Perasaan was-was Calista saat hendak masuk ke dalam kamar mandi. Berulang-ulang dia dipanggil oleh suaminya. Agak ngeri, baru kali ini dia dalam keadaan sadar diminta untuk melayani suaminya di kamar mandi. Sedangkan Alvaro sudah tidak sabar ingin segera merasakan kehangatan bercinta dengan Calista tanpa dalam keadaan mabuk"Sayang, lekaslah ke sini. Ini airnya udah penuh loh, ayo kita mandi bareng yang, setelah itu kita istirahat. Nanti sore biar kamu nggak kecapean yang!"Alvaro merengek karena tak kunjung mendapati istrinya memasuki kamar mandi. Padahal dia sudah ingin bercinta untuk yang kedua kalinya dalam keadaan sama-sama sadar."Iya. Sebentar lagi, aku masih mencari handukku. Aku lupa menaruhnya. Aku nggak bisa pakai handuk orang lain, apalagi handuk hotel ini kan bekas orang," banyak jawab Calista.Calista membongkar coper yang berisi lengkap pakaiannya dan alat make up yang memang sudah dibawanya dari rumah."Yang! Ngapain juga masih pakai handuk sih. Tadi pintunya udah aku
Tidak tanggung tanggung, setelah melakukan ritual mandi bersama, Alvaro dan Calista memadu kasih di atas ranjang. Calista yang awalnya canggung, kini dia tidak menolak saat berada di bawah kungkungan pria berotot itu."Sayang, aku nggak tahan, ini geli sekali." Desahan desahan keluar dari mulut Calista saat merasakan sensasi kenikmatan sentuhan lembut mulut Alvaro yang memainkan ujung dadanya.Alvaro terkekeh dan melepaskannya sekilas. "Ini enak apa geli sih?" tanya pria itu dengan suara seraknya. Kembali dia mengenyot ujung dada istrinya seperti bayi. Melupakan semua orang yang kini berpikir dirinya telah melakukan belah duren di hari pernikahannya."Dua-duanya yang. Geli tapi nikmat sekali."Calista merangkul pinggang seksi suaminya dengan erat. Ingin meminta lebih agar suaminya segera memberinya rasa puas, memasukkan batang besar berurat pada liang sempit miliknya."Bantu aku memasukkannya ya?" Alvaro berbisik disertai desahan. Di bawah sana benda menonjol berurat itu tengah menge
Sore itu kembali Calista dirias begitu cantik. Dia memakai gaun berwarna merah muda. Sangat terlihat mempesona dan begitu memikat siapapun yang akan melihatnya akan terpesona oleh kecantikannya yang masih alami.Alka sesekali melirik ke arahnya. Dia merasakan kekecewaan yang mendalam. Seharusnya dia yang ada di sampingnya, mendampinginya. Kini dia hanya berangan-angan untuk mendapatkan wanita yang sebaik Calista."Alvaro, selamat ya? Kamu mendahului kakakmu. Kupikir Alka yang sudah menikah duluan, ternyata kamu yang mendahuluinya," celetuk salah satu rekan kerja Alvaro yang datang memberikan ucapan selamat padanya."Mana mungkin dia mau menikah. Dia kan tidak punya keinginan untuk menikah, bermain-main saja dengan banyak perempuan, tapi tidak berniat untuk menikahinya. Lebih baik aku mendahului daripada aku meradang, setiap malam sendirian merindukan kehangatan kasih sayang, pelukan seorang perempuan. Kalau sekarang kan enak, udah punya bantal guling yang asli, bisa dijadikan sebagai
Alvaro menghempaskan tubuhnya di ranjang setelah selesai acara resepsi pernikahannya. Dia menatap istrinya yang tengah sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. Esok pagi dia dan keluarga akan segera keluar dari hotel dan langsung ikut suaminya tinggal di rumah mertuanya. "Yang, bisa nggak? Ditinggalin dulu kerjaanmu itu? Ayo sini kita tidur dulu. Memangnya kamu nggak capek, seharian nggak ada istirahatnya."Alvaro memberikan teguran pada Calista. Dia tidak ingin Calista jatuh sakit karena terlalu banyak beraktivitas."Iya. Tapi biar besok nggak begitu susah. Udah dikemas gini besok udah nggak terlalu ribet," jawab Calista.Alvaro mendengus. Ia bahkan butuh pelukan hangat dari wanita yang baru dinikahinya itu."Iya. Tapi kan ada aku yang akan membantumu. Kamu sekarang udah nggak sendirian, ada aku yang akan selalu ada untuk menemanimu," celetuk Alvaro.Calista menghenyakkan tubuhnya di sisi ranjang setelah selesai mengemas pakaiannya ke dalam koper."Aku harap kamu tidak akan
Ekhem."Wih, pengantin baru nih. Masih bau wangi-wangian bunga kayaknya."Seina meledek saat bertemu Calista di toko orang tuanya."Emangnya aku setan bau wangi bunga. Sembarangan aja kalau ngomong," seru Calista mendengus saat memasuki toko.Seina terkekeh ikut masuk ke dalam toko. "Ya, dia ngambek. Padahal kan aku cuma bercanda. Siapa juga yang ngatain setan? Situ sendiri yang bilang setan. Lagian kamu ini masih pengantin baru, kenapa harus masuk kerja? Apa nggak istirahat dulu? Emangnya nggak ngilu habis jebol gawang?""Sialan ini orang !" Calista melemparkan bantal yang dipajang di dalam toko. Dia geram dan malu diledek oleh sepupunya di saat banyak orang di dalam toko."Kau itu bawaannya sensian, Lista! Apa jangan-jangan udah ada isinya." Kembali Seina meledeknya.Calista mendelik tak tau apa yang tengah dibicarakan oleh sepupunya ia mendongak meminta penjelasan dari sepupunya."Isi apaan coba? Isi pepaya atau isi nangka?""Yang jelas isinya rambutan itu rambutannya Alvaro," jawa
Siang itu Alvaro datang ke toko dengan membawa beberapa kotak makanan. Dia mulai membiasakan diri untuk mendekatkan dirinya pada keluarga Calista. "Yang, ini aku bawain makanan buat makan siang," ucapnya langsung memasuki toko dan melihat keberadaan Calista duduk di kursi kasir.Calista menoleh dan mendapati suaminya yang nampak begitu tampan, walaupun penampilannya sudah tidak serapi waktu berangkat kerja."Ya ampun sayang, kamu bawaan apa? Aku pikir kita makan di luar aja, ternyata sekarang kamu bawa makanan ke sini," celetuk Calista menatap suaminya dengan tersenyum.Alvaro meletakkan kresek besar berisi makanan itu di atas meja kasir. Dia menarik kursi plastik dan duduk di depan istrinya. Memandanginya tanpa berkedip."Lain kali aja ya? Makan di luar. Ini aku juga lagi bawain makanan dari luar. Kan sama aja. Kalau kita makannya di sini, kita bisa makan sama keluarga, kalau di luar Kita cuman sendirian, sama orang-orang yang ada di restoran. Kalau makan ngumpul sama orang tua kan
Ratri memberanikan diri untuk datang ke kantor Alka. Bukan bertujuan untuk kembali bekerja dengan Alka, tapi ada hal yang membuatnya terdorong untuk menemui pria itu."Apakah Bapak Alka sudah datang?" tanya Ratri pada pegawai lain."Sudah. Tapi kenapa kau masih mendatangi pak Bos. Apa masih punya tanggungan hutang sama dia."Arya meledeknya. Dari awal dia memang agak sensi melihat Ratri. Wanita yang selalu menempel pada bosnya itu kini telah disingkirkan. Dia sangat bersyukur, masih banyak pegawai yang harus diawasi oleh bosnya, bukan hanya Ratri saja."Jangan sembarangan kalau ngomong. Aku datang ke sini bukan berarti aku punya tanggungan pada bos, tapi ada hal lain yang tidak perlu kalian tau," bantah Ratri sangat jengkel menatap Arya dan pegawai lainnya.Ratri tidak terima perlakuan Arya yang sok tau ingin tahu urusannya. Kalau bukan ada hal yang penting, dia juga tak sudi untuk datang kembali ke kantor itu."Ya bukan sembarangan, tapi pada kenyataannya kan kamu udah dipecat dari
"Ada apa kau kemari? Jangan bilang kau mau mengemis pekerjaan padaku. Aku tidak akan pernah memberimu pekerjaan, bahkan aku sudah melarangmu untuk datang ke kantorku, tapi untuk apa kau masih juga datang ke sini, apa masih kurang apa yang kuberikan selama ini padamu?"Aku beranjak dari tempat duduknya ketika Ratri sudah memasuki ruangannya. Ratri sudah nekat untuk tetap menemui Alka, bukan untuk mengemis mencari belas kasihan Alka, tapi dia akan menjelaskan sesuatu masalah yang tidak bisa dipecahkan sendiri."Maaf Pak saya sudah lancang datang kemari dan tidak menghubungi Bapak terlebih dulu. Tapi kedatangan saya kemarin tentunya ada maksud, saya akan memberikan kabar pada Bapak tentang kehamilan saya."Refleks Alka membelalakkan tatapannya pada Ratri Dia benar-benar sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Ratri. Bahkan selama ini dia selalu memakai pengaman saat menggunakan Ratri sebagai pemuas hasratnya."Apa kau bilang? Kau lagi hamil? Itu tidak mungkin. Aku tidak percaya pa