Mona masih terisak di hadapan Rio. Pelayan datang mengantarkan menu pesanan mereka berdua. Ketika Pelayan pergi, Mona menatap Rio dengan lekat.
“Hubungan aku dengan Prakas sekarang makin rumit, Rio,” ujar Miona.
Prakas terkejut mendengarnya. “Rumit gimana?”
“Dia masih ada urusan sama Bintang, sekarang dia minta aku jangan ngubungin dia dulu sampai dia menyelesaikan urusannya sama Bintang,” jawab Miona.
“Kan tinggal ngomong aja sama media, kenapa harus nunggu lama?” tanya Rio heran.
“Aku nggak tahu.”
“Apa Prakas cinta sama Bintang?” tanya Rio curiga.
“Itu nggak mungkin.”
“Kalo bukan itu apalagi alasannya?” tanya Rio semakin curiga.
Miona berpikir. Apa yang dikatakan Rio menurutnya ada benarnya juga.
“Kamu harus tanyain ke dia apa alasannya. Kamu nggak bisa diem aja dan nurut-nurut aja, Miona. Kamu tahu kan kalo ora
Riga dan Maryam sedang memeriksa paket pakaian olah raga bulu tangkis di ruang keluarga saat Miona pulang. Riga langsung menunjukkan paketnya pada Miona saat melihat kakak kesayangannya itu datang.“Lihat deh, Kak. Bagus nggak?” tanya Riga sambil menunjukkan pakaiannya pada Miona.Miona setengah tersenyum melihatnya, “Bagus.” Dia langsung berjalan menuju kamarnya dengan tidak semangat.Riga dan Maryam saling melihat dengan heran. Maryam tahu jika sikap Miona begitu pasti sedang ada masalah. Dia pun membiarkan Miona memasuki kamarnya. Riga bete melihat sambutan Miona datar begitu.“Bagus kok, nanti harus kamu coba pas latihan badminton,” puji Maryam.“Kak Miona kenapa?” tanya Riga heran.“Udah nggak usah dipikirin, dia lagi mumet sama urusan shootingnya. Mungkin dia masih grogi. Ini kan shooting pertama kali bagi kakakmu,” ucap Maryam menenangkannya.Riga menghela napas.
Prameswari datang ke sebuah ruangan mengenakan kacamata hitamnya. Seorang lelaki tua duduk menunggunya. Lelaki tua itu tesenyum senang saat melihat kedatangan Prameswari. Ya, lelaki tua itu adalah musuh bebuyutan suami Prameswari. Mantan suami Prameswari. Prameswari duduk dengan wajah kesal sambil membuka kacamata hitamnya. Lelaki tua bernama Widodo itu menatapnya dengan heran.“Ada apa?” tanya Widodo dengan heran.“Rencana kita sepertinya gagal,” jawab Prameswari dengan lesu.Widodo heran, “Gagal bagaimana?”“Prakas memilih untuk mendekati Bintang. Sepertinya Prakas sedang mencari cara untuk menggagalkan rencana kita,” jawab Prameswari.Pak Widodo tampak terkejut mendengarnya. “Bukannya Prakas tidak suka dengan perempuan itu?”“Iya. Aku yakin Prakas sengaja mengulur waktu. Dia sedang ingin mencari tahu semuanya. Sekarang kita harus bagaimana untuk mendapatkan lima puluh perse
Pagi sekali, Miona dan Siska keluar dari pintu utama rumahnya. Miona terkejut saat melihat Bodyguard tersenyum sambil membukakan pintu mobil untuk mereka. Siska melirik heran pada Miona.“Siapa?” bisik Siska.“Bodyguardnya Prakas,” jawab Miona.Siska terbelalak mendengarnya. “Enak banget jadi kamu. Bodyguard aja dikirimin buat ngejagain kamu. Aku kapan?”Miona mencubit sedikit pinggang Siska. Siska kesakitan. Miona berjalan menuju mobil. Siska mengikutinya sambil membawakan tas besar yang berisi pakaian dan segala keperluan Miona shooting.Saat Miona tepat berada di hadapan Bodyguard itu, dia menatap wajah Bodyguard dengan heran. “Bukannya aku udah minta kamu nggak usah nganterin aku lagi?” tanya Miona heran.“Maaf, Non. Tuan Prakas nyuruh saya nganterin Non lagi, sekalian jagain Non di lokasi shooting,” jawabnya.Miona tersenyum. Bagaimana dia marah jika Prakas meminta Bodyg
Prakas keluar dari ruangan meeting. Wajahnya tersenyum bahagia karena mengetahui penjualan produk kosmetik perusahaannya meningkat drastis. Usahanya selama ini tidak sia-sia. Sesaat kemudian handphonenya berbunyi. Awalnya dia senang karena mengira itu telepon dari Miona. Rupanya Bintang yang menghubunginya. Senyumnya menyusut saat melihat nama Bintang di layar handphonenya. Dia pun langsung mengangkat teleponannya sambil berjalan menuju ruangannya dengan tidak bersemangat.“Halo,” sapa Prakas pada Bintang di seberang sana.“Nanti jam 7 malam bisa jemput aku di lokasi shooting nggak?” tanya Bintang.Prakas bingung. Bagaimana pun di sana ada Miona. Miona pasti akan merasa kesal jika melihatnya menjemput Bintang di sana. Meski Miona sudah tahu bahwa semua hanya sandiwara, tapi dia tidak ingin memantik api dalam hubungannya.“Kayaknya nggak bisa deh,” ucap Prakas.“Kan jam segitu udah pulang?” ujar Bintan
Siska langsung mendorong tubuh Bintang dengan kesal. Dia tidak terima sahabatnya ditampar di depan matanya sendiri.“Kamu keterlaluan. Miona udah bilang minta maaf masih aja kamu balas! Nyesel aku ngefans sama kamu selama ini!” ucap Siska dengan emosi.Miona langsung menarik tangan Siska untuk menjauh dari Bintang. “Udah! Yuk kita ke lokasi lagi,” ajaknya yang tidak mau memperpanjang masalah itu.Siska mengalah dan akhirnya ikut keluar dari ruangan itu bersama Miona. Bintang tampak tersenyum pusa. Saat Miona dan Siska berhasil keluar dari ruangan itu, Sutradara datang dengan agak takut.“Bintang, Pak Mahendra memintamu untuk melanjutkan shooting,” pinta Sutradara itu.Bintang pun berjalan keluar tanpa menyahuti perkataan Sutradara itu. Sutrada menghela napas sejenak lalu pergi keluar mengikuti langkah Bintang.***“Apa tugas pertama gue?” tanya Niko yang duduk di hadapan Prakas di sofa r
Prakas keluar dari ruangannya melewati Niko dan sekretarisnya yang bersiap untuk pulang. Saat Niko mendapati Prakas di sana, dia langsung buru-buru mengejarnya.“Prakas! Tunggu!” teriak Niko.Langkah Prakas terhenti, dia menoleh kesal pada Niko. “Jangan panggil gue dengan nama kalo lagi berada di depan karyawan-karyawan gue,” protesnya.“Emang kenapa? Lo kan temen gue?”Prakas melotot padanya, “Lo mau gue pecat?”Niko ciut, “Yaudah, Bapak Prakas yang terhormat.”Prakas tersenyum lalu melangkah meninggalkannya. Niko mengejarnya. “Eh, pertanyaan gue tadi belum dijawab, Pak Prakas! Tunggu!”“Gue mau ketemu Miona,” jawab Prakas sambil berjalan menuju lift.Kini Niko sudah berjalan sejajar dengannya, “Ikut,dong!”Langkah Prakas terhenti. Dia teringat kalau Miona akan mengajak asistennya. Mungkin itu ide terbaik untuk membawa Niko k
Prameswari melangkahkan kakinya memasuki ruangan keluarga rumah Pak Widodo yang luas itu. Sejak menikah dengan Papahnya Prakas, dia tak pernah lagi berkunjung ke sana. Pak Widodo tersenyum mendapati mantan istrinya itu datang tanpa diundang. Dia menyambut kedatangannya penuh hangat.“Ada angin apa kamu bisa datang kemari tanpa ngasih kabar?” tanya Pak Widodo dengan heran.Prameswari duduk di sofa sambil meletakkan tas jinjingnya di sebelahnya. “Usaha kedua sedang kulakukan, aku berharap ini akan berhasil,” ucap Prameswari dengan penuh keyakinan.Pak Widodo tertawa. “Memangnya usaha seperti apa? Padahal aku udah bilang tunggu saja solusi dariku,” ucap Pak Widodo dengan penasaran.“Aku menemukan sesuatu yang bisa melemahkan Prakas. Aku tidak menyangka kalau selama ini anak itu doyan dengan pelacur. Dan ternyata, anak yang pernah dikencaninya itu adalah anak dari almarhum Pak Imam yang setia dengan ayahnya Prakas sel
Maryam duduk dengan bimbang di sofa ruang keluarga. Lampu di ruangan itu tampak redup. Tangannya gemetar meraih handphone di atas meja. Sebuah kartu nama yang diberikan Prameswari masih tergeletak di sana. Dia masih ragu apakah harus menelepon seorang mucikari yang disebut Prameswari sebagai penyalur Miona menjual dirinya pada Prakas selama ini. Dia masih tak sanggup jika semua yang dikatakan Prameswari benar adanya. Tak lama kemudian, demi rasa penasarannya yang membuncah, akhirnya Maryam memencet nomor teleponnya. “Halo,” ucap seseorang di sana. Maryam gemetar mendengarnya. Dia bingung harus memulai pertanyaannya dari mana. “Halo?” sapa seseorang sekali lagi di seberang sana. “Iya, halo,” ucap Maryam kemudian. “Ini siapa?” tanya seseorang di seberang sana. “Saya… saya asisten seorang tuan muda. Dia meminta saya untuk menanyakan apakah Miona malam ini bisa dipesan?” tanya Maryam gugup. Hanya dengan cara itu dia bisa langsung ke intiny