Prakas menarik bibirnya dari Miona. Gadis itu menunduk. Dia masih malu. Tangan lelaki itu langsung mengelus rambutnya yang tergerai panjang dengan lembut dan penuh cinta. Dia pandangi pipi gadis itu yang tampak merona merah. Ada sesuatu yang ingin Prakas katakan. Sesuatu yang tidak bisa disimpannya lagi.
“Miona,” panggil Prakas lembut.“Iya,” jawab Miona. Dia masih menunduk malu. Bagaimana pun juga ini untuk pertama kalinya dia menepikan semua gengsinya dan membiarkan Prakas mencintainya sesuai dengan tindakannya.“Mungkin aku belum bisa secepatnya ngumumin ke media kalo aku sama Bintang udah nggak ada hubungan lagi,” ucap Prakas dengan gugup dan hati-hati.Miona mendongak ke wajah Prakas. Wajahnya yang semula merona merah berubah menjadi cemberut.“Kenapa?” tanya Miona penasaran. Sorot matanya sedikit mengancam.Prakas mengalihkan wajahnya. Dia tak sanggup berkata sambil menatapnya di saat w“Tolong cari informasi lain yang bisa membuat Bintang bertekuk lulut pada saya dan mau melakukan apa saja untuk saya,” pinta Prakas.“Baik, Pak,” jawab Madi.Prakas membuka laci lalu mengeluarkan uang segepok dan memberikannya pada Madi.“Ini untuk bonus,” ucap Prakas.Madi menerima uang itu dengan senang lalu buru-buru memasukkan ke dalam tasnya.“Terima kasih, Pak,” ucap Madi dengan senangnya.Madi mengangguk sambil tersenyum lalu pamit pergi dari ruangan itu. Saat Madi pergi, Prakas langsung menghubungi Doni sahabatnya.“Ada apa, Sob?” tanya Doni heran.“Ada masalah besar,” ucap Prakas tiba-tiba. Seceroboh apapun Doni kepadanya selama ini, saat ini hanya dia dan Niko lah tempat mengeluhkan segalanya. Dulu, Pak Imam lah orang pertama yang mengetahui setiap masalahnya, sementara Doni dan Niko adalah orang selanjutnya yang menjadi tempat keluh kesahnya.“M
Langit malam tampak mendung. Tak ada bintang dan rembulan di atas sana. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya Prakas diam saja sambil menyetir. Di sebelahnya Miona duduk termenung sambil memandangi jalanan di hadapannya."Kamu masih mau memerankan peran antagonis itu?" tanya Prakas tiba-tiba."Mau nggak mau aku harus terima," jawab Miona."Memangnya nggak bisa mengundurkan diri dari proyek film itu?" tanya Prakas heran."Aku udah tandatangi surat perjanjiannya dan itu harus bayar denda jika aku ngundurin diri secara sepihak," jawab Miona."Kalau dendanya dibayarkan, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Prakas.Miona terkejut mendengarnya."Aku nggak mau membayar denda. Aku akan tetap memerankan itu meski harus berperan sebagai antagonis," jawab Miona.Prakas tahu, itu bukan isi hati Miona. Dia tahu gadis itu tak ingin Prakas membantunya. Prakas akhirnya diam saja.Saat mobil itu berhenti di
Hampir tengah hari Prakas datang ke ruangan yang dingin itu. Mahendra duduk menunggu. Di atas meja sudah tersedia surat pengunduran diri. Prakas duduk di hadapannya sambil mengeluarkan sebuah cek dari tasnya.“Ini,” ucap Prakas sambil mengulurkan selembar cek di atas meja dengan sorot mata tegasnya.Mahendra meraih cek itu sambil tersenyum. Tak lama kemudian dia menyodorkan dokumen yang harus ditandatanginya. Ketika dokumen itu berhasil ditandatangi, itu artinya Miona tak lagi bekerjasama dengan Mahendra sebagai aktris yang bermain di filmnya.Dengan sigap Prakas meraih dokumen itu. Dia bersiap menandatanginya.“Tunggu!”Suara itu memecah keheningan di ruangan itu. Prakas dan Mahendra menoleh pada sumber suara. Mereka heran melihat Miona sudah berdiri di sana.“Miona?” tanya Prakas heran.“Jangan tandatangi itu,” pinta Miona.Mahendra tersenyum mendengarnya. Prakas heran.“Kenapa?” tanya Prakas heran.“Aku tetap mau memerankan peran antagonis itu. Aku n
Mona masih terisak di hadapan Rio. Pelayan datang mengantarkan menu pesanan mereka berdua. Ketika Pelayan pergi, Mona menatap Rio dengan lekat.“Hubungan aku dengan Prakas sekarang makin rumit, Rio,” ujar Miona.Prakas terkejut mendengarnya. “Rumit gimana?”“Dia masih ada urusan sama Bintang, sekarang dia minta aku jangan ngubungin dia dulu sampai dia menyelesaikan urusannya sama Bintang,” jawab Miona.“Kan tinggal ngomong aja sama media, kenapa harus nunggu lama?” tanya Rio heran.“Aku nggak tahu.”“Apa Prakas cinta sama Bintang?” tanya Rio curiga.“Itu nggak mungkin.”“Kalo bukan itu apalagi alasannya?” tanya Rio semakin curiga.Miona berpikir. Apa yang dikatakan Rio menurutnya ada benarnya juga.“Kamu harus tanyain ke dia apa alasannya. Kamu nggak bisa diem aja dan nurut-nurut aja, Miona. Kamu tahu kan kalo ora
Riga dan Maryam sedang memeriksa paket pakaian olah raga bulu tangkis di ruang keluarga saat Miona pulang. Riga langsung menunjukkan paketnya pada Miona saat melihat kakak kesayangannya itu datang.“Lihat deh, Kak. Bagus nggak?” tanya Riga sambil menunjukkan pakaiannya pada Miona.Miona setengah tersenyum melihatnya, “Bagus.” Dia langsung berjalan menuju kamarnya dengan tidak semangat.Riga dan Maryam saling melihat dengan heran. Maryam tahu jika sikap Miona begitu pasti sedang ada masalah. Dia pun membiarkan Miona memasuki kamarnya. Riga bete melihat sambutan Miona datar begitu.“Bagus kok, nanti harus kamu coba pas latihan badminton,” puji Maryam.“Kak Miona kenapa?” tanya Riga heran.“Udah nggak usah dipikirin, dia lagi mumet sama urusan shootingnya. Mungkin dia masih grogi. Ini kan shooting pertama kali bagi kakakmu,” ucap Maryam menenangkannya.Riga menghela napas.
Prameswari datang ke sebuah ruangan mengenakan kacamata hitamnya. Seorang lelaki tua duduk menunggunya. Lelaki tua itu tesenyum senang saat melihat kedatangan Prameswari. Ya, lelaki tua itu adalah musuh bebuyutan suami Prameswari. Mantan suami Prameswari. Prameswari duduk dengan wajah kesal sambil membuka kacamata hitamnya. Lelaki tua bernama Widodo itu menatapnya dengan heran.“Ada apa?” tanya Widodo dengan heran.“Rencana kita sepertinya gagal,” jawab Prameswari dengan lesu.Widodo heran, “Gagal bagaimana?”“Prakas memilih untuk mendekati Bintang. Sepertinya Prakas sedang mencari cara untuk menggagalkan rencana kita,” jawab Prameswari.Pak Widodo tampak terkejut mendengarnya. “Bukannya Prakas tidak suka dengan perempuan itu?”“Iya. Aku yakin Prakas sengaja mengulur waktu. Dia sedang ingin mencari tahu semuanya. Sekarang kita harus bagaimana untuk mendapatkan lima puluh perse
Pagi sekali, Miona dan Siska keluar dari pintu utama rumahnya. Miona terkejut saat melihat Bodyguard tersenyum sambil membukakan pintu mobil untuk mereka. Siska melirik heran pada Miona.“Siapa?” bisik Siska.“Bodyguardnya Prakas,” jawab Miona.Siska terbelalak mendengarnya. “Enak banget jadi kamu. Bodyguard aja dikirimin buat ngejagain kamu. Aku kapan?”Miona mencubit sedikit pinggang Siska. Siska kesakitan. Miona berjalan menuju mobil. Siska mengikutinya sambil membawakan tas besar yang berisi pakaian dan segala keperluan Miona shooting.Saat Miona tepat berada di hadapan Bodyguard itu, dia menatap wajah Bodyguard dengan heran. “Bukannya aku udah minta kamu nggak usah nganterin aku lagi?” tanya Miona heran.“Maaf, Non. Tuan Prakas nyuruh saya nganterin Non lagi, sekalian jagain Non di lokasi shooting,” jawabnya.Miona tersenyum. Bagaimana dia marah jika Prakas meminta Bodyg
Prakas keluar dari ruangan meeting. Wajahnya tersenyum bahagia karena mengetahui penjualan produk kosmetik perusahaannya meningkat drastis. Usahanya selama ini tidak sia-sia. Sesaat kemudian handphonenya berbunyi. Awalnya dia senang karena mengira itu telepon dari Miona. Rupanya Bintang yang menghubunginya. Senyumnya menyusut saat melihat nama Bintang di layar handphonenya. Dia pun langsung mengangkat teleponannya sambil berjalan menuju ruangannya dengan tidak bersemangat.“Halo,” sapa Prakas pada Bintang di seberang sana.“Nanti jam 7 malam bisa jemput aku di lokasi shooting nggak?” tanya Bintang.Prakas bingung. Bagaimana pun di sana ada Miona. Miona pasti akan merasa kesal jika melihatnya menjemput Bintang di sana. Meski Miona sudah tahu bahwa semua hanya sandiwara, tapi dia tidak ingin memantik api dalam hubungannya.“Kayaknya nggak bisa deh,” ucap Prakas.“Kan jam segitu udah pulang?” ujar Bintan