Aku memijit kepalaku, terasa sangat pusing. Adam berucap membuatku menoleh menatapnya, “Ada apa? Kenapa kamu memanggilku?”
“Kamu membutuhkan bantuan? Aku sedang menganggur, aku bisa menolongmu.” Aku menggeleng.
“Tidak, ini tugasku. Aku yang harus mengerjakannya.”
Ellie menimpali, “Astaga, nasibmu malang sekali mengerjkaan yang bukan tugasmu. Kamu terlihat kesulitan, mau kubantu, Alice?”
Aku menggeleng, bagaimana bisa aku membiarkan orang lain mengerjakan tugasku. Ini hanya tugas mudah, tidak wajar jika aku meminta bantuan Adam maupun Ellie.
“Tidak, aku bisa mengerjakannya. Terima kasih.”
Ellie menghela napas, ia tersenyum lalu menjawab, “Hm, baiklah. Katakan kalau kamu kesulitan, jangan ragu aku akan membantumu.”
Adam menatap jam tangannya, “Lihat, sebentar lagi jam pulang. Kalau kamu lupa, nanti malam kita akan rapat. Tugas dari cabe lebih penting daripada
Sejak kemarin, Adam selalu mengirimiku pesan singkat. Ia berkata berulang kali di dalam pesan singkat, “Alice, datanglah ke kantor. Jangan takut, aku tidak akan membiarkanmu diusir oleh David.”Atau ….“Jika kamu tidak bekerja di sini, aku juga tidak akan bekerja. Aku tidak suka bekerja tanpamu, Alice!”Membaca pesan singkat yang dikirimkan Adam membuatku terkekeh pelan. Aku jadi membayangkan bagaimana wajahnya saat mengetikkan pesan itu, sudah pasti sangat menggemaskan. Eh ….Aku menatap ke depan, saat ini aku sedang bekerja menjadi kasir di supermarket dekat rumah. Gajinya tidak sebesar gaji perusahaan tempatku bekerja kemarin, tetapi tak masalah setidaknya aku tidak menganggur dan mendapatkan pemasukan.“Ini saja, kak? Apakah tidak ingin pulsa? Pulsa sedang diskon, kak.” Ujarku ramah.Pelanggan menggeleng, raut wajahnya terlihat datar sekali. Aku meneguk ludahku dan segera memberikan belan
Ini sedang istirahat makan siang sekaligus pergantian shift. Saat pulang pun wnaita yang bersamaku sejak tadi masih saja bersikap seolah sedang memusuhiku. Sampai sekarang pun, aku tidak tahu apa kesalahanku.Saat aku pergi ke bilik ganti baju, aku mendengar samar-samar ia berbicara menjelekkanku kepada karyawan lainnya. Aku yakin, mulai sekarang tidak akan ada lagi yang ingin berteman denganku di sini.Aku segera keluar, saat aku menuju loker tempat barang-barang milikku. Wanita tadi dan kedua teman pria dan wanita menghalangku. “Hei, bisakah kamu menggantikanku bekerja?” ujar pria yang berdiri sambil merokok sedang wanita tadi yang bernama Sulis tertawa mengejek.Aku menggeleng pelan, “Maafkan aku, tapi aku tidak bisa. Aku harus menjemput adikku dari sekolah.”Baru saja kakiku melangkah, tanganku dicekal olehnya, “Tunggu, adik? Aku pikir itu anakmu. Hahaha.”Tanganku terkepal, aku tidak mengerti apa maksud perk
Malam itu, perkataan dari Adam membuatku jadi berpikir banyak hal. Apa yang ia maksud? Atau … benarkah ia sebaik itu padaku?Walau pun begitu, aku berterima kasih padanya. Sangat berterima kasih.Setelah aku mendapatkan gaji pertamaku sebagai kasir di supermarket, aku berhenti bekerja. Benar, Adam yang memintanya dan aku pun menurutinya.Sedangkan Adam, ia lebih dulu mendapatkan gaji pertamanya. Dalam sehari, gajinya sudah ia habiskan untuk menyenangkan Javin dan Joana, tentu saja bersama denganku dan Yumna. Bagiku saat itu, adam snagat baik. Pertemuan yang tak kusenagaj dnegannya ternyata membuat kehidupanku mulai membaik.Aku dan Yumna, tentu saja bersama Adam bersama-sama memulai bisnis. Membangun perusahaan sendiri, seperti kata Adam ia ingin mewujudkan impianku untuk memiliki perusahaan. Dan berkat Adam, itu hampir terjadi.Ketika keluarganya mengetahui bahwa Adam ingin membangun perusahaan yang bergerak di bidang makanan instan, keluar
Ketika dokter keluar dari ruangan Javin, aku segera mendekat membawa Joana bersamaku. “Dokter, bagaimana keadaan Javin? Apakah Javin baik-baik saja?”Dokter menjawab sambil merapikan peralatan medis di lehernya, “Pasien baik-baik saja, dia hanya kelelahan. Nyonya, tolong Anda ikut bersama saya. Ada beberapa hal yang harus saya katakan tentang keadaan pasien.”Aku mengangguk, sebelum mengikuti dokter dengan tanda nama Haikal berjalan di belakangnya, aku mengelus puncak kepala Joana pelan. “Jo, kamu tunggu di sini, ya. Temani Javin, mengerti?”Joana menuruti perkataanku, ia masuk ke dalam ruangan dan duduk di kursi sambil ranjang. Ia hanya menatap Javin dalam diam.Aku ikut bersama dokter menuju ruangannya, ketika tiba di ruangan dokter. Pria dewasa itu berkata, “Tidak perlu khawatir, pasien baik-baik saja. Tapi saya ingin mengonfirmasi beberapa hal, apakah pasien makan dengan teratur?”Aku mengangguk, aku sangat tahu pola makan kedua adikku. Setiap pagi sebelum mereka sekolah dan aku b
Ketika aku terbangun di pagi hari, mataku langsung menangkap soosk David yang sedang duduk ditemani oleh komputer jinjingnya. Sesekali ia menyesap teh, uap hangatnya dapat kulihat dari tempat tidurku.Aku berdehem pelan untuk menyadarkan David bahwa aku sudah bangun. Pas sekali, setelah aku berdehem David memandangku dengan senyumannya.“Kamu sudah bangun? Bagaimana, apa perutmu sakit sekarang?” tanya David dengan suara seraknya, nampak seksi sekali di mataku.Dengan memakai baju berbahan kain satin berwarna cokelat cream, sedang jakun yang naik turun ketika tengah meneguk teh panasnya. Aku meneguk ludahku susah payah.“Ah, i-iya s-sepetinya perutku t-terasa sakit.” Ah, sial sekali mengapa aku harus terbata-bata sekarang?“Tentu saja perutmu akan sakit, kamu sangat mabuk tadi malam.” Mendengar perkataannya, aku mengangguk kaku, dalam hati aku mengiyakan pernyataannya tadi.David berjalan mendekatiku, belum sempat ia duduk di ranjang, aku segera menjauh lalu pergi ke kamar mandi. Perut
Perkataan David membuatku tak bisa berkata-kata, walau begitu aku tetap tersenyum. Seolah aku menyukai perkataan yang keluar dari mulutnya.“Jangan bercanda terlalu berlebihan!” ujarku pelan. Pria yang di seberang sana terkikik geli, ia kembali berkata, “Siapa yang bercanda, aku serius!”Selama tiga menit, obrolan tersebut menjadi hening. Aku diam, begitu pula David.Pria di seberang sana berdehem pelan, itu membuatku sadar jika aku sudah diam terlalu lama. “Ah, iya. David aku dipanggil Joana. Sampai nanti!”Cepat-cepat aku mengakhiri panggilan itu.Tanganku terangkat menuju dada sebelah kiri, aku dapat merasakan dengan sangat jelas jantungku tengah berdebar. Aku menggelengkan kepalaku berusaha menghapus apa yang sedang kupikirkan sekarang.“Apa yang aku pikirkan? Aku tidak boleh seperti ini!”Tatapanku masih terarah pada ponsel yang masih menyala, aku melihat tampilan ruang obrolan itu dan mendapati David mengirimiku pesan singkat di sana.“Aku sudah memesan tiket untuk berlibur. Mau
“Kamu ingin makan sesuatu?” David berkata lembut, tangan pemuda itu memegang ujung rambutku, tatapannya begitu menggoda.Aku mengangguk. “Boleh.”“Aku sudah reservasi, tempatnya bagus.”Aku mengangguk antusias. “Wah, kamu sudah menyiapkannya dengan sangat baik, David!”David terbahak akan candaanku. Setelah bersiap-siap, kami berangkat menuju tempat yang dituju.“Di sini terkenal daging sapinya yang enak. Cobalah!” David menyodorkan satu potong daging sapi yang sudah pria itu siapkan. Aku menerimanya dengan senyuman tipis.“Kamu benar, dagingnya sangat enak!” aku membenarkan ucapannya. Daging yang sedang aku makan benar-benar terasa lezat. Kualitas daging mahal memang berbeda.Wajahku menghangat ketika David kembali menyuapiku, aku menahan diri untuk tidak berteriak senang di sini. “Makan yang banyak, Alice.” Katanya pelan. Matanya memandangku dengan intens.Aku tertawa mencoba mengalihkan perhatiannya, jika tidak aku tidak tahu lagi harus apa. Jantungku berdebar setiap kali berdekata
Aku berniat untuk melupakan segalanya, baik itu perasaanku pada David maupun perasaan bersalahku.Setelah pulang bekerja, aku berniat untuk datang ke makam ayahku. Rasanya sudah sangat lama aku tidak menemui ayahku. Aku jadi sangat merindukannya.“Ayah, aku harap ayah bahagia di sana. Aku, Javin, dan Joana sangat merindukan ayah.” Aku menunduk, tubuhku bergetar. Aku terisak, tanganku segera menghapus cairan bening itu dari wajahku.“Ayah, aku sangat merindukan ibu. Aku sudah berusaha untuk mencari keberadaan ibu, tapi aku tidak bisa menemukannya. Ayah maafkan aku.”Saat aku berjalan menuju mobil yang terparkir, tanpa sadar mataku menatap seseorang yang sedang berjalan sambil menunduk. Sesaat aku berpikir jika itu adalah ibuku, aku mendekatinya untuk meyakinkan hatiku.“Permisi?” ujarku pelan.Saat wanita itu memperlihatkan wajahnya, aku tahu wanita itu bukanlah ibuku. Aku mengangguk tak enak hati, “Maafkan aku, kupikir Anda adalah wanita yang kukenal.”Kakiku melangkah menjauhinya, ak