Cahyo tidak mampu memberikan jawaban karena memang tidak tahu. Dugaan dari Zavier terdengar komplit dan rumit untuk ditelaah olehnya.
"Percepat mobil ini!" perintah Zavier mulai panik.Sang supir mengangguk dan segera menambah laju mobil. Dia mengarahkan mobil menuju hotel yang disebutkan oleh Cahyo. Kecepatan mobilnya semakin meningkat, menembus jalanan yang mulai dipenuhi kendaraan lain karena hujan mulai reda. Hati Cahyo juga berdebar keras, berharap mereka tidak terlambat.Setelah beberapa jam yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di Bogor. Kota itu masih terlihat sama seperti yang diingat Zavier, dengan jalan-jalan yang dipenuhi pepohonan dan udara yang lebih segar dibandingkan Jakarta. Namun, tidak ada waktu untuk bernostalgia. Dia segera menuju hotel tempat Nayla mungkin terperangkap, berharap dia bisa menemuinya sebelum sesuatu yang buruk terjadi.Saat tiba di hotel, supir Zavier segera memarkir mobil sementara Zavier dan Cahyo keluar denNayla menatapnya dengan penuh kebencian. "Apa yang kamu inginkan, Smith?"Mr. Smith hanya tertawa kecil. "Kamu tahu apa yang aku inginkan. Kamu. Dan aku akan mendapatkanmu, tidak peduli apapun caranya."Nayla merasa marah dan takut sekaligus. Dia tahu bahwa Smith tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya. "Kamu tidak akan pernah mendapatkan aku, Smith," kata Nayla dengan suara tegas.Smith mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. "Kita lihat saja nanti," katanya sambil mengelus rambut Nayla. "Aku punya semua waktu di dunia ini."Nayla berusaha melawan, tetapi tubuhnya masih terlalu lemas. Dia hanya bisa menatap Smith dengan penuh kebencian, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkannya.Sementara itu, Zavier terus mencari petunjuk di hotel. Dia berbicara dengan beberapa staf, tetapi tidak ada yang memberikan informasi yang berguna. Hatinya semakin cemas, tetapi dia tidak akan menyerah.Kemudian, seoran
Zavier mengangguk, merasakan cinta yang begitu dalam untuk wanita di depannya. "Aku juga ingin hal yang sama, Nayla. Aku ingin kita kembali seperti dulu, bahkan lebih baik lagi. Kita akan melewati ini bersama," jawabnya dengan penuh keyakinan.Nayla tersenyum, merasa sedikit lebih kuat dengan kehadiran Zavier di sisinya. "Zavier, bawa aku pergi dari sini. Aku ingin merasa aman bersamamu," katanya dengan suara yang masih lemah.Zavier mengangguk dan dengan hati-hati membaringkan Nayla ke atas ranjang. Mereka sudah sampai di kamar yang dipesan Zavier.Pelayan segera memberi hormat dan melangkah pergi meninggalkan insan tersebut."Sekarang tidurlah. Kita akan pergi dari sini besok pagi, Nayla. Aku akan membawamu ke tempat yang aman," janjinya sambil menyelimuti tubuh Nayla dengan lembut.Nayla menatap Zavier dengan mata yang penuh cinta. "Zavier, tolong jangan pergi. Tetaplah di sini bersamaku," pintanya dengan suara yang hampir berbisik.
Nayla mengangguk dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Zavier. Mereka berdua berbaring di tempat tidur, merasakan kehangatan dan kedamaian yang telah lama hilang.Saat mereka berpelukan, Nayla merasakan rasa aman yang luar biasa. Dia tahu bahwa Zavier benar-benar mencintainya dan akan melakukan apa pun untuk melindunginya. "Aku merasa beruntung memiliki kamu, Zavier," bisiknya dengan suara lembut.Zavier tersenyum dan mengecup kening Nayla sekali lagi. "Dan aku merasa sangat beruntung memiliki kamu, Nayla. Kamu adalah segalanya bagiku," jawabnya dengan penuh kasih.Mereka berdua tertidur lagi dalam pelukan satu sama lain, menikmati momen keintiman yang penuh cinta dan kedamaian. Saat matahari semakin tinggi di langit, mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan, tetapi dengan cinta yang kuat, mereka yakin bisa melewati semuanya bersama.Nayla merasakan cinta Zavier yang begitu dalam, dan dia tahu bahwa tidak peduli apa y
Nayla menatap Zavier dengan mata yang penuh cinta. "Dan aku ingin melahirkan anak untukmu, Zav ... aku ingin berada di sampingmu, menjalani setiap hari dengan cinta dan kebahagiaan. Bersamamu adalah impian terbesarku," jawabnya dengan suara penuh emosi.Mereka berdua kembali berbaring bersama, menikmati kehangatan cinta yang mengalir di antara mereka. Masa depan mungkin penuh dengan ketidakpastian, tetapi satu hal yang pasti: cinta mereka akan selalu menjadi kekuatan yang memandu mereka.***Di sudut kota yang kumuh dan terlupakan, seekor anjing liar menggonggong sambil mengais-ngais tumpukan sampah yang menggunung. Bau busuk menyengat menusuk hidung, dan lalat berterbangan di sekelilingnya.Di antara tumpukan sampah yang menjijikkan itu, tergeletak tubuh seorang pria yang nyaris tak dikenali. Pakaiannya compang-camping, wajahnya penuh luka, dan tubuhnya kotor serta memar. Pria itu adalah 'Smith'.Smith membuka matanya perlahan, merasakan sakit yan
Waktu berlalu terasa lama dan meskipun Smith tidak mendapatkan jawaban yang jelas, dia merasa sedikit lebih damai. Petugas polisi itu kembali mendekatinya dan memberikan semangkuk sup hangat. "Makanlah. Kamu perlu mengisi tenagamu," kata petugas itu dengan lembut.Smith menerima mangkuk itu dengan rasa syukur. "Terima kasih," katanya dengan suara yang lebih kuat. Dia tahu bahwa perjalanan untuk menemukan siapa dirinya dan apa yang terjadi masih panjang, tetapi dia tidak akan menyerah. Nama-nama itu terus menggema di kepalanya, menjadi satu-satunya petunjuk dalam labirin kebingungannya."Ini pakaian untukmu, kamu bisa membersihkan diri di kamar mandi dan kembali dengan segar. Kamu terlihat sedikit kotor dan ini ada obat luka, kamu bisa mengoleskannya ke tubuhmu yang memar," ucap petugas itu sambil menyerahkan satu set pakaian seragam yang biasa dipakai oleh petugas pembersih ruangan.Smith menerima obat dan pakaian tersebut, dia bisa menebak bahwa itu adalah paka
Mereka menandatangani dokumen tersebut, menyegel kesepakatan yang akan mengubah hidup Michael selamanya. Cahyo kemudian menghubungi tim hukum untuk mengatur pembayaran jaminan, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.Sementara itu Di dalam hotel, Zavier baru selesai memanjakan Nayla dengan mandi bersama. Zavier menggendong tubuh istrinya dan membaringkannya ke atas ranjang dengan penuh kelembutan."Tidurlah sebentar, aku akan memanggilmu bangun setelah waktunya makan," ucap Zavier lalu memberikan sebuah kecupan di kening Nayla yang terlihat lelah setelah melayani Zavier berulang kali.Tiba-tiba, ponsel Zavier berdering. Dia melihat layarnya dan segera menjawab panggilan dari Cahyo. "Ya, Cahyo. Bagaimana hasilnya?" tanyanya."Tuan Zavier, semuanya sudah beres. Jaminan sudah dibayar dan keluarga Michael setuju untuk membawanya ke luar negeri. Dia tidak akan mengganggu Nyonya Nayla lagi," lapor Cahyo.Sebuah senyum simpul tergambar di wajah Zavie
Zavier merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia segera berlari menuju ruang ICU, dengan Nayla mengikuti di belakangnya. Di luar ruang ICU, Zavier melihat ibu tirinya, Kayla, yang duduk dengan santai memainkan ponsel seolah-olah tidak ada yang terjadi."Apa yang terjadi?" suara Zavier mengejutkan Kayla yang segera menyimpan ponselnya ke dalam tas jinjing yang dibawanya."Zavier, Nayla," panggil Kayla dengan suara serak saat melihat mereka datang. "Ayahmu... dia sangat lemah."Zavier menghindar saat Kayla sedang mencoba memeluknya seolah-olah ingin memberikan kekuatan.Melihat sikap canggung seperti itu, Nayla segera berkata, "dia akan baik-baik saja, Kayla. Ayah adalah pejuang," katanya, meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan.Nayla mendekati Kayla dan mencoba menggenggam tangannya. "Kami di sini sekarang, kami akan melalui ini bersama," katanya dengan suara penuh ketulusan.Seperti dugaan, Kayla segera menepis tangan menantu yang
"Nayla, aku benar-benar menghargai pengorbanannya. Tapi aku tahu, maaf saja tidak akan pernah cukup untuk mengembalikan apa yang hilang.""Uhuk uhuk ... " Suara Xander Abraham terdengar kecil dan sesekali dia terbatuk memegang ulu hatinya yang terasa sakit."Nayla ...," panggilnya dengan nada lirih.Nayla merasa dunia di sekelilingnya mulai berputar. Tubuhnya terasa lemas, dan perasaan marah serta kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Dia memandang Zavier, mencari jawaban, namun ekspresi wajah Zavier menunjukkan ketidakpedulian yang membuatnya semakin terluka."Zavier, apakah kamu tahu tentang ini?" tanyanya dengan suara bergetar, hampir tak bisa dipercaya.Zavier menatap Nayla dengan dingin lalu menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak, aku tidak tahu. Tapi aku juga tidak peduli. Ini adalah masalah di antara ayahku dan ayahmu. Aku tidak terlibat dalam kesalahan mereka," katanya dengan nada tegas."Aku juga terkejut, bagaimana bisa. Aku dima
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu