Dicky memelankan laju motor Ninja merah milik Adelia ketika sampai di halaman rumah gadis itu. Ya! Tadi memang Dicky yang memaksa untuk pulang bareng cewek itu daripada dijemput sama supir, selain karena Dicky yang masih khawatir jika Adelia harus bawa motor sendiri juga karena rumah mereka yang bersebelahan.
Adelia turun dari jok belakang sesaat setelah Dicky mematikan mesin motor nya, masih dengan ketawa-ketawa kecilnya karena mengingat ekspresi Reno di UKS tadi yang menurutnya sangat lucu dan pantas ditertawakan.
Dicky merapikan rambutnya, "Lo kenapa sih, Del? Aneh tau nggak? Dari tadi ketawa mulu? Belum juga hari jumat kliwon udah kumat aja?" ejek Dicky sembari turun dari motor juga.
Adelia spontan menoleh kearah Dicky dengan tawa yang sudah luntur dari bibirnya. Ia lantas menjitak kepala pemuda itu, "Heh! Lo kira gue apaan? Enak aja kumat? Lo tuh yang idiot! Cowok idiot! Wle~!" umpatnya lalu menjulurkan lidah kearah
Reno memutar gagang pintu kamar nya cepat lalu mendorongnya masuk. Dengan kesal Ia langsung melempar tas punggungnya ke sembarang arah dan kemudian menghempaskan tubuh atletisnya itu di kasur king size-nya dengan posisi terlentang dengan merentangkan kedua tangannya. Sebelah tangan Reno meraih guling di dekatnya lalu dipeluknya, "Sialan!! Bego banget sih gue? Kenapa juga gue bisa se-khawatir gitu sama Adelia? Padahal statusnya, dia kan rival gue? Nggak lucu dong gue khawatir sama musuh gue sendiri?" gerutunya. Tak berapa lama kemudian, Ia pun bangkit dari posisi tidurnya, "Biarin aja deh! Biar seneng dulu tuh anak, tapi awas aja ntar, gue bakal bikin dia jatuh cinta sama gue, biar nyahok dia!" Sesaat pandangan Reno mengarah pada sebuah kalender duduk di meja belajarnya, yang pada angka 14, Ia lingkari menggunakan bold maker warna merah dua hari yang lalu. Pemuda itu mengernyitkan dahinya seraya
Adelia menatap dirinya di depan cermin. Ia mengenakan jeans hitam yang memperlihatkan sedikit dengkul nya karena terdapat sobekan pada bagian itu. Lalu Ia juga memakai kaos panjang warna hitam pula tetapi dilengkapi dengan rompi jeans warna biru muda. Sepatu? Ia memakai sepatu casual hitam dan berlogo ceklist.Adelia tidak memakai banyak make up, hanya sedikit bedak tipis yang Ia oleskan pada pipinya tersebut sudah membuatnya terlihat cantik, apalagi dengan rambutnya yang tergerai bebas dan sedikit curly pada bagian bawah itu. Karena pada dasarnya, Adelia tomboy itu tidak suka make up.Setelah meminta izin kepada Marissa, Adelia langsung mengeluarkan motor Ninja merahnya dari bagasi kemudian menaikinya dan memakai helm full face-nya kemudian melesat keluar halaman rumahnya dan menuju ke cafe Delima, dimana Reno menunggu."Gue pesen pizza, spaghetti bollonice, friench fries, banana sweet, milk shake, sama vanilla la
BERANGKAT dan pulang sekolah bersama Dicky mulai hari ini sudah menjadi rutinitas baru Adelia. Dan orangtua mereka lah yang menyuruh nya dengan tujuan untuk mendekat kan mereka. Seperti sekarang ini, dua sahabat itu tengah berada di atas jok motor Ninja merah yang telah dimodif oleh sang pemiliknya, yaitu Dicky.Diam-diam cowok itu melirik spion motornya, sekedar untuk melihat objek menarik yang selama ini bayangan nya selalu memenuhi otak dan fikiran Dicky. Dan dibalik helm full face nya itu Ia pun menyunggingkan senyumnya. Dapat dirasakan Dicky, sesuatu dalam perut seperti sedang menggelitikinya.Gue seneng bisa ngeliat wajah Lo lagi.Wajah manis dan lucu Lo.Gue seneng bisa ngeliat senyum Lo lagi.Senyum manis yang selalu gue kangenin.Gue seneng bisa ngeliat blushing Lo setiap di deket gue.Lo ternyata masih kecil dan polos, tap
"Lo duluan aja deh ke kelasnya, gue mau ke loker dulu nih! Mau ambil buku! Oke? Bye!"Dicky menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sampingnya, Adelia, "Oh yaudah!" dan seperginya gadis itu, Dicky langsung diserbu cewek-cewek di sepanjang koridor yang sejak tadi asik bergosip ria dengan pemuda itu yang menjadi topik pertama dan utamanya."Haii Dicky""Pagi Dicky""Udah sarapan belum?""Kalo belum, bareng gue yuk ke kantin""Eh Kak, Lo sama Kak Adel ada hubungan apa sih kok bisa berangkat bareng?""Kalian pacaran ya?""Kok cepet banget sih jadiannya?""Nggak ada harapan lagi dong?""Sebel deh! Masa sih kalian pacaran?""Iya! Lo nggak pacaran sama Adelia kan, Dick?""Dicky, follback twitter sama ig gue dong?" 
"Adel? Gimana sama dinner Lo tadi malem? Lo, jadi kan dinner sama Kak Reno? Kalian udah jadian? PeJe dong?"Adelia menghentikan acara menulis nya dan menoleh ke araj sampingnya. Ia menatap Friska yang memasang wajah keponya itu dengan heran, "Iya! Biasa aja tuh! Dan, atas dasar apa gue jadian sama Reno? Idiot tau nggak!"Mendengar jawaban itu, Friska pun tertawa. "Hahaha!! Kan katanya Kak Reno mau deket sama Lo? Kali aja gitu dia langsung nembak Lo? Dia kan playboy jadi nggak butuh waktu yang lama dong buat PDKT?" katanya.Adelia mengidikka bahunya, "Idihh!! Mana mungkin!! Orang dianya aja tadi malah ngatain gue rakus? Songong banget nggak sih? Pengen rasanya gue timpuk dia dan gue tenggelemin di dasar samudra deh!" katanya sembari menggenggam erat penanya."Hahaha!! Kok bisa? Makanya yang jaim dikit dong di depan cowok jangan kayak orang kepalaran!" kata Friska namun Adelia hanya bertopang dagu, "Ya
"Huh~ pedes parah gila kuadrat!" gerutu Adelia sembari mengibaskan tangannya cepat di depan mulutnya yang terbuka. Ia pun langsung menyambar gelas berisi es teh manis itu dan meminumnya, "Duh~ pedes banget sih! Ini cabe, cabe setan kalik ya?" gumamnya lagi setelah menaruh gelas yang isinya telah tandas itu.Dicky yang berada di sebelahnya pun menghentikan aktivitas menyantap semangkuk bakso di depannya dan menoleh kearah Adelia, "Namanya juga cabe! Ya pedes lah! Kalo manis namanya bukan cabe! Makanya kalo nggak tahan pedes nggak usah sok-sok an pake sambel banyak! Tau rasa kan? Hahaha persis kayak cacing kepanasan Lo! Hahaha!!" ledeknya di sela-sela tawanya.Memang, Adelia tadi menuang 5 sendok sambal ke dalam baksonya. Cewek itu langsung meninju lengan Dicky seketika mendengar penghinaannya. "Heh! Siapa yang sok-sokan? Lo lupa ya kalo gue udah suka pedes tuh dari kecil? Kalo nggak pedes gue nggak napsu makan! Aduhh~ cepet siniin minum Lo do
"Ekhem! Adelia, Lo dipanggil tuh sama Bu Windy disuruh ke kantor guru sekarang!"Adelia melepaskan sedotan yang terhubung langsung dengan segelas es teh di tangannya itu dan memutuskan tatapan Dicky. Begitu pula dengan cowok itu yang langsung menarik kembali tangannya dari kening Adelia dan menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap kearah lain. Untuk menutupi saltingnya, Adelia pun segera menoleh ke sumber suara, "A- apa? Gue disuruh ke kantor guru? Ngapain?" tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri.Sedangkan cewek itu hanya mengangkat bahunya, "Nggak tau! Mending Lo kesana aja deh sekarang! Takutnya kan tuh guru ntar malah marah-marah lagi! Tau sendiri kan killernya kayak gimana dia kalo udah marah? Seremnya udah kayak macan kelaparan dan harima
Keluarnya dari kantor guru, Adelia dan Adrian bersama-sama menghentikan langkah mereka di depan pintu. Gadis itu berkacak pinggang sembari menolehkan kepalanya ke Adrian, sesungguhnya Ia malas sekali mendapat tugas itu apalagi berurusan dengan cowok yang belum pernah Ia kenali sebelumnya. "Heh, sebenarnya Lo belajar sendiri bisa kan? Kata Bu Windy aja tadi Lo pinter! Nggak usah manja deh, gue males dapet tugas ini tau nggak!" sebal Adelia.Cowok itu terlihat berfikir sebentar, "Ehm~ nggak!" jawabnya sembari menggelengkan kepala. "Gue nggak pernah belajar! Karena nggak ada nyuruh atau maksa gue buat belajar! Jadi buat apa gue belajar? Kecuali kalo ada ulangan aja sih, gue sempetin lah buka buku!" tambahnya lagi lalu menaikkan kedua alisnya.Adelia men
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem