Dua jam dihabiskan Arvan bersenang senang dengan sekretaris cantiknya. Siska benar-benar tahu bagaimana cara memuaskannya. Perempuan cantik ini akan dengan senang hati menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Arvan. Bahkan saat ini Siska sedang berada di atas Arvan sambil sesekali menggerakkan badannya. Memberikan sensasi liar yang diperlukan Arvan untuk menyalurkan emosinya.
Arvan sendiri tidak ingin membiarkan Siska menjadi pemain utama yang memberikannya kehangatan sesekali dia akan melumat puting payudara Siska dengan sedikit kasar membuat Siska mengerang sambil memanggil namanya tanpa bisa menolak.Mereka bercinta dengan sangat intim dan liar. Kulit mereka terlihat berkilat oleh keringat yang dihasilkan dari percampuran itu. setelah mencapai puncaknya dengan membuat Siska meneriakkan namanya berkali kali Arvan segala berdiri ke sisi ranjang menarik pengamannya mengikatnya dan membuangnya ke tempat sampah. Benda yang selalu dibawanya kemanapun.Meskipun tePertemuan Arvan dengan Kliennya pagi ini berjalan lancar, bahkan klien mereka tidak ragu melakukan tanda tangan kontrak selama tiga tahun dengan perusahaan Arvan. Mood Arvan benar-benar bagus pagi ini. Setibanya di kantor sembari menunggu lift yang akan membawa Arvan dan Siska ke lantai ruang kerja mereka masih sempat membicarakan mengenai pertemuan tadi pagi. Siska terlihat elegan dengan blouse biru langit yang sedikit ketat menampilkan lekuk indah tubuh sekretaris Arvan tersebut dan rok di atas lutut berwarna gelap memperlihatkan kaki Siska yang jenjang ditambah heels yang digunakannya membuatnya terlihat serasi mendampingi Arvan di pertemuan tadi.Sedangkan Arvan menggunakan blouse putih dan jas berwarna biru gelap dengan celana senada memberikan kesan eksklusif dengan postur tubuhnya yang tinggi dan berotot. Lift didepan mereka terbuka. Arvan dan Siska masuk bersamaan karena tujuan mereka juga ada di lantai yang sama. Begitu pintu lift tertutup Arvan tidak ragu merangku
Pagi ini Amanda mengikuti apel singkat di swalayan. Selain itu karena hal yang wajib dilakukan, outlet mereka kedatangan kepala toko baru. Entah apa yang membuat kepala toko mereka sebelumnya pindah. Padahal beliau orang yang baik dan gesit. Mungkin bagian HRD selalu melakukan bongkar pasang pegawai agar mereka saling kenal.Kepala toko barunya yang bernama Pak Deni terlihat seperti seseorang yang santai dan menyenangkan. Semoga saja sama pak Deni seperti kepala toko sebelumnya."Baiklah semuanya. semangat bekerja semoga kita bisa memperoleh target kita di bulan ini," ucap Pak Deni mengakhiri pidato kedatangannya dan satu persatu pegawai toko mulai membubarkan diri menuju posisi masing masing.Amanda terlihat sibuk melayani pembeli yang datang silih berganti. Bekerja di bagian kasir memang memerlukan keramahan sekaligus ketelitian agar tidak terjadi kekeliruan."Mbak Manda.. aku rasa ponsel mbak berdering deh diloker," ucap seseorang yang datang m
Langit kota Jakarta nampak berawan sore ini ketika Arvan menengadahkan kepalanya dari laptop dan menyadari kalau hari sudah hampir senja. Dia melirik arloji di tangannya waktu menunjukkan pukul 17.25 WIB.Dia meregangkan badannya sejenak dan menyadari bahwa dirinya benar-benar terbenam dalam pekerjaannya sampai tidak menyadari hari berlalu begitu cepat. Arvan mengambil ponsel yang tergeletak tidak jauh dari laptopnya dan menghubungi seseorang.“keluar yuk,, gue dengar ada tempat tongkrongan baru di sekitaran senopati,, katanya tempatnya cukup nyaman,” ucap Arvan to the point begitu panggilannya tersambung.“Buset deh,,, loe nggak liat ini jam berapa? Istri Gue bisa ngamuk-ngamuk kalo gue pulang telat lagi,” Balas seseorang dari seberang.”ada masalah kantor yang perlu gue omo
"Dokumen? Dokumen yang mana," tanya Johan panik. Dia sedang tidak fokus. Dia sedang memikirkan Tasya, istrinya yang pasti akan mengomel karena hingga pukul delapan lewat dia masih belum ada dirumah."Dokumen tentang pegawai kita bego, sebagai manajer semestinya loe harus lebih perhatian sama kinerja karyawan loe," ucap Arvan kesal."Ohhh.., maksud loe, dokumen mantan loe," balas Johan mulai mengerti arah pembicaraan Arvan."Pegawai," balas Arvan penuh penekanan."Iya iya gue ngerti," potong Johan cepat sambil mulai merapikan posisi duduknya.Johan sadar harus segera memberikan informasi apapun yang dia ketahui. Bila tidak Arvan akan menahannya lebih lama. Semakin lama mereka berdebat akan semakin lama juga dia bertemu istrinya tercinta. Tentunya sebagai pengantin baru dia tidak ingin istrinya merasa dinomor duakan."Gue udah ikuti beberapa kali,, nothing special, dia cuma akan ke outlet dan kontrakannya. Yah selain singgah di beb
Amanda sedang mondar- mandir di ruang tamu rumah kontrakan sederhana miliknya. Rumah kontrakannya memiliki tiga ruangan dengan satu kamar mandi yang difungsikan sebagai ruang tamu, kamar dan dapur.Amanda masih merasa kebingungan. Dia sudah membagi gajinya bulan ini untuk kebutuhan bulanannya selama di Jakarta dan jumlah yang akan dikirimkan untuk biaya pengobatan mamanya. tapi biaya untuk pengobatan mama masih kurang. Dia bingung harus meminta bantuan siapa lagi. Tidak ada kerabat yang dia miliki di Jakarta.Beberapa teman memang sudah memberikannya pinjaman walaupun tidak banyak. Dia harus meminta tante Ana untuk lebih bersabar sampai dia mendapatkan pinjaman ditempat lain.Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa adik tirinya tiga tahun lalu, mama Amanda mengalami post-traumatic stress disorder atau biasa disingkat PTSD. Gangguan stres pascatrauma yang dialami seseorang karena mengalami kejadian tidak mengenakkan. Kondisi ini membuat kejiwaan mama Amand
"Memang tante salah bicara? Di rawat di rumah sakit jiwa apalagi kalau bukan gila?" Ucap tante AnaAmanda ingin sekali merobek mulut wanita yang bukan siapa-siapanya ini. Kalau bukan karena pernikahan mamanya yang kedua dengan saudara laki-laki wanita ini dia tidak akan memiliki hubungan dengan tante semengerikan tante Ana. Tapi memang benar kalau bukan kepada tante Ana siapa lagi yang akan membantunya mengurus mamanya. sedangkan dia tidak berada di dekat mamanya saat ini."Aku kira kehilangan anak saja sudah cukup menyedihkan, tapi ibumu juga kehilangan akal sehatnya. Benar-benar merepotkan," ucap tante Ana di telepon masih dengan nada mencemoohnya."Tante tidak punya hak bicara begitu, saudara tante bahkan meninggalkan mamaku dalam kondisi terpuruk seperti ini," ucap Amanda sambil menahan air matanya.
Arvan terbangun di kamarnya dengan rasa pusing yang teramat menyiksa. Kepalanya terasa akan terbelah dua. Dia mengurut keningnya mencoba menghilangkan rasa pusing sekaligus mencoba mengumpulkan kembali pikirannya yang berantakan.Dia ingat pertemuan terakhirnya dengan Johan sebelum akhirnya dia memutuskan untuk singgah di sebuah kelab favoritnya hanya untuk menghabiskan waktu beberapa jam sebelum pulang ke apartemennya.Arvan tidak ingat berapa lama waktu yang dihabiskannya disana dan bagaimana dia bisa pulang dengan selamat. Dia akan memikirkannya nanti. Yang paling dibutuhkannya saat ini adalah mandi air hangat untuk menyegarkan kembali tubuh dan pikirannya. Untunglah dia bangun dikamar sendiri bukan dikamar hotel bersama perempuan yang tidak dikenalnya. Pikir Arvan.Arvan beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi
Tiga puluh menit kemudian Arvan baru keluar dari kamarnya. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10.05 WIB saat itu. Arvan yang merasa kelaparan mulai memeriksa setiap sudut di dapur bergaya minimalis yang ada di apartemennya. Weekend dan kepala yang masih sedikit pusing membuatnya malas untuk keluar. Dia akan memasak apa saja yang ada di dapur kecilnya.Arvan mulai menggeledah lemari pendingin dan hanya menemukan air mineral dan beberapa botol suplemen yang rutin di minumnya tiap pagi. Dia menutup lemari pendinginnya dengan sedikit kecewa. Dia berlanjut menggeledah beberapa laci yang ada di sana dan hanya menemukan dua bungkus mie instan. Dia memandang bungkusan mie instan itu dengan segan. Kemudian dia meraih ponsel yang ada di sakunya."Pesan antar sajalah," ucapnya pada diri sendiri dan mulai membuka aplikasi layanan pesan antar makanan yang sedang tren saat ini. Arvan beranjak dari dapurnya menuju ruang santai sambil matanya masih asyik berselancar mencari deretan m
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da