Setelah selesai dengan editan rekaman, Kayla menutup laptopnya dan menatap keluar jendela, merenung tentang langkah selanjutnya. Dia tahu dia harus bertindak cepat sebelum penyelidikan polisi menemukan bukti yang menunjukkan kejanggalan dalam kematian Xander. Dia harus mengambil inisiatif dan memanfaatkan kesempatan ini sebelum semuanya berubah menjadi depan publik.Namun, di sisi lain, Nayla duduk sendiri di apartemennya, menelan air mata atas kehilangan Xander. Dia tidak tahu tentang rekaman yang ada, tetapi dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan cara Xander meninggal.Nayla mencoba beristirahat karena besok adalah hari pemakaman Xander dan dia harus hadir di sana.Sekali lagi dia mencoba untuk menghubungi Zavier, tetapi panggilannya tidak tersambung.**Zavier terbangun keesokan paginya dengan kepala yang berat dan sakit. Semalam, ia terlalu mabuk untuk mengingat dengan jelas apa yang terjadi.Ponselnya kehilangan daya. Dengan kep
Sefia mendekatkan bibirnya ke telinga Nayla dan melanjutkan kalimatnya, “Sebagai salah satu istri sah pewaris keluarga Abraham, saya mengusirmu!”Nayla menatap Sefia dengan ekspresi yang terlihat terluka dan terkejut. Ternyata posisi Sefia sudah jelas dan dirinya sudah terusir. "Sefia, aku tidak bermaksud...""Tentu saja, kau tidak bermaksud apa-apa," potong Sefia dengan dingin. "Tapi tindakanmu telah merusak segalanya."Sefia berkata-kata dengan suara yang tajam, matanya memancarkan ketidaksenangan yang mendalam. "Aku tahu segalanya sekarang. Kau tidak bisa menyembunyikan apa yang kau lakukan kepada keluhanku."Nayla tercengang mendengar kata-kata Sefia. "Sefia, aku tidak tahu apa yang kau maksud. Aku tidak melakukan apa pun yang bisa merugikan keluarga ini.""Tentu saja kau tidak akan mengakuinya," potong Sefia dengan dingin. "Tapi aku melihat bagaimana Xander dan kau bertengkar. Kau merencanakan ini, bukan?"“Apa m
Malam itu, Kayla merencanakan langkah berikutnya. Dia menyiapkan segala sesuatunya dengan hati-hati. Semua perhiasan keluarganya dipersiapkan dengan seksama di kamar Nayla. Dengan licik, Kayla memastikan bahwa tidak ada yang mengetahui selain dirinya tentang perhiasan-perhiasan berharga itu.Sementara Nayla sibuk melayani para tamu yang mulai pulang karena acara pemakaman sudah selesai.Esok paginya, rumah Kayla diguncang oleh berita gempar. Semua perhiasan yang berharga telah hilang. Kayla berteriak panik, mencari di setiap sudut rumah mereka. Tapi, tentu saja, perhiasan itu tidak akan ditemukan di sana.Kayla melangkah mendekati kamar Nayla dan membongkar beberapa laci, lalu menemukan sebuah pakaian Nayla yang ternyata membungkus perhiasan miliknya yang hilang.Sebuah skenario yang sudah biasa dalam film-film rumah tangga tetapi baru kali ini dialami oleh Nayla.Kayla dengan tenang mendekati Nayla, yang saat ini penuh kebingungan dan ketakutan. "
Asisten Zavier terkejut mendengar perintah itu, tetapi tidak berani menentang. Dia mengangguk dan dengan cepat melangkah masuk kembali ke kamar dan mendekati Nayla yang masih dalam kesedihan yang mendalam. "Maaf, Nyonya Nayla," ucapnya dengan suara bergetar, sebelum menggiring Nayla keluar dari ruangan.“Eh, lepaskan!”Nayla mencoba menentang, mencoba menjelaskan, tetapi semua percobaannya sia-sia. Dia tidak bisa menyampaikan kata-kata dengan jelas di tengah gemuruh emosi yang berkecamuk di sekitarnya. Dia dipaksa berjalan menuju tempat yang gelap dan menakutkan di bawah tanah.Zavier sendiri tidak bisa menatapnya saat dia diusir, hatinya hancur oleh konflik batin yang tak terlukiskan. Dia tahu keputusannya mungkin berlebihan, tetapi rasa sakitnya tidak membiarkannya berpikir jernih. Semua yang dia tahu adalah bahwa dia harus menjauh dari Nayla, sebelum semuanya semakin buruk.Di dalam sel yang gelap, Nayla meratapi nasibnya yang tragis. Dia m
Dia duduk tegak di tengah ruangan gelap itu, mencoba menenangkan diri dari kepanikan yang melanda. Pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang tidak terjawab dan ketakutan akan masa depan yang tak pasti.Saat lamunan Nayla terhenti oleh desir angin yang dingin yang menggelitik rambutnya, dia merasakan kesendirian yang melanda di hatinya. "Bagaimana bisa ini terjadi padaku?" gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya hampir hilang dalam keheningan yang menakutkan.Beberapa lama kemudian, setelah keadaan mulai mereda, Nayla menemukan keberanian untuk mengamati sekelilingnya. Ruangan itu memang terlihat seperti tempat yang jarang sekali digunakan. Kelembaban membuat napasnya sesak, dan bayangan-bayangan yang menyeramkan dari peristiwa sebelumnya terus berputar di pikirannya.Tetapi di tengah keputusasaan, ada juga kekuatan yang tumbuh di dalam dirinya. Nayla tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu dia harus mencari cara untuk membuktikan ketidakbersalahannya, meski
Pria itu tertidur dalam kesedihan yang dalam.Ketika kesadarannya sedikit kembali, Zavier merasa begitu hampa dan terjebak dalam perangkap kesalahannya sendiri. Dia tahu bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, dia harus menghadapi konsekuensinya dengan harga yang mahal. Dia ingat dengan jelas pelecehan yang dia lakukan kepada Nayla tadi malam. Dia merasa malu terhadap kejadian itu, sehingga dia memutuskan untuk pergi bekerja dan menghabiskan waktu di kantor agar tidak mengingat tentang Nayla.***Nayla merasa dunia berputar di sekitarnya saat dia terjebak dalam kegelapan ruang bawah tanah yang dingin dan lembap. Tubuhnya lemas karena dua hari tanpa makanan yang layak. Hanya rembesan air hujan yang bisa dia tangkap dengan menjulurkan tangannya melalui jendela kecil yang memberinya sedikit kelegaan. Dia meminum setiap tetes air itu dengan penuh syukur, meskipun itu tidak bisa menghilangkan rasa laparnya.Hari berikutnya, Nayla bangun dengan kepala yang pusi
Zavier merasa sedikit bingung mendengar bahwa Nayla hamil."Saya ingin tahu apa yang terjadi padanya," ucap Zavier dengan suara serak. "Apakah dia dalam bahaya?"Dokter itu mengangguk mengerti. "Kami akan memberi tahu Anda segera setelah kami memiliki lebih banyak informasi. Saat ini, yang terbaik adalah Anda beristirahat sejenak. Anda tampaknya juga membutuhkan perhatian medis."Zavier menggelengkan kepala, tetapi kemudian mengangguk mengerti. Dia tahu dia harus tetap tenang dan kuat untuk Nayla. "Tolong beri tahu saya jika ada yang bisa saya lakukan untuk membantunya."Dokter itu tersenyum lembut. "Pasti, kami akan memberitahu Anda secepatnya. Silakan tunggu di sini."Zavier duduk di ruang tunggu rumah sakit dengan pikiran yang kacau. Dia mencoba merenungkan apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Bagaimana dia bisa membenarkan tindakannya terhadap Nayla? Bagaimana dia bisa memastikan keamanannya dan mengembalikan kehidupannya
Prang! Botol whiskey terlempar ke sisi lain dari sofa yang diduduki Zavier.“Nayla! Jangan kira kamu bisa lepas dariku!” pekik Zavier dalam kemarahan dan alam sadar yang tidak stabil.Malam terasa panjang dan menyiksa baginya. Dia bahkan tidak menjawab panggilan dari Sefia, istri keduanya yang khawatir terhadap dirinya. Hati Zavier terasa hampa dan terluka. Dia merasa seperti segalanya runtuh di sekitarnya, dan dia tidak tahu bagaimana dia bisa memperbaikinya.Saat dia duduk di ruangan gelap, pikirannya terus menerus kembali pada Nayla. Dia memikirkan semua momen indah yang mereka bagikan bersama, dan bagaimana semuanya berubah begitu cepat. Rasa bersalah dan penyesalan menghantuinya. Dia bertanya-tanya apakah dia bisa memperbaiki segalanya, atau apakah sudah terlambat.Aroma tubuh Nayla yang selalu memabukkan dirinya dengan keinginan atau pun nafsu yang tidak terkontrol.Zavier menutup mata, mencoba untuk meredakan sakit kepala dan kek
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu