"Ekhem! Adelia, Lo dipanggil tuh sama Bu Windy disuruh ke kantor guru sekarang!"
Adelia melepaskan sedotan yang terhubung langsung dengan segelas es teh di tangannya itu dan memutuskan tatapan Dicky. Begitu pula dengan cowok itu yang langsung menarik kembali tangannya dari kening Adelia dan menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap kearah lain.
Untuk menutupi saltingnya, Adelia pun segera menoleh ke sumber suara, "A- apa? Gue disuruh ke kantor guru? Ngapain?" tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri.
Sedangkan cewek itu hanya mengangkat bahunya, "Nggak tau! Mending Lo kesana aja deh sekarang! Takutnya kan tuh guru ntar malah marah-marah lagi! Tau sendiri kan killernya kayak gimana dia kalo udah marah? Seremnya udah kayak macan kelaparan dan harima
Keluarnya dari kantor guru, Adelia dan Adrian bersama-sama menghentikan langkah mereka di depan pintu. Gadis itu berkacak pinggang sembari menolehkan kepalanya ke Adrian, sesungguhnya Ia malas sekali mendapat tugas itu apalagi berurusan dengan cowok yang belum pernah Ia kenali sebelumnya. "Heh, sebenarnya Lo belajar sendiri bisa kan? Kata Bu Windy aja tadi Lo pinter! Nggak usah manja deh, gue males dapet tugas ini tau nggak!" sebal Adelia.Cowok itu terlihat berfikir sebentar, "Ehm~ nggak!" jawabnya sembari menggelengkan kepala. "Gue nggak pernah belajar! Karena nggak ada nyuruh atau maksa gue buat belajar! Jadi buat apa gue belajar? Kecuali kalo ada ulangan aja sih, gue sempetin lah buka buku!" tambahnya lagi lalu menaikkan kedua alisnya.Adelia men
DIBALIK rimbunnya semak-semak di taman itu, Friska berjalan mengendap-endap seperti maling. Sesuai dengan niatnya tadi yang ingin mencari tahu siapa cowok secret admirer nya Adelia. Ia terus melangkah di tanah subur yang ditumbuhi oleh rerumputan hijau tersebut dengan sebelah tangannya yang sedari tadi menggenggam erat ponselnya yang berlogo apel tergigit.Pandangan mata Friska tetap fokus pada satu titik, yaitu pintu gerbang belakang sekolah yang letaknya berada di ujung semak-semak yang dilalui oleh nya. Dan disitulah nanti Friska akan memantau karena warung tempat nongkrong anak-anak yang suka bolos berada di seberang pintu gerbang itu.Tak butuh waktu lama, gadis itu pun sampai disana, Friska dapat melihat beberapa anak laki-laki campuran dari kelas 10, 11, dan 12 yang sebagian dari mereka ten
"Eh eh, lo lo pada ada yang liat tas gue dimana nggak?" "Eh, lo liat tas gue nggak!""Lo liat nggak?""Nggak ya? Aduh dimana dong?""Masa nggak ada yang liat sih?"Sekarang ini Adelia tengah sibuk menanyakan keberadaan tasnya pada beberapa orang teman di kelas. Belum lama tadi bel telah berbunyi dan jadwal pelajaran saat ini Biologi dimana hari ini semua harus sudah mengumpulkan tugas makalah yang diberikan oleh Pak Darmawan seminggu yang lalu. Dan masalahnya, makalah itu ada di dalam tasnya yang hilang entah kemana.Adelia berkacak pinggang di sebelah bangku
Adrian berdiri dengan bersender di samping motor Ninja ungunya. Sesuai dengan perjanjian tadi, kalau ia akan menunggu Adelia di parkiran. Sembari mengunyah permen karetnya, cowok itu mengedarkan pandangannya ke semua arah. Menelusuri dimana satu cewek diantara murid-murid yang berlalu-lalang di area parkiran itu.Tepat saat Adrian menoleh ke satu arah, ia melihat Adelia bersama Friska dan seorang cowok yang belum ia kenali sebelumnya. Mereka berjalan bersama dengan diiringi canda tawa yang renyah. Dan sesaat setelah mata Adelia bertemu dengan mata Adrian di samping motornya itu, tawanya luntur sudah, berganti dengan wajah datar. "Kita belajar di rumah gue aja ya! Gue males kemana-mana!" seru Adrian begitu Adelia, Friska dan Dicky telah berhenti di hadapannya.
"Rumah lo kok sepi banget ya? Ada orang nggak sih di dalem?" Adelia terheran-heran memperhatikan rumah yang begitu besar dan luas tetapi terlihat sepi tanpa penghuni. Adrian segera turun dari motornya dan menghampiri Adelia. "Setiap hari emang selalu kayak gini rumah gue! Soalnya bonyok di luar negeri dan gue disini tinggalnya ya cuma sama beberapa pembantu dan tukang kebun gue doang! Miris nggak sih? Tapi, ya udah lah, nggak penting! Masuk yuk!" tuturnya kemudian berjalan dahulu.Adelia pun menatap punggung cowok itu yang kini tengah berjalan di beberapa undakan untuk menuju pintu utama. Adelia tidak tahu bagaimana jadinya dirinya kalau berada di posisi Adrian yang hidup tanpa kasih sayang dari orangtua itu. Sedikit rasa kasihan pun muncul di dalam hati Adelia.
FRESH. Kesan pertama yang Adelia lihat dari sosok Adrian, juniornya yang belum pernah ia kenali sebelumnya itu. Dengan rambut yang masih sedikit basah karena habis keramas dan juga pakaian santainya, yaitu kaos oblong yang memperlihatkan lengan berotot nya dan celana jeans hitam sedengkul, yang melekat di tubuh six spack nya itu, Adrian berjalan menuruni tangga sembari mengusap-usap rambutnya, membuat titik-titik air bekasnya keramas itu pun tersirat ke samping kepalanya.Tapi, Adelia hanya cuek bebek saja, tetap duduk tanpa mengubah posisinya betopang dagu dengan bantal sofa di pangkuannya. Sampainya Adrian di ruang tamu tempat Adelia menunggu, cowok itu langsung duduk pada sofa panjang dan meletakkan buku-buku yang ia bawa diatas meja. "Kita belajar apa?" tanya Adelia datar.Adrian pun menolehkan kepalanya kearah Adelia, "Menurut gue, ada baiknya kalo kita kenalan dulu deh! Walaupun udah tau nama satu s
"Tolong .. Jambret!! Tolong .. Jambret!! Tolong .. Ada jambrett!!"Sebuah teriakan khas ibu-ibu dari satu arah terdengar sampai gendang telinga Reno, membuat pemuda yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya itu langsung menghentikan laju motornya yang semula berjalan berkecepatan sedang, dan mengedar kan pandangannya ke sumber suara.Tepat di satu titik-di depan sebuah toko kue-Reno menemukan seorang wanita paruh baya tengah menjerit meminta tolong, juga dua orang laki-laki berpakaian seperti preman tengah berlari dengan terbirit-birit menuju kearahnya, dengan salah satu dari mereka yang menenteng sebuah tas.Dengan cepat, Reno melepas helm dan turun dari motor gedenya itu lalu berkacak pinggang dan mengangkat sedikit kaki kirinya membentuk sudut 45° bermaksud untuk membuat satu dari mereka terjatuh. Reno dengan santai bersiul dan seolah-olah sedang melihat-lihat sekitarnya. Dan benar saja, saat preman it
"Nak Reno, kamu duduk duduk dulu disini ya! Tante mau ke belakang dulu!" Marissa berkata sembari menduduk kan Reno pada sofa panjang ruang tamu itu kemudian berjalan ke arah dapur untuk memanggil pembantu nya. "Bikk .. Bibik .." teriaknya."Iya, Nya!" jawab pembantu itu dengan sebuah spatula di tangannya. "Tolong siapin air es sama handuk kecil, terus bawa ke depan ya! Cepet!" kata Marissa cepat sembari membuka pintu kulkas dan mengeluarkan sebotol air putih dingin kemudian dituang pada gelas. "Baik Nya!" jawab pembantu itu.Sembari menunggu Marissa yang berada di dapur, Reno mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang tamu itu. Dan saat ia melihat di dinding, ternyata ada sebuah foto keluarga disana. Ayah, ibu, dan satu gadis kecil ditengahnya. Beberapa saat, Reno memperhatikan foto gadis kecil itu, ia seperti mengenalnya. Mulai dari wajah, gaya tomboy, sampai senyum nya benar-benar familiar di mata Reno. Tapi siapa? Reno mengernyit
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem