"Eh, Ren Lo beneran jadi dinner sama Adel ntar malem?" Ivan menyeletuk sembari menepuk pundak Reno yang berjalan di samping kirinya. Ia teringat akan pertandiangan basket one by one antara Reno vs Adelia dua hari yang lalu sepulang sekolah yang akhirnya berakhir dengan selisih skor 1 itu.
Reno menaikkan alisnya, "Jadi dong! Gue malahan udah nggak sabar mau ngerjain dia!" kata cowok itu sambil menyeringai. Hal itu membuat Sham dan Ivan pun saling berpandangan, "Lo mau ngerjain Adelia? Emang Lo punya rencana apaan?" tanya mereka.
"Ada lah pokoknya! Gue suka soalnya lihat cewek itu marah-marah! Lucu gimana gitu!" ujar Reno sembari membayangkan wajah Adelia yang bersungut ketika sedang marah.
Sham menghentikan langkahnya, "Jangan bilang kalo Lo suka sama tuh cewek?" tebaknya sembari menunjuk wajah Reno yang kini tanpa ekspresi itu. "Entah! May be yes! May be no!" jawabnya sembari mengidikkan bahu.
"Kak Adelia! Ini ada titipan buat Kakak!"Adelia spontan mengangkat kepala nya ke sumber suara, sejenak untuk mengalihkan pandangannya dari semangkuk soto ayam panas dengan kuah berminyak dan berasap yang terlihat menggiurkan itu seketika gendang telinganya menangkap sebuah suara lembut di depannya. "Ini ada titipan buat Kak Adel!" gadis itu menyodorkan sebuah kotak kecil dengan kedua tangannya.Adelia menautkan kedua alisnya heran, "Dari siapa ya?" tanyanya sembari menerima kotak itu dan memperhatikannya sebentar.Gadis itu tersenyum sumpul, "Dari seseorang, Kak! Yaudah kalogitu Aku duluan ya, Kak! Permisi!" katanya dan segera berlalu pergi dari meja itu.
Di lapangan itu masih ramai akan sorakan cewek-cewek GHS. Dicky dan Reno masih saling berebut bola dengan gesitnya. Dengan bergantian mereka memasukkan bola itu ke dalam ring.Pertama, Dicky.Kemudian Reno.Dicky.Reno.Reno.Dicky.Dicky.Reno.Begitulah seterusnya hingga akhir nya sebuah shoot yang dilakukan oleh,
Gadis itu mulai mengerjapkan mata nya, perlahan namun pasti pandangan nya mulai kembali normal. Ia menatap ke sekelilingnya sembari memegang kepalanya yang masih terasa pening itu. Ada beberapa orang disana, yaitu : Dicky,Friska,Reno,Ivan,Dan, Sham.Namun tiba-tiba saja, "Adelia Lo nggak papa kan?""Adelia Lo nggak papa kan?"Dua cowok di kedua sisi ranjang UKS Adelia itu saling melempar tatapan tidak suka mereka begitu mendengar kalimat yang sama terlontar dari bibir mereka di waktu yang sama juga."Gue nggak papa kok! Cuma rada pusing aja sih!" Adelia yang hendak merubah posisinya menjadi duduk pun dengan cepat langsung dibantu oleh Dicky. Sebenarnya Reno juga ingin membantunya tetapi tangan Dicky lebih dulu terulur dan Ia pun lebih me
JENGAH. Itulah yang Adelia rasakan selama dua jam ini mendekam di UKS. Hanya tiduran nggak jelas, kalo mau tidur beneran juga nggak bisa karena kepalanya yang masih sedikit cenat-cenut dan ngobrol-ngobrol ketawa-ketiwi nggak jelas juga sama Dicky yang kocak dan PD maksimal itu tapi bikin dia seneng. Dan sekarang adalah waktu yang selalu dinanti-nantikan semua murid, yaitu pulang sekolah.Tapi aneh ya anak jaman sekarang, berangkat sekolah niatnya cuma buat nunggu bel pulang? Haha lucu.Saat Adelia tengah asik mengikat tali sepatunya di sofa-karena memang tadi sengaja dilepaskan oleh Dicky supaya tidak mengotori kasur UKS-sesuatu di dalam saku roknya bergetar. Ia pun mengeluarkan benda itu.Private Number's CallingAdelia langsung mengernyitkan dahi nya seketika menatap layar ponselnya, "Private number? Siapa lagi? Iseng banget?" gumamnya kemudian me-reject panggilan itu dan meletakkan ponselnya di se
Dicky memelankan laju motor Ninja merah milik Adelia ketika sampai di halaman rumah gadis itu. Ya! Tadi memang Dicky yang memaksa untuk pulang bareng cewek itu daripada dijemput sama supir, selain karena Dicky yang masih khawatir jika Adelia harus bawa motor sendiri juga karena rumah mereka yang bersebelahan.Adelia turun dari jok belakang sesaat setelah Dicky mematikan mesin motor nya, masih dengan ketawa-ketawa kecilnya karena mengingat ekspresi Reno di UKS tadi yang menurutnya sangat lucu dan pantas ditertawakan.Dicky merapikan rambutnya, "Lo kenapa sih, Del? Aneh tau nggak? Dari tadi ketawa mulu? Belum juga hari jumat kliwon udah kumat aja?" ejek Dicky sembari turun dari motor juga.Adelia spontan menoleh kearah Dicky dengan tawa yang sudah luntur dari bibirnya. Ia lantas menjitak kepala pemuda itu, "Heh! Lo kira gue apaan? Enak aja kumat? Lo tuh yang idiot! Cowok idiot! Wle~!" umpatnya lalu menjulurkan lidah kearah
Reno memutar gagang pintu kamar nya cepat lalu mendorongnya masuk. Dengan kesal Ia langsung melempar tas punggungnya ke sembarang arah dan kemudian menghempaskan tubuh atletisnya itu di kasur king size-nya dengan posisi terlentang dengan merentangkan kedua tangannya. Sebelah tangan Reno meraih guling di dekatnya lalu dipeluknya, "Sialan!! Bego banget sih gue? Kenapa juga gue bisa se-khawatir gitu sama Adelia? Padahal statusnya, dia kan rival gue? Nggak lucu dong gue khawatir sama musuh gue sendiri?" gerutunya. Tak berapa lama kemudian, Ia pun bangkit dari posisi tidurnya, "Biarin aja deh! Biar seneng dulu tuh anak, tapi awas aja ntar, gue bakal bikin dia jatuh cinta sama gue, biar nyahok dia!" Sesaat pandangan Reno mengarah pada sebuah kalender duduk di meja belajarnya, yang pada angka 14, Ia lingkari menggunakan bold maker warna merah dua hari yang lalu. Pemuda itu mengernyitkan dahinya seraya
Adelia menatap dirinya di depan cermin. Ia mengenakan jeans hitam yang memperlihatkan sedikit dengkul nya karena terdapat sobekan pada bagian itu. Lalu Ia juga memakai kaos panjang warna hitam pula tetapi dilengkapi dengan rompi jeans warna biru muda. Sepatu? Ia memakai sepatu casual hitam dan berlogo ceklist.Adelia tidak memakai banyak make up, hanya sedikit bedak tipis yang Ia oleskan pada pipinya tersebut sudah membuatnya terlihat cantik, apalagi dengan rambutnya yang tergerai bebas dan sedikit curly pada bagian bawah itu. Karena pada dasarnya, Adelia tomboy itu tidak suka make up.Setelah meminta izin kepada Marissa, Adelia langsung mengeluarkan motor Ninja merahnya dari bagasi kemudian menaikinya dan memakai helm full face-nya kemudian melesat keluar halaman rumahnya dan menuju ke cafe Delima, dimana Reno menunggu."Gue pesen pizza, spaghetti bollonice, friench fries, banana sweet, milk shake, sama vanilla la
BERANGKAT dan pulang sekolah bersama Dicky mulai hari ini sudah menjadi rutinitas baru Adelia. Dan orangtua mereka lah yang menyuruh nya dengan tujuan untuk mendekat kan mereka. Seperti sekarang ini, dua sahabat itu tengah berada di atas jok motor Ninja merah yang telah dimodif oleh sang pemiliknya, yaitu Dicky.Diam-diam cowok itu melirik spion motornya, sekedar untuk melihat objek menarik yang selama ini bayangan nya selalu memenuhi otak dan fikiran Dicky. Dan dibalik helm full face nya itu Ia pun menyunggingkan senyumnya. Dapat dirasakan Dicky, sesuatu dalam perut seperti sedang menggelitikinya.Gue seneng bisa ngeliat wajah Lo lagi.Wajah manis dan lucu Lo.Gue seneng bisa ngeliat senyum Lo lagi.Senyum manis yang selalu gue kangenin.Gue seneng bisa ngeliat blushing Lo setiap di deket gue.Lo ternyata masih kecil dan polos, tap
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem