Arvan sedang duduk di meja makan sambil memperhatikan tablet ditangannya. Sesekali dia mencuri pandang melihat Amanda yang sedang sibuk menyiapkan makan malam mereka di dapur minimalis apartemen mereka. Arvan senang karena Amanda tidak lagi menghindarinya. Sejujurnya dia ingin mendekati Amanda, namun dia takut istrinya masih belum siap berada dalam jarak sangat dekat dengannya. Diakui Arvan, semua itu karena keegoisannya hingga dia tidak bisa berpikir jernih. Walaupun tetap saja dia enggan mengakuinya langsung di depan Amanda.Dia memperhatikan setiap gerakan Amanda sambil tersenyum. Ternyata sangat menyenangkan memiliki seseorang yang bisa memberikan perhatian kepada kita. Menyiapkan hidangan setiap hari. Menyenangkan mengetahui seseorang berada di rumah untuk menunggu dia pulang dan makan bersama setiap harinya.Melihat Amanda yang kelihatan kerepotan, Arvan beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati istrinya di dapur berniat membantu istrinya."Ada yang bisa aku bantu," ucap Arv
Ponsel Amanda berdering saat dia sedang di dapur membuatnya segera berlari ke meja makan mengambil ponselnya. Amanda memicingkan matanya menatap layar ponselnya menunjukkan nana Arvan. Tidak biasanya Arvan menelpon. Bisa dibilang Arvan sangat jarang menelponnya, apalagi mereka baru bertemu tadi pagi sehingga Amanda sedikit bingung. Walaupun begitu Amanda tetap senang Arvan menelponnya. Dia segera mengangkat panggilan dari suaminya."Amanda, ini aku," ucap Arvan begitu panggilan mereka tersambung."Iya mas, ada yang ketinggalan?" Tanya Amanda. Mungkin Arvan melupakan sesuatu dan ingin kembali untuk mengambilnya karena itu dia menghubungi."Tidak. Aku ingin mengabari sepertinya aku akan berada di luar kota dalam dua sampai tiga hari ke depan. Aku tidak sempat memberitahumu tadi pagi," ucap Arvan memberitahu alasan menelpon.Seketika Amanda merasakan kekesalan pada Arvan. Tadinya dia berpikir Arvan melupakan sesuatu yang penting atau Arvan akan pulang lebih cepat karena tidak terlalu sib
Arvan sedang duduk di sebuah cafe kecil yang tidak terlalu ramai. Dia sedang menyeruput kopinya. Dia menunggu seseorang. Setelah semua masalah pekerjaan selesai dia langsung memutuskan untuk kemari. Cukup lama dia menunggu namun dia akan bersabar untuk hal itu. Karena pertemuan kali ini sangat penting."Permisi.. Nak Arvan," ucap seorang wanita yang terlihat sudah memasuki kepala empat. Wanita dengan pakaian berwarna hijau dipadukan jeans pas body dengan rambut yang diikat tinggi. Penampilannya bisa dibilang trendy untuk usianya."Tante Ana," ucap Arvan ramah sambil menyalami Ana."Iya benar.. saya Ana. Tantenya Amanda," ucap tante Ana heboh di depan Arvan."Silahkan duduk tante. Saya senang bisa bertemu tante," ucap Arvan mempersilahkan tante Ana duduk dengan senyum yang mengambang di wakahnya.Tante Ana duduk di depan Arvan dengan senyum sumringah. "Tidak disangka Amanda menikahi pria luar biasa sepertimu, padahal tampangnya biasa saja," ucap Tante Ana tidak percaya."Sayalah yang b
Arvan kembali keesokan harinya setelah semua urusan di pati selesai. Dia bahkan meminta pengacaranya untuk datang mengurus semuanya. Sepertinya ancaman Arvan tidak main main kali ini. Dia sungguh akan membebaskan istrinya dari wanita pengganggu seperti tante Ana.Arvan sudah tiba di Jakarta dari pagi, Namun karena masih weekday dan dia meninggalkan banyak pekerjaan selama pergi. Arvan memilih langsung kembali ke kantor membereskan semuanya. dia tidak ingin dewan direksi kecewa bila dia tidak tepat waktu dalam menyelesaikan masalah yang ada di perusahaan. tidak masalah meninggalkan Amanda sedikit lebih lama. lagipula sore dia akan langsung pulang. itulah yang dipikirkan Arvan.Rencana Arvan untuk pulang sore hari gagal karena tumpukan dokumen yang menggunung di meja kerjanya. Dia melihat keluar gedung dan matahari sama sekali tidak terlihat. Sialan padahal aku hanya meninggalkan kantor selama dua hari. Dan dokumen yang harus diperiksa sebanyak ini. Runtuk Arvan kesal melihat dokumen di
Arvan tiba di apartemennya dengan langkah gontai dan perasaan kesal yang teramat sangat. Percakapan dengan Siska di kantor tadi sedikit banyak sudah mempengaruhi emosinya. Siska semakin menunjukkan sifat aslinya yang seakan memaksa Arvan untuk menjadi miliknya dan Arvan tidak menyukai hal itu.Perilaku Siska yang semakin temperamental dan egois membuat Arvan semakin yakin untuk mencari sekretaris baru. Persetan dengan kinerja Kerja Siska yang menurutnya sangat bagus dan cekatan bila hal itu hanya akan menjebaknya di kemudian hari.Arvan tiba di rumah menjelang malam. Dan menemukan apartemennya kosong dan gelap. Yah dia mengerti ini sudah pukul sebelas lewat. Amanda pasti sudah tidur. Sepertinya istrinya sama sekali tidak menantikannya pulang.Salah Arvan juga yang memutuskan untuk kembali ke kantor setelah tiba dari Pati. Seharusnya dia pulang sebentar atau mengabari Kepulangannya lewat telepon tapi tadi dia berpikir untuk memberikan sedikit kejutan pada Amanda. Selain itu, Arvan juga
Setelah mendapatkan kabar dari Arvan bahwa dia akan keluar kota selama dua hari. Amanda tiba tiba menjadi uring uringan. Dia mulai berpikir kalau itu hanya alasan yang diberikan Arvan agar bisa keluar dengan wanita lain. dan sialnya dia tidak memiliki hak untuk tahu kemana dan dengan siapa suaminya pergi. Lebih tepatnya dia malu menanyakan hal itu pada Arvan. Mengingat kebencian Arvan pada dirinya. Dia yang tadinya sudah bersemangat akan mengolah bahan yang ada di dapur lebih memilih mengurung diri di dalam kamar.Amanda tidak mengerti kenapa namun dia kesal dengan tindakan Arvan yang menghubunginya sesuka hati. Setidaknya Arvan bisa memberitahunya sebelum berangkat kerja tadi pagi. Bukan menelponnya saat sudah tiba di bandara. Dua hari bukan waktu yang singkat apalagi setelah lebih dari dua minggu mereka saling menghindari satu sama lain.Ada sesuatu yang Amanda sadari setelah saling menghindari satu sama lain dengan Arvan. Ternyata dia menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Di
"Kamu baik baik saja?” Tanya Arvan terdengar cemasAmanda menengadahkan kepalanya menatap cermin dan menemukan Arvan berada tepat di belakangnya sambil menepuk punggungnya lembut.“ada apa? sebelah mana yang sakit," tanya Arvan memandangnya dari cermin di dinding wastafel."Mas Arvan sudah pulang," tanya Amanda."sebelah mana yang sakit, Amanda," tanya Arvan disaat bersamaan.Amanda tersenyum karena baginya terasa aneh namun menyenangkan saat Arvan terdengar mencemaskannya."Kenapa tidak membangunkan aku saat mas Arvan sampai tadi," tanya Amanda berusaha menyembunyikan rasa senangnya.Arvan menatap Amanda dengan melotot karena pertanyaannya tidak dijawab Amanda. Istrinya justru mempermasalahkan kenapa dia tidak dibangunkan."Sudah terlalu malam karena itu aku tidak ingin membangunkanmu, apa masih sakit? Apa perlu kita ke dokter," tanya Arvan lagi memastikan."Aku baik baik saja mas," tanya Amanda setelah membersihkan mulutnya.Ketika matanya bertemu dengan mata Arvan perasaan Amanda t
21+Amanda tersadar dari tidurnya saat dirasakannya sebuah tangan membelai lembut punggungnya. Gerakan tangan itu terasa lembut dan menenangkan. Tapi belaian itu juga menyadarkannya kalau dia sedang tidak sendiri.Amanda membuka matanya dan mendapati Arvan yang menatapnya tanpa berkedip. Netra pekat Arvan seakan menghipnotis Amanda membuat tubuhnya seakan membeku di luar namun terasa membakar di dalam. Sentuhan Arvan di punggungnya seakan membangkitkan sel-sel ditubuhnya.Amanda berusaha tetap tenang dan bernafas sewajarnya walaupun terasa sulit di bawah tatapan Arvan yang seakan sedang mengulitinya."Pagi," sapa Arvan tanpa berkedip.Rasanya Amanda kehilangan suaranya. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak sedekat ini dengan Arvan. Semoga saja suaminya itu tidak mendengar debaran jantungnya."Pagi, Mas Arvan sudah bangun," ucap Amanda dengan suara sedikit serak, khas seseorang yang baru bangun dari tidur."Yah begitulah, walaupun tidurku sedikit terganggu," ucap Arvan.Mendengar it