnah, dan rasa malu masih terasa begitu nyata.Saat dia mencoba menenangkan dirinya, pintu kamar
Kayla melipat tangannya di bawah dada dan menaikkan sudut bibirnya lalu berkata, "masalah ini? Masalah ini adalah tentang bagaimana Nayla mencoba merusak pernikahanmu dan menghancurkan hidup Sefia!"Nayla mencoba tetap tenang, tetapi tatapan dingin Kayla membuatnya merasa tidak nyaman.Nayla berusaha berkata beberapa kata untuk menenangkan suasana. "Kami tidak ingin ada masalah lagi, Kayla. Tolong, biarkan kami lewat."Kayla melangkah maju, menatap Nayla dengan tajam. Zavier segera menghalangi tatapan sang ibu tiri dengan tubuhnya sehingga Nayla benar-benar tertutup di belakang tubuh yang besar milik suaminya tersebut. Sesaat, Nayla merasa nyaman dan lega atas apa yang Zavier lakukan untuknya.Kayla malah tertawa lebar melihat apa yang dilakukan Zavier, "kamu pikir kamu bisa lolos begitu saja? Setelah semua yang terjadi? Kamu adalah penyebab semua kekacauan ini!"Tanpa peringatan, Kayla meraih tas yang dijinjingnya dan melemparnya ke arah Nay
Michael berseru dan memekik dalam hati yang galau, "aku harus memperbaiki semuanya. Aku tidak bisa membiarkan orang-orang yang kucintai menderita karena kesalahanku."Michael meminjam ponsel milik petugas lapas dan mengirim pesan kepada Nayla.[Nayla, aku butuh bicara denganmu. Bisakah kita bertemu? Aku harus menjelaskan semuanya]Nayla menerima pesan itu dan merasakan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa pertemuan ini penting, tapi juga menyadari bahwa ini bisa menjadi momen yang sangat sulit.[Baiklah, Michael. Tapi bagaimana kita bisa bertemu?]Sesaat kemudian, sebuah pesan masuk dan Nayla segera membacanya.[Ayahku sudah membayarkan uang jaminan yang cukup besar, aku akan keluar besok tetapi dengan status perkara masih akan berada dalam penyelidikan. Statusku adalah tahanan luar dan akan menjalani persidangan dalam waktu dekat. Apakah kamu bersedia menemuiku?]Nayla agak terkejut dengan status tahanan luar yang dimiliki oleh Micha
Michael menatap Nayla dengan mata penuh rasa bersalah."Aku merasa seperti telah mengecewakan semua orang, termasuk kamu. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi."Nayla menghela napas, mencoba menenangkan dirinya."Kita semua membuat kesalahan, Michael. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita bangkit dari sini.""Aku ingin memperbaiki semuanya, Nayla. Tapi aku tidak tahu apakah itu mungkin."Nayla meraih tangan Michael dan menggenggamnya dengan lembut."Kamu tidak sendirian, Michael. Kita bisa melewati ini bersama. Yang terpenting adalah kamu harus tetap kuat dan tidak menyerah."Michael merasakan kehangatan dari genggaman tangan Nayla, memberikan sedikit harapan di tengah kekacauan."Terima kasih, Nayla. Aku sangat menghargai dukunganmu."Nayla tersenyum, meskipun hatinya masih berat."Kita akan mencari jalan keluar, Michael. Aku yakin akan ada solusi. Bagaimana kelanjutkan dari perkara ini?"
Tangis dan kemarahan ibunda Michael menciptakan suasana yang sangat menyakitkan bagi Nayla. Orang-orang di sekitar mereka mulai memperhatikan, tetapi tidak ada yang berani mendekat untuk melerai."Saya juga tidak ingin ini terjadi. Saya tidak pernah ingin Michael..." Ibunda Michael melayangkan tatapan tajam "Cinta? Cinta macam apa yang membuat anakku menderita seperti ini? Apakah kamu pernah mencintai anakku? Tidak! Kamu hanya memanfaatkan kebaikannya! Pergi dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi!"Nayla merasa hatinya hancur berkeping-keping. Dengan langkah berat, dia berbalik dan berjalan menjauh dari ibunda Michael. Air mata mengalir tanpa henti di pipinya.Nayla tiba di rumahnya di Bogor dengan perasaan yang sangat terpukul. Dia mendapati Nadira sedang duduk di ruang tamu, menunggunya dengan cemas.Nadira segera menyapa dan menuntun sang kakak untuk duduk di sofa. "Kak Nayla, apa yang terjadi? Bagaimana hasil persidanganny
Beberapa saat kemudian asistennya, Bram, melangkah mendekati dengan wajah tegang. Cahyo adalah sosok yang selalu bisa diandalkan oleh Zavier, dan kehadirannya di saat-saat kritis selalu memberi harapan. Saat ini, dia membawa dua bungkus makanan yang ingin disajikan sebagai sarapan untuk Zavier.“Tuan Zavier, saya menemukan sesuatu,” kata Cahyo sambil menyerahkan sebuah catatan kecil. “Nayla sudah kembali ke Bogor.”Zavier merasakan darahnya mendidih. “Kenapa dia kembali ke Bogor? Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara gemetar. Bogor adalah tempat yang penuh kenangan bagi mereka, tetapi juga menyebalkan bagi Zavier karena dia tidak ingin Nayla berada di sana.“Saya tidak tahu pasti, Tuan, tapi saya dengar ada sesuatu yang terjadi dengan Michael. Pernikahannya sedang di ambang kehancuran karena kasus wanprestasi. Saya khawatir Nayla akan mencari Michael karena frustrasi,” jelas Cahyo, mencoba menjelaskan situasi yang semakin rumit.Zavier merasa s
Cahyo tidak mampu memberikan jawaban karena memang tidak tahu. Dugaan dari Zavier terdengar komplit dan rumit untuk ditelaah olehnya."Percepat mobil ini!" perintah Zavier mulai panik.Sang supir mengangguk dan segera menambah laju mobil. Dia mengarahkan mobil menuju hotel yang disebutkan oleh Cahyo. Kecepatan mobilnya semakin meningkat, menembus jalanan yang mulai dipenuhi kendaraan lain karena hujan mulai reda. Hati Cahyo juga berdebar keras, berharap mereka tidak terlambat.Setelah beberapa jam yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di Bogor. Kota itu masih terlihat sama seperti yang diingat Zavier, dengan jalan-jalan yang dipenuhi pepohonan dan udara yang lebih segar dibandingkan Jakarta. Namun, tidak ada waktu untuk bernostalgia. Dia segera menuju hotel tempat Nayla mungkin terperangkap, berharap dia bisa menemuinya sebelum sesuatu yang buruk terjadi.Saat tiba di hotel, supir Zavier segera memarkir mobil sementara Zavier dan Cahyo keluar den
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu