Kaivan memperhatikan Kaira dari kejauhan. Tatapannya begitu tajam penuh kekhawatiran. Pria itu ikut bernapas lega karena Kaira telah berhasil menyelamatkan pasiennya. Senyum kecil mengembang di sudut bibirnya."Kau melakukannya dengan baik, Sayang," ucap Kaivan lirih tanpa melepaskan pandangannya sambil melipat kedua tangan pada perut dan menyandarkan tubuh pada daun pintu."Siapkan ruang operasi. Kita lakukan operasi sebelum ada kerusakan lain pada organ pasien," ucap Kaira kepada Fikri."Dok, apa Anda yakin akan melakukan operasi ini?" tanya Fikri ragu.Sebenarnya, bukan pria itu tidak mau mendengarkan perkataan Kaira. Hanya saja, ia takut kalau sampai Harun tahu Kaira melakukan hal yang belom boleh di lakukan tanpa izinnya. Namun, ia juga tidak bisa melarang Kaira melakukannya. Sebab, Fikri paham betul sikap keras kepala Kaira."Kalau kau tak yakin. Tetaplah di sini. Apa kalian juga tidak yakin?" ucap Kaira menatap dingin Fikri. Kemudian, menatap satu persatu ke arah perawat di sam
Kaivan mengejar Kaira yang melangkah cepat ke kamar dan langsung membanting pintu. Wanita itu menjatuhkan tubuhnya di ranjang sambil menangis. Air mata yang sejak tadi di bendung itu pun tumpah. Kaivan berusaha membuka pintu dan memanggil Kaira."Kaira, buka pintunya, Sayang. Aku mau masuk. Kaira, Kaira."Kaivan mengetuk-ngetuk pintu sambil memanggil Kaira. Berharap wanita itu membuka pintu. Namun, Kaira tidak menghiraukan, ia menutup kepalanya dengan bantal dan menangis terisak.Lelaki tampan itu tidak kehabisan akal, ia mencari kunci cadangan dan membuka pintu setelah berhasil menemukan. Kaivan masuk ke dalam dan mendapati sang istri yang tidur tengkurap sambil menutup wajahnya dengan bantal.Kaivan mendekat dan mengambil paksa bantal, membalikkan tubuh Kaira karena khawatir wanita itu akan sesak karena kehabisan napas. Kaira menutup mata dengan wajah basah penuh air mata. Tidak ada suara atau perlawanan. Hanya Isak tangis yang terdengar."Sayang," panggil Kaivan sambil membelai ram
Tiga bulan kemudian, kondisi Kaira sudah kembali pulih. Harun pun menepati janji untuk mempekerjakan Kaira kembali. Semua dokter dan perawat juga syaf dan direktur rumah sakit menyambut dengan sangat antusias dan gembira kehadiran Kaira kembali.Mereka rindu akan sosok Kiara yang tegas, berwibawa dan selalu cekatan dalam bekerja, meski Kiara jarang tersenyum. Namun, ia berhati baik dan mulia. Banyak para junior serta senior yang mengaguminya.Harun pun tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, melihat sang adik kini sudah pulih dan bisa bekerja kembali. Senyum mengembang di sudut bibir seksinya. Kaira sangat terkesan dan terkejut dengan apresiasi yang diberikan oleh rekan-rekan kerjanya."Terima kasih saya ucapkan atas apresiasi yang di berikan. Saya sangat terkesan dan ini benar-benar kejutan sekali. Saya bahagia bisa kembali bekerja dan melihat kalian. Semoga kita bisa kompak selalu seperti dulu," ucap Kaira di tengah-tengah sambutannya. "Selamat datang kembali Dokter Kaira," ucap
Kaivan tengah asyik berkutik dengan berkas-berkas di ruangannya. Jari-jemarinya begitu terampil dan cekatan mengetik huruf demi huruf sambil kedua matanya melirik ke arah berkas di tangannya dan layar laptop. Wajah Kaivan begitu serius. Namun, walau demikian, ia tetap terlihat tampan dan menawan.Sebuah ketukan pintu sedikit membuyarkan konsentrasinya. Pria itu pun menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap ke arah pintu."Masuk."Suara bariton yang terdengar seksi keluar dari mulut Kaivan. Pintu di buka perlahan. Tampaklah seorang pria berparas manis dengan tinggi yang tidak jauh dari dirinya. Sekitar seratus delapan puluh centimeter. Kaivan menghela napas kasar. Kemudian, kembali fokus pada pekerjaannya setelah tahu siapa yang mengetuk pintu."Sibuk sekali. Apa begitu banyak pekerjaanmu hingga tidak ada waktu luang untukku?" ucap pria itu yang ternyata Ferdinan. Asisten pribadi sekaligus sahabatnya tersebut."Aish, ini semua karena kau terlalu lama bercuti. Pekerjaan menjadi menu
Kaivan yang tengah tertunduk di kursi tunggu mendongak. Pria itu terkejut akan kehadiran Harun yang sudah berdiri di hadapannya dengan wajah penasaran."Ka--Kak Harun," ucap Kaivan dengan sedikit gugup."Apa yang terjadi?" tanya pria berkumis tipis dengan paras manis tersebut kembali semakin penasaran."Ka--Kaira. Kaira pingsan, Kak," ucap Kaivan dengan sedikit tersendat."Apa? Ke--kenapa bisa pingsan? Apa yang terjadi padanya?" Harun terkejut. Kedua matanya membulat sempurna. Rasa ke penasarannya semakin menjadi."Tadi aku ... emm--""Apa?""Tadi kami mau tidur. Lalu, aku ... mau itu--dengan Kaira. Namun, belum sempat terjadi, Kaira sudah tidak sadarkan diri setelah sempat sesak napas dan kejang," ucap Kaivan menjelaskan dengan sedikit tersendat. Pria itu sedikit malu untuk menceritakan hal pribadi, meski dengan Harun yang notabene-nya kakak Kaira."Aish, kau tahu Kaira punya trauma akan hal itu. Kenapa kau tidak bersabar menunggunya?" omel Harun yang memahami kondisi Kaira."Aku ta
Tiga hari berlalu, kondisi Kaira semakin membaik. Wajahnya pun tidak pucat lagi. Kaivan senang melihatnya. Pria itu begitu setia menemani dan merawat Kaira. Wanita tersebut pun mulai merasakan akan ketulusan Kaivan padanya.'Mas Kaivan begitu tulus menyayangiku. Meski ia pernah melakukan kesalahan yang sulit untuk aku maafkan. Namun, Mas Kaivan tidak sejahat seperti yang aku pikirkan. Apakah aku harus membuka pintu hati untuk bisa menerimanya sepenuh hati?' batin Kiara sambil memperhatikan gerak-gerik suaminya yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponsel.'Kenapa hatiku tidak bisa berdamai? Kenapa aku begitu membencinya meski sudah menikah dengannya? Apakah hatiku sudah benar-benar beku hingga sulit untuk menerimanya?' batin Kaira kembali tanpa melepaskan pandangannya pada Kaivan.Tidak sengaja mata Kaivan melirik ke arah Kaira. Pria itu menyadari jika sang istri sedang memperhatikannya sejak tadi. Kaivan menaruh ponselnya ke meja dan berjalan ke arah Kaira. Wanita tersebut berp
Kaivan meraih wajah Kaira dan menangkupkannya. Pria itu memandang istrinya lamat-lamat. Rasa sakit dan bersalah kembali menghantui. Ada kesedihan di balik wajah tampannya.Kaivan mengusap lembut wajah Kaira dengan kedua ibu jarinya. Tatapannya begitu tulus dan dalam. Pria itu tidak pernah menyangka dengan apa yang di lakukannya, bisa membuat Kaira menjadi seperti ini. Meski kejadian itu sudah cukup lama dan tanpa ia sadari. Namun, begitu menorehkan luka dalam, meninggalkan trauma yang sulit terobati.Entah sudah berapa banyak sayatan luka dalam hati Kaira. Sehingga, ia menutup rapat hatinya untuk laki-laki. Sudah cukup banyak pula Kaira masuk rumah sakit dan harus menderita selama bertahun-tahun."Aku yang seharusnya minta maaf padamu, Sayang. Meski ribuan kali aku ucapkan, belum bisa meluluhkan hatimu. Belum bisa menembus Sukma terdalam untuk mengobati luka hatimu. Aku jahat, telah banyak menggoreskan luka di hatimu," ucap Kaivan dengan penuh penyesalan.Kaira terdiam. Wanita itu men
Erlan tak kalah tajamnya menatap Karin. Tidak ada rasa cinta di balik kedua matanya. Lelaki itu sudah terbakar emosi yang besar."Iya, aku ingin pisah darimu. Bukan karena aku masih mencintai Kaira atau tidak. Akan tetapi, aku sudah sangat muak dengan tuduhan-mu yang tidak benar itu, Karin. Kau terus-menerus menuduhku dan selalu saja alasan yang sama untuk bisa menghakimiku."Erlan berkata dengan wajah serius, membuat Karin membulatkan kedua matanya, ia tidak menyangka jika Erlan akan berkata setajam itu padanya. Padahal, biasanya Erlan itu selalu sabar dan mengalah. Bahkan mampu menenangkan Karin."Kau ... keterlaluan kau, Mas. Tega sekali kau bicara seperti itu padaku. Aku ....""Maaf, Karin. Aku sudah tidak bisa lagi bersamamu. Aku akan pergi dari sini. Akan aku urus secepatnya perceraian kita," ucap Erlan sambil bangkit. Menjauh dari Karin dan mengambil koper di atas lemari. Kemudian, membukanya dan memasukan satu per satu pakaian dan barang-barang miliknya."Mas, tolong jangan ce
Kaira mulai melakukan aktivitas seperti biasa, setelah hampir empat bulan beristirahat di rumah pasca melahirkan. Wanita berparas cantik itu melangkah dengan anggun di lorong Rumah Sakit Kusuma Pratama Hospital. Mengenakan dress berwarna biru langit, dipadukan dengan jas putih, seragam rumah sakit.Rambut sepinggangnya ia sanggul dan hells berwarna senada dengan pakaiannya, di tambah anting kecil menghiasi kedua telinga Kaira, menambah pesona perempuan tersebut. Meski sudah memiliki dua anak. Akan tetapi, Kaira masih terlihat cantik dan menawan. Wanita itu merawat tubuhnya dengan sangat baik. Mengatur pola makan yang baik pula demi kesehatan dirinya.Wanita berparas cantik itu memasuki ruang IGD. Semua mata tertuju padanya. Mereka tetap mengagumi Kaira yang memiliki postur tubuh bak model internasional. Senyum terukir di bibirnya. Membalas sapaan dari petugas yang berada di ruangan tersebut.Kaira terus melangkah ke dalam. Memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengecek
Setelah mendapatkan perawatan selama satu Minggu, Kaira sudah diizinkan pulang ke rumah. Kaivan tampak sedang menimang-nimang putranya, sementara Kaira berbaring di ranjang karena merasakan nyeri pada perutnya.Harun tampak memeriksa obat-obatan Kaira dan memberikan beberapa butir pada adiknya tersebut agar di minum, untuk meredakan nyeri pada perutnya.Usai minum obat, Kaira tertidur di samping putranya. Kaivan dan Harun keluar kamar dan berbincang di ruang tamu sambil menikmati teh dan kudapan buatan Bi Inah."Kenapa Kaira tampak kesakitan sekali?" tanya Kaivan dengan penasaran.Harun menghela napas. "Itu biasa terjadi pasca operasi. Penyebabnya bisa karena terlalu banyak melakukan pergerakan sehingga ada bagian otot yang terluka ikut tertarik. Oleh karena itulah, rasa nyeri itu datang," jelas pemuda berkumis tipis itu dengan wajah serius."Sampai kapan itu terjadi?" tanya Kaivan kembali semakin penasaran."Sampai luka bekas operasi itu mengering. Bahkan terkadang sudah kering dan b
Kaira sedang merapikan mainan milik Kiara, tiba-tiba, perutnya terasa sakit. Wanita itu menghentikan aktivitasnya dan meringis sambil memegangi perutnya. Bi Inah yang baru saja hendak membantu Kaira terkejut melihat majikannya tampak kesakitan."Nyonya, Nyonya kenapa?" ucap Bi Inah dengan raut wajah panik."Pe--perut aku sakit, Bi. Aww!" ucap Senja sambil terus memegangi perutnya."Sebentar, Nyonya. Bibi telepon Tuan Kaivan dulu," ucap Bi Inah sambil merogoh saku bajunya dan mengambil benda pipih di dalamnya."Halo, Bi. Ada apa?""Tu--Tuan. Ny--Nyonya ....""Kaira kenapa, Bi? Pelan-pelan saja bicaranya.""Nyonya, Tuan. Nyonya kesakitan. Sepertinya mau melahirkan." "Apa? Ya sudah, Bibi jaga Kaira, saya telepon ambulans.""Baik, Tuan."Sambungan telepon pun terputus. Kaivan segera menelepon rumah sakit dan meminta mengirimkan ambulans untuk membawa istrinya. Pemuda itu langsung gegas menyusul sang istri bersama dengan Ferdinan yang menemani karena khawatir terjadi sesuatu pada Kaivan.
Karin dan Tasya tampak melangkah menuju gagang pintu ruang tamu setelah mendengar deru mobil dan mengintip siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, seorang pria mengenakan jaket hitam, celana panjang hitam, masker, serta topi, dan kacamata berwarna sama langsung masuk ke dalam."Kenapa lama sekali? Kita sudah hampir mati kelaparan di sini," omel Karin sambil mengambil kardus yang dibawa orang itu dan meletakkannya di meja."Kau pikir mudah untuk bisa sampai ke sini? Aku harus memastikan situasi aman. Lagipula, askes ke sini juga sulit, butuh waktu lama untuk bisa sampai," jelas orang itu sambil mengambil lagi kardus yang lain."Kau sudah pastikan aman selama perjalanan ke sini? Tidak ada yang mengikutimu?" tanya Tasya curiga."Aku pastikan aman. Sepertinya, Kaivan dan anak buahnya belum mencium keberadaan kalian di sini," jelas orang yang ternyata lelaki tersebut kembali."Syukurlah. Kapan kami bisa keluar dari sini? Kami sudah tidak betah tinggal di hutan belantara ini. Tidak ada sin
Kaivan kembali memegang kedua pundak Kaira dan memijitnya lembut. Kaira menghela napas sambil sesekali memejamkan kedua matanya. Menikmati setiap pijitan Kaivan."Kasihan sekali istriku. Pasti kelelahan bekerja sampai seperti ini," ucap Kaivan sambil terus memijit."Tadi banyak pasien. Ruang IGD pun ramai. Jadi, memang agak sibuk hingga kurang beristirahat," jelas Kaira sambil menenglengkan kepalanya."Jangan terlalu capai, kau sedang hamil. Apalagi, kandunganmu sudah besar. Apa tidak sebaiknya mengambil cuti dan beristirahat saja di rumah," saran Kaivan."Waktu melahirkan masih lama. Kalau aku ambil cuti sekarang, akan lama di rumah. Aku pasti akan bosan," tolak Kaira."Sayang, kalau kau bosan kan bisa jalan-jalan. Ke mall, atau ke mana saja. Aku akan mengantarmu. Kalau terlalu lelah seperti ini, calon bayi kita pasti akan semakin aktif dan itu akan membahayakan kalian," jelas Kaivan yang masih berusaha membujuk Kaira."Tapi, Mas ....""Kau bisa sibuk mengantar jemput Kiara. Bisa ber
Seorang wanita paruh baya yang meski tidak muda lagi. Namun, masih tetap terlihat cantik tampak sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Kekhawatiran tampak di balik wajah setengah keriputnya. Sesekali, ia melirik ke arah ponsel yang di genggamnya. Sudah hampir satu jam perempuan tersebut seperti itu. Karan, sang suami tampak memasuki kamar tersebut. Pria tua itu mengerutkan kedua alisnya. Merasa heran dengan apa yang telah istrinya lakukan. Lelaki itu mendekati dan menepuk pelan pundak Kanza, nama wanita tersebut. "Mam, ada apa? Kau tampak gelisah sekali?" tanya Karan dengan curiga. Wanita itu terperanjat. Kemudian, menghela napas dan mengeluarkannya kasar. Menelan ludah dan menatap ke arah suaminya dengan raut wajah panik. "Pa--Papi, mengejutkan Mami saja," ucap Kanza dengan gugup. "Maaf, Mam. Dari tadi, Papi perhatikan Mami mondar-mandir sambil melirik ponsel. Ada apa? Siapa yang sedang Mami tunggu teleponnya?" tanya Karan semakin penasaran. "Tidak ada, Pap," bohong Kanza
Kaira tampak termenung di kamar. Wanita berparas cantik itu duduk di balkon sambil menatap ke arah langit. Napasnya terdengar berat. Terlintas dalam pikirannya akan bayangan masa lalunya. Ketika pertama kali ia mengenal Kaivan hingga kejadian malam itu terjadi yang membuat dirinya kehilangan keluarga kandungnya.Napas Kaira semakin bergemuruh, kedua tangannya mencengkeram kuat pinggiran kursi. Keringat dingin mengucur membasahi wajah cantiknya. Kaivan yang baru saja datang, terkejut dengan ekspresi dari istrinya dan langsung mendekatinya."Sayang, kau kenapa?" tanya pemuda itu sambil berjongkok di hadapan Kaira.Wanita itu memejamkan kedua mata dan menggeleng ketakutan. Napas Kaira semakin sesak. Ketakutan itu semakin menyiksanya. Kaivan langsung memeluknya."Tenanglah, Sayang. Ini aku, Kaivan, suamimu. Aku mohon tenanglah," ucap Kaivan sambil mengusap-usap punggung Kaira. Berusaha menenangkannya.Kaira berusaha melepaskan pelukan Kaivan. Namun, pria itu mempererat pelukannya, ia tahu
Kaira dan Kaivan terdiam. Keduanya masih syok dengan apa yang menimpa Kiara. Harun yang masih penasaran pun kembali bertanya."Kaira, jawab!" seru Harun semakin penasaran.Kembali Kaira dan Kaivan saling beradu tatap, kemudian menatap ke arah Harun. Menatap pemuda berkumis tipis berparas manis tersebut."ki--Kiara yang ada di dalam," jawab Kaivan dengan gugup."Apa? Ki--Kiara? A--apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Harun dengan terkejut dan penasaran."Kiara tadi diculik saat pulang sekolah oleh Karin dan Tasya. Kami berhasil menggagalkannya, tetapi Kiara terluka karena terkena pecahan beling yang ditodongkan ke arah leher Kiara oleh Tasya," jelas Kaivan, menceritakan kronologi kejadiannya."Apa? Ini semua ulah Tasya dan Karin?" tanya Harun kembali yang tidak menyangka."Iya.""Lalu, ke mana mereka? Apa berhasil ditangkap?""Mereka berhasil meloloskan diirketika kami fokus pada Kiara.""kurang ajar! Berani sekali mereka menyakiti keponakanku! Aku akan menca
Kaivan menelan ludah. Menghela napas, mencoba menahan amarahnya. Bukan tidak berani mendekat ke arah Tasya dan Karin. Namun, ia tidak ingin gegabah dan membuat putrinya terluka. Karin tampak tersenyum melihat wajah menyedihkan Kaira."Lihatlah, Kaira. Kau akan kehilangan putrimu. Itu semua hukuman yang setimpal dari semua yang sudah kau lakukan padaku dan Tasya. Terutama, Kau, Kaivan! Kau sudah buat hidup kami menderita cukup lama di pulau terpencil. Kalian harus membayar mahal untuk itu," ucap Karin dengan tatapan menyeringai."Apa yang kalian inginkan? Lepaskan putriku! Jangan sakiti dia. Urusan kalian denganku, bukan dengannya," ucap Kaira berusaha untuk berbicara baik-baik."Aku ingin kau hancur, Kaira. Tanda tangani surat ini," ucap Karin sambil melemparkan map cokelat ke arah Kaira.'Rupanya mereka sudah menyiapkan dan merencanakan semuanya. Aku harus cari cara membuat Karin dan Tasya lengah hingga bisa menyelamatkan Kiara,' monolog Kaivan dalam hati.Kaivan mengambil map cokela