Mereka menandatangani dokumen tersebut, menyegel kesepakatan yang akan mengubah hidup Michael selamanya. Cahyo kemudian menghubungi tim hukum untuk mengatur pembayaran jaminan, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.
Sementara itu Di dalam hotel, Zavier baru selesai memanjakan Nayla dengan mandi bersama. Zavier menggendong tubuh istrinya dan membaringkannya ke atas ranjang dengan penuh kelembutan.
"Tidurlah sebentar, aku akan memanggilmu bangun setelah waktunya makan," ucap Zavier lalu memberikan sebuah kecupan di kening Nayla yang terlihat lelah setelah melayani Zavier berulang kali.
Tiba-tiba, ponsel Zavier berdering. Dia melihat layarnya dan segera menjawab panggilan dari Cahyo. "Ya, Cahyo. Bagaimana hasilnya?" tanyanya.
"Tuan Zavier, semuanya sudah beres. Jaminan sudah dibayar dan keluarga Michael setuju untuk membawanya ke luar negeri. Dia tidak akan mengganggu Nyonya Nayla lagi," lapor Cahyo.
Sebuah senyum simpul tergambar di wajah Zavie
Zavier merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia segera berlari menuju ruang ICU, dengan Nayla mengikuti di belakangnya. Di luar ruang ICU, Zavier melihat ibu tirinya, Kayla, yang duduk dengan santai memainkan ponsel seolah-olah tidak ada yang terjadi."Apa yang terjadi?" suara Zavier mengejutkan Kayla yang segera menyimpan ponselnya ke dalam tas jinjing yang dibawanya."Zavier, Nayla," panggil Kayla dengan suara serak saat melihat mereka datang. "Ayahmu... dia sangat lemah."Zavier menghindar saat Kayla sedang mencoba memeluknya seolah-olah ingin memberikan kekuatan.Melihat sikap canggung seperti itu, Nayla segera berkata, "dia akan baik-baik saja, Kayla. Ayah adalah pejuang," katanya, meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan.Nayla mendekati Kayla dan mencoba menggenggam tangannya. "Kami di sini sekarang, kami akan melalui ini bersama," katanya dengan suara penuh ketulusan.Seperti dugaan, Kayla segera menepis tangan menantu yang
"Nayla, aku benar-benar menghargai pengorbanannya. Tapi aku tahu, maaf saja tidak akan pernah cukup untuk mengembalikan apa yang hilang.""Uhuk uhuk ... " Suara Xander Abraham terdengar kecil dan sesekali dia terbatuk memegang ulu hatinya yang terasa sakit."Nayla ...," panggilnya dengan nada lirih.Nayla merasa dunia di sekelilingnya mulai berputar. Tubuhnya terasa lemas, dan perasaan marah serta kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Dia memandang Zavier, mencari jawaban, namun ekspresi wajah Zavier menunjukkan ketidakpedulian yang membuatnya semakin terluka."Zavier, apakah kamu tahu tentang ini?" tanyanya dengan suara bergetar, hampir tak bisa dipercaya.Zavier menatap Nayla dengan dingin lalu menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak, aku tidak tahu. Tapi aku juga tidak peduli. Ini adalah masalah di antara ayahku dan ayahmu. Aku tidak terlibat dalam kesalahan mereka," katanya dengan nada tegas."Aku juga terkejut, bagaimana bisa. Aku dima
"Tolong!" Nayla panik dan segera merangkul pria tua yang sudah terlihat tidak berdaya. Sementara Kayla sibuk merekam semua kejadian yang ada."Jangan merekam dulu, tolong panggilkan Dokter!" bentak Nayla dengan panik.Kayla mengerucutkan bibirnya lalu melangkah dengan pelan keluar dari kamar Xander. Langkahnya santai seolah-olah tidak ada hal besar yang terjadi. Wanita itu berjalan sambil melihat kukunya yang sudah dicat dengan cantik dan rapi.Sementara di dalam kamar, Nayla segera menekan tombol darurat.Tidak lama kemudian, di koridor Rumah Sakit yang mewah itu, Kayla melihat beberapa tenaga medis yang berjalan dengan langkah cepat menuju ke arahnya.Kayla segera menghentikan mereka dengan memberikan laporan mengenai keadaan Xander yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Maksud wanita itu adalah ingin memperlama waktu, dia tidak ingin Xander selamat dalam kejadian ini.Sang Dokter yang menangani Xander merasa terganggu dengan gestur Kayla yang memperlambat pekerjaan mereka."Nyonya, moho
Semua orang bergerak menuju masa depan mereka masing-masing, meskipun penuh dengan ketidakpastian dan rasa sakit. Mereka semua tahu bahwa hidup tidak akan pernah sama lagi setelah semua pengungkapan ini. Tapi mereka juga tahu bahwa mereka harus terus maju, menemukan cara untuk sembuh dan melanjutkan hidup, meskipun jalannya penuh dengan tantangan.Setelah semuanya pergi meninggalkan rumah sakit, kecuali Kayla dan Xander. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kepada Xander, pria tua yang sedang tertekan oleh perasaan bersalah dan saat itu tidak ada sebuah penghormatan untuknya terutama semua permohonan maaf.Xander menangis dan berbaring di ranjang pasien dengan tatapan penuh kehampaan. Mempertanyakan mengapa semua ini terjadi. Namun, pria itu terlalu tua dan kondisi jantungnya benar-benar tidak baik-baik saja. Fisiknya kelelahan dalam tangisan dan beban bathin yang tidak sanggup diterimanya sehingga ia terlelap dengan pipi masih basah.Kayla menatap pria yang ditemaninya selama se
Kayla hanya menatap dengan mata basah dan penuh dendam, seakan menunggu akhir dari perjuangannya. Dia tidak akan mengampuni Xander, tidak sekarang. Hatinya telah mati terhadap belas kasihan."Sekarang, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan," ucap Kayla dengan suara yang hampir tidak terdengar, sebelum berbalik dan menatap kosong ke arah jendela. Tidak ingin melihat keadaan Xander yang berjuang dengan sisa napas yang ada.Xander tak mampu bertahan hidup setelah selang oksigennya dicabut oleh Kayla.Napas terakhirnya keluar dalam gemetar, matanya melihat kekosongan di langit-langit ruangan rumah sakit itu. Kayla berdiri di samping jendela dengan senyuman kepuasan di bibirnya, walau air mata mengalir membasahi pipinya seakan menonton pementasan yang lama dinanti-nantikan berakhir dengan dramatis. Kayla mengepalkan kedua tangannya erat-erat seolah semua dendam sudah terlampiaskan.Namun, begitu Xander menghembuskan napas terakhirnya, ekspresi senang di wajah Kayla berubah.Dia menangi
Setelah selesai dengan editan rekaman, Kayla menutup laptopnya dan menatap keluar jendela, merenung tentang langkah selanjutnya. Dia tahu dia harus bertindak cepat sebelum penyelidikan polisi menemukan bukti yang menunjukkan kejanggalan dalam kematian Xander. Dia harus mengambil inisiatif dan memanfaatkan kesempatan ini sebelum semuanya berubah menjadi depan publik.Namun, di sisi lain, Nayla duduk sendiri di apartemennya, menelan air mata atas kehilangan Xander. Dia tidak tahu tentang rekaman yang ada, tetapi dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan cara Xander meninggal.Nayla mencoba beristirahat karena besok adalah hari pemakaman Xander dan dia harus hadir di sana.Sekali lagi dia mencoba untuk menghubungi Zavier, tetapi panggilannya tidak tersambung.**Zavier terbangun keesokan paginya dengan kepala yang berat dan sakit. Semalam, ia terlalu mabuk untuk mengingat dengan jelas apa yang terjadi.Ponselnya kehilangan daya. Dengan kep
Sefia mendekatkan bibirnya ke telinga Nayla dan melanjutkan kalimatnya, “Sebagai salah satu istri sah pewaris keluarga Abraham, saya mengusirmu!”Nayla menatap Sefia dengan ekspresi yang terlihat terluka dan terkejut. Ternyata posisi Sefia sudah jelas dan dirinya sudah terusir. "Sefia, aku tidak bermaksud...""Tentu saja, kau tidak bermaksud apa-apa," potong Sefia dengan dingin. "Tapi tindakanmu telah merusak segalanya."Sefia berkata-kata dengan suara yang tajam, matanya memancarkan ketidaksenangan yang mendalam. "Aku tahu segalanya sekarang. Kau tidak bisa menyembunyikan apa yang kau lakukan kepada keluhanku."Nayla tercengang mendengar kata-kata Sefia. "Sefia, aku tidak tahu apa yang kau maksud. Aku tidak melakukan apa pun yang bisa merugikan keluarga ini.""Tentu saja kau tidak akan mengakuinya," potong Sefia dengan dingin. "Tapi aku melihat bagaimana Xander dan kau bertengkar. Kau merencanakan ini, bukan?"“Apa m
Malam itu, Kayla merencanakan langkah berikutnya. Dia menyiapkan segala sesuatunya dengan hati-hati. Semua perhiasan keluarganya dipersiapkan dengan seksama di kamar Nayla. Dengan licik, Kayla memastikan bahwa tidak ada yang mengetahui selain dirinya tentang perhiasan-perhiasan berharga itu.Sementara Nayla sibuk melayani para tamu yang mulai pulang karena acara pemakaman sudah selesai.Esok paginya, rumah Kayla diguncang oleh berita gempar. Semua perhiasan yang berharga telah hilang. Kayla berteriak panik, mencari di setiap sudut rumah mereka. Tapi, tentu saja, perhiasan itu tidak akan ditemukan di sana.Kayla melangkah mendekati kamar Nayla dan membongkar beberapa laci, lalu menemukan sebuah pakaian Nayla yang ternyata membungkus perhiasan miliknya yang hilang.Sebuah skenario yang sudah biasa dalam film-film rumah tangga tetapi baru kali ini dialami oleh Nayla.Kayla dengan tenang mendekati Nayla, yang saat ini penuh kebingungan dan ketakutan. "
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu