Sebuah reaksi yang sederhana, namun terkesan sangat memalukan bagi Nayla. Tetapi dia harus segera melakukan sesuatu untuk menolong adiknya.
"Ketemu! serunya dengan riang lalu menekan tombol buka.
Tit tit!
Lampu kiri dan kanan pada mobil mewah berwarna hitam itu berkedip menandakan bahwa 'autolock' pada mobil sudah terbuka, Nayla segera membuka pintu mobil.
Setelah Nadira ditempatkan dengan hati-hati di kursi belakang mobil, Michael segera melaju menuju rumah sakit dengan cepat. Nayla duduk di belakang sambil menyandarkan kepala Nadira di pahanya.
Dalam perjalanan yang tegang menuju rumah sakit, Nadira memejamkan mata, mencoba mengatasi rasa mual dan kelemahan yang melandanya.
Michael berkonsentrasi pada jalanan, berusaha sampai di rumah sakit secepat mungkin. Sesekali dia melirik kedua wanita itu dengan wajah tegang.
Entah perasaan apa yang sedang melandanya. Saat ini, dia benar-benar ingin menjadi pelindung bagi kedua wanita tersebut
Michael mengangguk mengerti. "Saya akan tetap di sini, Zavier," katanya dengan rendah hati.Di luar dugaan, Zavier menarik tangan Nayla agar mengikutinya."Eh ... "Nayla terkejut saat Zavier menarik tangannya dengan tegas. Dia melepaskan diri dari tatapan bingung Michael dengan canggung dan mengikuti Zavier dengan langkah berat, merasa bingung dengan kejadian yang tiba-tiba ini."Zav, saya harus menunggui Nadira, kita mau ke mana?" tanya Nayla, mencoba mencari tahu apa yang ingin dikatakan Zavier.Zavier hanya mengangkat sudut bibirnya, tanpa sepatah kata pun. Langkahnya tergesa-gesa menuju keluar dari lorong rumah sakit yang ramai, meninggalkan Michael dan kerumunan orang di ruang tunggu.Nayla mencoba mengejar langkah Zavier, mencari tahu alasan di balik tindakannya yang tiba-tiba. Pria itu mengenggam tangannya dengan kuat."Zavier, tunggu sebentar, ada apa? T-tanganku sakit ditarik seperti ini!"Zavier tidak berhenti, tetap
"Tuan Zavier, Nyonya Nayla, selamat datang kembali, Kepala Pelayan Martha menyambut dengan hormat," sapa seorang wanita paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai kepala pelayan dengan sopan sambil membungkukkan tubuhnya sedikit, diikuti oleh para pelayan di belakangnya.Nayla terdiam, matanya membulat dalam kebingungan. "Apa ini semua?" gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri daripada pada Zavier.Zavier mengangguk sambil tersenyum, mencoba menenangkan Nayla. "Ini kejutan kecil untukmu. Aku ingin mengubah sedikit suasana hatimu setelah hari yang panjang pelarianmu," jelasnya, suaranya hangat meskipun masih terdengar sedikit dingin."Bukankah tadi sudah kukatakan bahwa aku akan memberikan hal yang tidak pernah kamu dapatkan sebelum ini?"Nayla masih terdiam, mencoba memproses semua yang sedang terjadi. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Zavier akan melakukan sesuatu seperti ini, terutama setelah semua ketegangan yang mereka alami belakangan ini.
Beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Nayla. Wanita itu buru-buru menyeka pipinya lalu melangkah untuk membuka pintu.Kepala Pelayan bersama dua orang pelayan di belakangnya membungkukkan kepala dengan hormat."Kami mengantarkan makanan pesanan Tuan Muda," ujar Marta dengan sopan."Masuklah."Sebuah troli berisi makanan di antar masuk dan disajikan di meja sofa di dalam kamar mewah itu.Nayla tidak tertarik terhadap makanan yang tersaji. Dia lebih tertarik untuk melihat foto lain yang sedang bergulir dalam galeri foto di laptop Zavier."Tutup pintunya saat kalian keluar," ujar Nayla.Baru saja pintu ditutup, Zavier sudah keluar dari kamar mandi dengan tubuh wangi dan sebuah handuk yang melilit di pinggangnya."Apa yang kamu lihat?" tanya Zavier lalu buru-buru mendekati laptopnya."Kalian begitu intim," ucap Nayla dengan suara sendu. Kedua mata sembabnya melirik perut berkotak milik Zavier yang b
Tetapi, kehadiran Zavier dan kehangatan yang tidak terlihat di antara mereka selalu mampu mengusir keraguan itu. Dengan hati yang berdebar, Nayla segera bersiap untuk menghadiri acara makan malam bersama suaminya.Nayla memegang dress yang indah di tangannya, merasakan kainnya yang lembut menyentuh jari-jarinya.Dress itu memiliki potongan yang elegan, dengan hiasan payet berkilauan yang menambahkan sentuhan mewah.Saat dia mengenakannya, dress itu meluncur dengan lembut ke tubuhnya, menyesuaikan setiap lengkungan dengan sempurna. Warna putihnya membuatnya terlihat anggun dan mempesona.Zavier tidak bisa berhenti menatap Nayla dengan penuh kagum saat dia keluar dari kamar mandi dan melihat Nayla berdiri di hadapannya, memperlihatkan keindahan yang memukau."Ternyata begitu cantik," gumamnya dalam hati dengan penuh kagum, matanya tidak bisa lepas dari kecantikan alami sang istri, tetapi dia tidak ingin memperlihatkan reaksinya. Sebuah senyum simpul tercetak di wajah pria dingin itu lal
Kotak berwarna merah itu berisi sebuah cincin berlian dan Sefia segera meraihnya lalu membuka kotak itu."Kecil sekali berliannya!" seru Sefia dengan wajah cemberut, lalu dia melirik kalung berlian yang sedang dipakai Nayla."Zavier! Kamu tidak adil!" renggek Sefia sambil menggandeng tangan Zavier dengan manja lalu mendorong tubuh Nayla sedikit agar memberi ruang bagi mereka."Ahh," jerit Nayla karena hampir terjatuh. Dia mengenakan high heels yang membuat langkahnya sedikit canggung.Namun, Sefia tidak terima dengan sikap Nayla dan merasa wanita itu hanya berpura-pura "Ah, kamu terlalu ceroboh," ucapnya dengan nada sinis, "Aku tidak tahu kamu akan datang. Zavier tidak pernah menyebutkan tentangmu."Sefia melayangkan tatapan merendahkan ke arah Nayla, "pakaian itu sungguh tidak cocok dengan kalung yang ada di lehermu."Nayla merasa sedikit tersinggung oleh kata-kata Sefia, namun dia mencoba untuk tetap tenang. "Maafkan saya, Sefia. Ini adala
Teriakan kejutan dari Nayla dan Sefia secara serentak dan kekacauan mengisi ruangan saat cairan merah itu menyebar, sebuah gambaran yang mengejutkan dan tak terduga.Nayla berdiri di tempatnya, terpaku melihat dress putihnya yang indah tercemar oleh anggur merah. "Apa yang kamu lakukan, Sefia?" bentaknya dengan suara gemetar, mencoba mengatasi kebingungannya.Sefia, dengan senyum licik di wajahnya, menyeringai menatap Nayla dengan tatapan penuh kepuasan. "Nayla, kamu sengaja mendorongku," katanya dengan suara yang bergetar, mencoba mempertahankan kedoknya.Namun, Nayla melihat melalui kedok itu. "Hei! Kamu yang menabrakku dan kamu melakukan ini dengan sengaja!" serunya dengan nada tajam, matanya memancarkan kemarahan dan kekecewaan yang tak terbendung.Di tengah keramaian, Zavier mendengar keributan dan bergegas mendekati mereka. Matanya memancarkan kekhawatiran saat dia melihat Nayla yang basah kuyup dan Sefia yang berdiri di sana dengan ekspresi dingin
Meskipun hatinya tidak tenang karena meninggalkan Nayla sendirian, tapi dia merasa bahwa dia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa bertanggung jawab atas Sefia, terlepas dari apa yang sebenarnya terjadi di pesta itu.Zavier membawa mobilnya sendiri tanpa supir, menuju ke hotel kembali. Acara sudah selesai dan para tamu tidak terlihat lagi.Dengan langkah yang terburu-buru, Zavier memasuki kamar hotel tempat Sefia menginap dan membunyikan bel.Sesaat kemudian, pintu dibuka dan Kayla berdiri di hadapan Zavier dengan wajah tidak ramah."Sekarang, kamu akan mengurus dia dengan baik. Saya akan pergi dan menemani Ayahmu. Dia merasa bersalah atas anggur yang terjatuh dan merasa acara ulang tahunnya menjadi tidak menyenangkan," ucapnya sambil memakai sepatu."Mama heran, mengapa kamu harus membawa wanita licik itu ke pesta kekasihmu? Dan membiarkan mereka saling beradu karena cemburu?"Kayla menggelengkan kepala lalu pergi dari sana.Zavier
Nayla mengerutkan dahinya dan memegang lutut yang ditekukkan di atas ranjang mewah itu. Namun, dia masih belum berani berceloteh terlalu banyak dengan Michael."Ohya, Michael. Aku sampai lupa menanyakan kabar adikku, bagaimana keadaaannya?""Oh, tidak masalah, dia hanya harus lebih rutin menjalani cuci darah, sepertinya dia melewati satu hari, makanya dia menjadi pusing dan pingsan." Michael menjelaskan."Aku sudah membawanya pulang ke rumah semalam, dia tidak perlu menginap, kok," lanjut Michael.Nayla bernapas lega mendengar semua itu, dia merasa sedikit bersalah karena tidak bisa hadir di sana."Maaf, sudah merepotkanmu semalam," lanjut Nayla."Tidak masalah, Nayla. Kamu tahu, aku ingin melakukan yang terbaik sebagai seorang teman." Michael menjawab dengan nada tegas."Terima kasih," sahut Nayla."Sampai jumpa besok, ya?" Suara Nayla terdengar lembut dan wanita itu sengaja menguap, "ternyata aku sudah mengantuk.""Sam
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu