Miona mengguncang-guncang tubuh Prakas dengan kesal. Dia tak menyangka kalau semalam bukan hanya mimpi belaka. Buktinya dia dan lelaki tampan itu tanpa mengenakan busana sama sekali. Jam berapa lelaki itu berani menyusup ke kamarnya? Gadis itu benar-benar tak percaya. Ini karena keteledorannya tidak mengunci kamarnya.
“Prakas! Bangun!” teriak Miona.Prakas menggeliat seperti tanpa merasa bersalah.“Apaan sih, gue masih ngantuk,” gumam Prakas lalu membalikkan badannya hingga membelakangi Miona.Miona semakin kesal lalu kembali mengguncang-guncang tubuh Pria itu tanpa ampun.“Bangun!” teriak Miona.Prakas pun kesal lalu duduk di atas kasur. Dia menoleh pada Miona yang menyelimuti setengah dadanya.“Iya, ini gue bangun!” teriak Prakas.Prakas pun bangkit lalu turun dari kasur. Miona langsung menutup matanya sambil berteriak saat melihat lelaki itu tengah telanjang tanpa busana menghadap ke arahnya dSaat Prakas tengah asik sarapan, tiba-tiba Miona keluar kamarnya dengan memakai pakaian rapih dan rambut panjang tergerai. Prakas sempat terpesona sesaat melihat kecantikan gadis itu. Dia pun kembali fokus menikmati menu lontong sayur di hadapannya dengan gugup. Miona duduk sambil sedikit memandang ke arah Prakas dengan manyun. Dia masih belum bisa menerima kejadian semalam. Dia berjanji akan membahas itu lagi jika memiliki waktu tepat nanti. Sementara itu Maryam tampak bingung melihat tingkah mereka berdua. Dia hanya dapat menghela napas lalu membantu menuangkan lontong sayur ke mangkuk untuk Miona.“Kamu mau ke mana, Miona?” tanya Maryam sambil tersenyum.“Mau latihan akting, Bu,” jawab Miona.Prakas menoleh heran pada Miona. “Sama siapa?”Miona melotot ke Prakas, “Bukan urusan lo!” ketus Miona.Maryam hanya dapat mengelus dada melihat mereka. Akhirnya dia sengaja pamit pergi ke kamar dengan alasan untuk menc
Prakas tiba di depan ruangannya. Dia langsung disambut oleh seorang manager yang sejak tadi pagi menunggunya di sana. Sekretarisnya langsung berdiri bersiap untuk membukakan pintu ruangan itu. Prakas menatap wajah manager itu dengan heran."Ada apa?" tanya Prakas heran."Saya mau membahas mengenai tujuh investor asing itu, Pak," jawab seorang manager itu dengan gugup. Ya, semua karyawannya di kantor itu memang bertingkah begitu jika bertemu Prakas. Dia begitu disegani dan dihormati."Kita bicara di dalam," pinta Prakas.Manager itu mengangguk. Sekretarisnya langsung membukakan pintu. Prakas dan manajer itu masuk. Saat Prakas sudah duduk di mejanya, dia pun langsung mempersilahkan manager itu duduk."Bagaimana?" tanya Prakas dengan sorot mata penasaran. Bagaimana pun dia sudah lama menanti kabar tentang ketujuh calon investor untuk pengembangan perusahaannya itu. Dia sendiri pun sampai rela berpura-pura pacaran dengan Bintang agar perusa
Miona melangkah dengan gugup dan haru ke arah Prakas yang masih tersenyum padanya. Musik biola masih mengalun merdu. Saat Miona tepat berada di hadapan lelaki itu, Prakas menunjukkan seikat bunga mawar yang disembunyikan di belakang tubuhnya lalu diulurkannya pada Miona.“Buat kamu,” ucap Prakas.Miona meraih seikat bunga mawar itu dengan haru.“Terima kasih,” jawab Miona menunduk malu. Baru kali ini ada seorang lelaki yang melalukan hal manis padanya. Terlebih lelaki yang melakukannya itu memang seorang pemuda yang dicintainya. Kedua bola mata Miona berkaca-kaca. Tak lama kemudian sebuah ciuman mendarat ke pipinya. Miona kaget. Prakas tersenyum padanya lalu menarik satu kursi di meja makan yang sudah disajikan dua gelas minuman dan makanan pembuka.“Silakan duduk,” pinta Prakas dengan lembut.Miona mengangguk lalu dia duduk. Prakas pun duduk sambil meraih gelas minuman dan mengangkatnya. Miona pun segera meraih gelas minu
Sebuah mobil memasuki gerbang perumahan yang cukup mewah. Di dalamnya Miona tampak tercengang melihat area perumahan yang berdiri rumah-rumah mewah dua lantai. Miona menoleh penasaran pada Prakas yang masih fokus menyetir dengan pelan.“Rumahnya di sini?”Prakas mengangguk sambil tersenyum.“Rumahnya percis kayak rumah-rumah yang aku liat ini?” tanya Miona lagi yang masih tak percaya.“Iya,” jawab Prakas.“Kalo sebesar ini nanti gimana bayar listriknya? Gimana ngurusnya?” tanya Miona bingung.“Kamu kan udah punya saham sepuluh persen dari perusahaanku. Sebentar lagi juga kamu bakal jadi artis, pasti bisa lah,” jawab Prakas.Sesaat kemudian Miona berpikir.“Kamu beneran kan nggak nyita semuanya kalo diantara kita terjadi apa-apa?” tanya Miona kebingungan dan ketakutan.Tiba-tiba Prakas menghentikan mobilnya. Dia menatap wajah Miona sambil tersenyum. Miona bingung.
Prakas langsung merobek dokumen itu dengan kesal hingga menjadi potongan kertas kecil-kecil lalu menghamburkannya ke arah wajah Bintang."Kamu jangan ngimpi!" tegas Prakas.Gadis itu diam dan cuek saja diperlakukan Prakas seperti itu."Itu cuman salinan, yang asli ada sama aku. Dan syarat ini bukan aku kok yang minta. Nyonya Prameswari sendiri yang menawarkannya sama aku," tegas Bintang.Prakas menggenggam erat kedua tangannya lalu dia bergegas meninggalkan ruangan itu. Bintang tertawa sendiri. Menertawakan nasibnya yang ditolak mentah-mentah oleh lelaki itu. Tak lama kemudian Bintang terduduk di sofa lalu air matanya mulai berjatuhan. Entah apa yang dia tangiskan.Ya, gadis ini sudah lama mengagumi Prakas. Saat dia menginjak kelas satu SMA. Saat itu sekolahnya sedang mengadakan kegiatan Pramuka di kawasan Gunung Bunder. Acara Pramuka itu dihadiri beberapa sekolah.Kaki Bintang terkilir saat melewati sebuah sungai ketika tengah m
Prakas menarik bibirnya dari Miona. Gadis itu menunduk. Dia masih malu. Tangan lelaki itu langsung mengelus rambutnya yang tergerai panjang dengan lembut dan penuh cinta. Dia pandangi pipi gadis itu yang tampak merona merah. Ada sesuatu yang ingin Prakas katakan. Sesuatu yang tidak bisa disimpannya lagi.“Miona,” panggil Prakas lembut.“Iya,” jawab Miona. Dia masih menunduk malu. Bagaimana pun juga ini untuk pertama kalinya dia menepikan semua gengsinya dan membiarkan Prakas mencintainya sesuai dengan tindakannya.“Mungkin aku belum bisa secepatnya ngumumin ke media kalo aku sama Bintang udah nggak ada hubungan lagi,” ucap Prakas dengan gugup dan hati-hati.Miona mendongak ke wajah Prakas. Wajahnya yang semula merona merah berubah menjadi cemberut.“Kenapa?” tanya Miona penasaran. Sorot matanya sedikit mengancam.Prakas mengalihkan wajahnya. Dia tak sanggup berkata sambil menatapnya di saat w
“Tolong cari informasi lain yang bisa membuat Bintang bertekuk lulut pada saya dan mau melakukan apa saja untuk saya,” pinta Prakas.“Baik, Pak,” jawab Madi.Prakas membuka laci lalu mengeluarkan uang segepok dan memberikannya pada Madi.“Ini untuk bonus,” ucap Prakas.Madi menerima uang itu dengan senang lalu buru-buru memasukkan ke dalam tasnya.“Terima kasih, Pak,” ucap Madi dengan senangnya.Madi mengangguk sambil tersenyum lalu pamit pergi dari ruangan itu. Saat Madi pergi, Prakas langsung menghubungi Doni sahabatnya.“Ada apa, Sob?” tanya Doni heran.“Ada masalah besar,” ucap Prakas tiba-tiba. Seceroboh apapun Doni kepadanya selama ini, saat ini hanya dia dan Niko lah tempat mengeluhkan segalanya. Dulu, Pak Imam lah orang pertama yang mengetahui setiap masalahnya, sementara Doni dan Niko adalah orang selanjutnya yang menjadi tempat keluh kesahnya.“M
Langit malam tampak mendung. Tak ada bintang dan rembulan di atas sana. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya Prakas diam saja sambil menyetir. Di sebelahnya Miona duduk termenung sambil memandangi jalanan di hadapannya."Kamu masih mau memerankan peran antagonis itu?" tanya Prakas tiba-tiba."Mau nggak mau aku harus terima," jawab Miona."Memangnya nggak bisa mengundurkan diri dari proyek film itu?" tanya Prakas heran."Aku udah tandatangi surat perjanjiannya dan itu harus bayar denda jika aku ngundurin diri secara sepihak," jawab Miona."Kalau dendanya dibayarkan, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Prakas.Miona terkejut mendengarnya."Aku nggak mau membayar denda. Aku akan tetap memerankan itu meski harus berperan sebagai antagonis," jawab Miona.Prakas tahu, itu bukan isi hati Miona. Dia tahu gadis itu tak ingin Prakas membantunya. Prakas akhirnya diam saja.Saat mobil itu berhenti di
Saat Prakas dan Alex tiba di rumah, mereka tidak menemukan Prameswari di sana.“Mama kemana?” tanya Alex pada Prakas.“Aku nggak tau,” jawab Prakas. “Emangnya kamu nggak ngasih tahu Mamah kalo kamu mau pulang?”Alex menggeleng. Prakas heran.“Kenapa?”“Aku rencananya mau ngasih kejutan sama Mama.”Prakas angguk-angguk. Dia masih penasaran apa yang mau dikatakan Alex tadi di bandara.“Oh ya, tadi di bandara kamu mau ngomong apa?”Alex bingung. Sepertinya dia tidak sanggup untuk menceritakan kenyataan itu. Tapi dia harus mengatakannya karena tidak mungkin kakak beradik itu harus menjalin cinta. Alex harus mencegahnya sebelum terjadi hal yang lebih buruk pada mereka.Alex menarik tangan Prakas menuju kamarnya. Di dalam kamar itu Alex mengatur napas berat.“Aku harap kakak nggak pingsan setelah denger penjelasan aku.”“Udah kasih tahu aja, kayak apa aja.”“Aku pernah denger omongan Pak Imam sama Papa waktu aku kelas 1 SMP dulu. Papa nitip anaknya ke Pak Imam buat Pak Imam jaga. Kata Papa,
Miona datang membawa segelas teh manis untuk Prakas. Dia meletakkan segelas teh manis itu dengan heran melihat raut wajah Prakas yang tampak kebingungan.“Kenapa?” tanya Miona. Dia lalu bergabung duduk di meja makan.“Bintang udah konfrensi pers ke para wartawan,” jawab Prakas.Miona dan Siska terkejut mendengarnya.“Dia ngomong apa sama wartawan?” tanya Miona penasaran.“Dia udah ngakuin kalo kami cuman sandiwara,” jawab Prakas.Miona lega mendengarnya.“Mudah-mudahan dia nggak ada niat buat nyebarin video kita,” ucap Miona.“Aku yakin dia nggak bakalan nyebar video kita, soalnya aku liat dia kayak tenang dan biasa aja,” tebak Prakas.“Yaudah, dilanjut sarapannya,” pinta Miona.Prakas mengangguk, mereka pun melanjutkan sarapannya. Tak lama kemudian handphone Prakas berbunyi. Prakas mengangkatnya.“Halo,” ucap Prakas menjawab teleponnya.“Besok jemput aku di bandara,” ucap seseorang di seberang sana.Prakas terkejut mendengar suaranya. “Alex?!”“Iya, Kak. Ini aku Alex. Besok kakak jem
“Miona! Miona! Bangun Miona! Kok kamarnya di kunci sih?!” teriak Siska di luar sana.Miona dan Prkasa terbangun dalam keadaan saling memeluk. Mereka berdua terkejut. Miona bangkit lalu menatap Prakas yang sedang mengucek-ucek matanya.“Sembunyi bentar,” pinta Miona pada Prakas.Prakas mengernyit heran. “Kenapa harus sembunyi?”“Nggak enak sama Siska,” jawab Miona.“Nggak apa-apa, dia kan tahu kalo kita pacaran. Kecuali kalo aku ini bukan siapa-siapa kamu,” protes Prakas.“Ih, pokoknya sembunyi dulu,” pinta Miona.Prakas menghela napas lalu turun dari kasur hanya mengenakan kolor saja. Prakas bukannya pergi ke kamar mandi untuk bersembunyi, dia malah berjalan menuju pintu. Miona terbelalak melihatnya.“Prakas, ngapain?” tanaya Miona saking terkejutnya.Prakas tidak menggubris panggilan Miona. Dia malah membuka pintu hingga Siska terbelalak melihat dada bidang Prakas yang mendadak ada di kamar Miona.“Pra...kas...” ucap Siska.Miona buru-buru turun dari kasur lalu berjalan ke arah pintu
Mobil Prakas melaju menembus jalanan malam kota Jakarta. Di dalamnya Prakas yang sedang fokus menyetir menoleh pada Miona yang duduk di sebelahnya.“Ibu nggak nyariin?” tanya Prakas.“Tadi aku udah bilang mau nungguin kamu,” jawab Miona. “Ibu pasti tahu kalo sekarang aku jalan sama kamu,” jawab Miona.Prakas mengangguk lalu kembali fokus menatap jalanan di hadapannya.“Jadi kita mau kemana?” tanya Prakas heran.“Aku pengen ke Puncak,” jawab Miona.Prakas terkejut mendengarnya.“Puncak?”“Iya,” jawab Miona. “Aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat. Di sana tempat terbaik buat aku menyendiri kalo lagi ada masalah.”“Memangnya besok nggak ada shooting?” tanya Prakas heran.“Besok nggak ada jadwal shooting, jadi malam ini aku aman,” jawab Miona.“Yasudah,” ucap Prakas.“Tapi kalo besok kamu ada meeting, kita muter-muter aja malam ini, terus balik lagi ke rumah aku,” ucap Miona.“Besok aku nggak ada meeting, aku aman,” ucap Prakas.Miona pun tersenyum senang. Prakas pun melajukan mobilnya d
Prakas berdiri menghadap kaca ruangan kantornya yang menghamparkan pemandangan suasana kota Jakarta di malam hari. Gedung-gedung pencakar langit memancarkan cahayanya. Lelaki itu menarik napas berat. Dia sudah nekat melakukan konfrensi pers ke pihak wartawan. Dia sudah tidak ingin bermain-main dengan ancaman dan perjanjian itu lagi. Dia juga tidak peduli dengan ancaman video rekamannya bersama Miona akan tersebar luas ke luar sana. Dia sudah siap menerima itu semua. Sekarang yang harus dia lakukan adalah menguatkan Miona untuk menghadapinya bersama-sama jika hal buruk benar-benar terjadi.Prakas meraih handponenya lalu menghubungi Miona. Tak lama kemudian Miona mengangkat teleponnya.“Halo,” sapa Miona dengan suara lemah di seberang sana.“Aku minta maaf,” ucap Prakas dengan tulus.“Minta maaf soal apa?” tanya Miona dengan heran.“Kamu pasti tahu soal konfrensi pers yang tadi aku lakukan sama wartawan,” jawab Prakas.“Kamu nggak perlu minta maaf ke aku soal itu. Itu udah jadi hak kamu
Miona dan Siska terduduk lesu di lokasi shooting. Shooting ditunda akibat Bintang tidak ada di sana. Di ruangan yang lain, terdengar suara Mahendra marah-marah pada crew. Miona heran, padahal Bintang yang salah, malah crew yang dimarahinya.“Apa kita pulang aja?” tanya Miona pada Siska.“Jangan dulu. Lo nggak liat Pak Mahendra marah-marah begitu? Nanti lo juga kena kalo ikutan kabur kayak Bintang,” ucap Siska.“Abisnya mau sampai kapan kita nunggu Bintang. Dia nggak bakal balik ke sini,” ucap Miona.“Gimana pun lo harus tunjukin profesionalitas! Lo nggak inget gimana susahnya kita dulu? Harus kerja di café, disuruh-suruh orang, diomelin orang? Sekarang hidup lo udah enak! Lo harus bersyukur,” ucap Siska.Miona akhirnya mengangguk. Dia memang senang berada di posisi sekarang. Tapi gimana pun juga ada hal yang paling menakutkan di hadapannya kelak. Miona berpikir bagaimana jika Bintang nekad meny
Bintang langsung berjalan menuju mobilnya dengan kesal dan sedih. Dia tak percaya mendengarkan semua pengakuan Prakas padanya. Dia tak percaya Prakas sudah membohonginya. Miona mengejarnya dengan ketakutan. Dia khawatir gadis itu akan menyebarkan videonya bersama Prakas yang menjadi ancamannya selama ini.“Bintang, ini diluar kendali aku! Dengerin aku dulu, Bingang!” teriak Miona mengejarnya.Bintang cuek lalu masuk ke dalam mobilnya dengan menutup pintu mobil begitu kencangnya. Bintang kemudian pergi dari sana dengan mobilnya.“Bintang! Bintaaang!” teriak Miona kesal.Prakas heran melihat aksi Miona. Sesaat dia curiga bahwa yang memintanya melakukan itu adalah Bintang. Miona berjalan ke arah Prakas dengan kesal.“Bintang punya video kita berdua di hotel waktu itu,” ucap Miona dengan air mata yang mulai menjatuhi pipinya.Prakas terbelalak mendengarnya. “Maksud kamu?”“Dia punya re
Pagi itu, Bintang hendak pergi ke lokasi shooting. Tiba-tiba bel di apartemennya berbunyi. Dia buru-buru berjalan ke arah pintu. Bintang terkejut ketika mendapati Prameswari sudah berdiri di ambang pintu.“Tante?” ucap Bintang dengan heran.Parmeswari tersenyum padanya lalu berjalan masuk. Bintang buru-buru membuka pintu lalu menyusul Prameswari yang sudah duduk di sofa dengan santainya.“Tumben Tante pagi-pagi ke sini?” tanya Bintang sambil duduk di sofa menghadapnya. Dia benar-benar heran padanya.“Aku pengen mampir aja. Ternyata apartemenmu ini satu gedung dengan sahabat lamaku,” ucap Prameswari berbohong padanya.“Oh, begitu,” sahut Bintang.“Kamu sama Prakas gimana?” tanya Prameswari.“Baik-baik aja, Tante,” jawab Bintang.Prameswari mengernyit heran. Dia bingung kenapa Bintang seperti tidak marah pada Prakas. Padahal dia sudah mengirimkan video itu ag
Maryam membuka pintu. Dia heran melihat wajah anaknya tampak sedih begitu.“Kamu baik-baik aja kan?” tanya Maryam pada Miona yang baru datang.“Aku baik-baik aja, Bu,” jawab Miona.Maryam tenang mendengarnya. Dia pun masih tak berani untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang berhasil diselidikinya mengenai anak gadisnya itu. Maryam masih bingung harus bersikap bagaimana. Dia sama sekali tak bisa marah padanya.“Kamu sudah makan? Kalo belum biar ibu siapin,” tawar Maryam.“Aku udah makan, Bu. Siska mana?” tanya Miona.“Siska tadi barusan aja masuk ke kamarnya,” ucap Maryam.“Yaudah, aku ke kamar dulu ya, Bu?” pamit Miona.Maryam mengangguk. Miona lalu berjalan menuju kamarnya. Maryam memperhatikan punggungnya dengan bingung. Sesampainya Miona di kamarnya, dia langsung duduk di tepi kasur. Matanya kembali berair. Dia tak percaya hubungannya dengan Prakas ak