Sabian terlihat panik melihat ada dasar segar mengucur dari balik baju Kirana, wajahnya terlihat ketakutan dan pucat pasi, ia khawatir terjadi apa-apa dengan Kirana istri tercintanya.
"Sayang, tenanglah sedikit, aku tidak apa-apa, jangan berteriak seperti itu apa kau mau karyawanmu mendengar teriakanmu itu?" tanya Kirana dengan lembut.
"Tidak apa-apa bagaimana, lihatlah darah ini?" Sabian menunjuk darah yang mengalis cukup banyak dari balik baju Kirana.
Kirana menjelaskan bahwa darah itu adalah siklus bulanannya jadi Sabian tidak perlu panik, yang dibutuhkan Kirana saat ini adalah pembalut dan baju baru, karena bajunya sudah terkena noda darah jadi tidak mungkin untuk di pakai keluar ruangan.
Mendengar Kirana mengatakan bahwa itu adalah darah Haid, Sabian cukup lega tetapi mendadak raut wajahnya menjadi suram, sudah jarang sekali bisa menyentuh sang istri sekali bisa berduaan malah datang bulan itu mengakibatkan d
Sabian mendengus kesal karena tidak bisa mengungkapkan dengan jelas apa maksud hatinya, Mike semakin kebingungan karena mengetahui sang bos tidak dalam suasana hati yang baik, Hanna pun ikut mencerna apa yang di maksud oleh atasannya itu."Mike, mungkin yang di maksud presdir adalah dia sedang ingin melakukan hal itu tapi nyonya sedang datang bulan, apa yang kau biasa lakukan?" Bisik Hanna.Mike mengerti dan mengangkat jempolnya ke arah Hanna, "Cobalah mengalihkan pikiran presdir ke hal positif lainnya, karena ini sedang berada di kantor jadi anda bisa cek jadwal anda atau mengecek laporan keuangan perusahaan yang saya berikan ini,".Sabian mencoba mengehla nafas dan memusatkan pikirannya, ia meminta Mike kembali bekerja setelah mengucapkan terima kasih padanya. Sabian belum bisa meredakan hastar terpendamnya hal ini berdampak pada emsi yang tidak labil, hari ini sudah berapa karyawan terkena imbasnya, ia selalu marah se
Kirana mengatakan bahwa tempat di mana yang membuat mereka nyaman melakukan kegiatan bersama, Sabian semakin pusing dengan teka-teki yang di berikan oleh istri tercinta, bahkan ia tidak tahu harus mengendarahi mobil menuju mana."Kita kembali ke rumah Sabian, aku akan memanjakanmu di tempat pribadi milik kita berdua," jawab Kirana."Ke rumah? bagian rumah mana yang bisa membuatku bisa melupakan hasrat terpendamku ini kirana?" tanya Sabian yang kebingungan.Tempat pribadi yang sering mereka gunakan untuk menghabiskan watu bersama, mengobrol sepanjanng malam sampai lupa waktu, tempat yang sangat pribadi untuk melakukan hubungan suami istri, "Kira sudah sampai Sabian, ayo kemarilah aku akan membantumu membuka baju dan mandi,"Sabian mengumpat di hatinya karena kesal merasa di permainkan oleh Kirana, dia sedang datang bulan membawanya ke kamar pribadi dan melayaninya membuka serta memabntunya mandi
Kirana masih menikmati dekapan hangat dari sang suami, kenyamanan yang diberikan oleh Sabian membuatnya tak bisa berkata apa-apa lagi selain menikmati semua kebaikan yang di berikan oleh Sabain kepadanya."Kenapa aku tidak boleh membuatkan makanan untukmu Sabian, jika kau pelur aku terus seperti ini rasanya aku juga ingin waktu berhenti berputar sebentar agar aku bisa menikmati waktu bersamamu lebih lama," ucap Kirana yang hatinay berbunga-bunga."Jangan khwatir kirana apapun yang kau inginkan akan aku berikan untukmu selama aku mampu, kau sudah melayaniku sejak tadi, tidak usah memasak lagi, biarkan pada pelayan yang memasak untukku." Sabian memegang erat tangan Kirana.Kirana menurut apa yang di ucapkan oleh suaminya, ia menelpon bagian dapur agar mengirimkan makanan ke kamar untuk Sabian, sambil menunggu makanan datang mereka bercengkrama di bawah jendela sambil menikmati pemandangan bulan
Kirana menuju pintu untuk segera membukanay karena mengira makanan yang ia pesan sudah siap di sajikan oleh pelayan yang ada di rumah tetapi, dia adalah bocah kecil yang sangat menggemaskan bernama Bima Alexander."Kenapa lama sekali membukakan pintu, apakah mama dan ayah bermesraan lagi tanpa ada aku di sini?" teriak Bima dengan nada marah."Kau tidak boleh berteriak seperti itu, apakah jalan-jalanmu menyenangkan hari ini?' Kirana memeluk anaknya yang merajuk baru pulang jalan-jalan bersama sang kakek.Bima sudah tidak merajuk lagi belum menjawab pertanyaan mamanya, ia berlari kedalam kamar dan menemui ayahnya sambil membawa satu kotak ayam goreng yang ia beli saat jalan-jalan bersama kakeknya."Ayah, lihatlah apa yang Bima bawa, ini adalah makanan kesukaan kita berdua. ayo makan sambil nonton," ucap Bima sambil menyodorkan kotak berisi ayam goreng lezat."Terima kasih Bima, aya
Kirana mengelus rambut Sabian dengan lembut, tidak ada orang tua yang mengabaikan tumbuh kembang anaknya, termasuk sabian yang merasa belum bisa mendidik anaknya."Kamu sudah bisa memposisikan sebagai ayah yang baik kok, kamu selalu meluangkan waktu untuk Bima, menafkahinya dan memberikan kasih sayang yang tulus, tidak perlu minta maaf padaku," Kirana mengecup keninh suaminya."Terima kasih Kirana, aku hanya merasa kurang sabar menghadapi Bima, kadang aku membentaknya, padahal butuh waktu lama aku menemukan dia," ucap Sabian dengan nada lemah.Kirana menyemangati suaminya lagi, seharusnya dia tidak seresah ini, baginya Sabian adalah sosok ayah dan suami yang baik, waktu sudah larut malam, saatnya mereka harus istirahat."Istirahatlah sayangku, besok kau harus bekerja lagi, jangan berpikir macam-macam," ucap Kirana.Sepasang suami istri itu terlelap dalam selimut yang sama, tidur
Kirana langsung lari mendengar kabar terjadi sesuatu dengan tuan Handoko, didampingi Sabian ia mengecek apakah yang sedang terjadi, saat mengetahui jika tuan Handoko sedang pingsan, Kirana memanggil Dokter Jay untuk datang ke rumahnya."Apa yang terjadi dengan kakekku, Dokter?" tanya Kirana dengan sedih."Tuan Handoko hanya perlu istirahat, di usianya yang sudah renta ini memang harus banyak istirahat, aku resepkan obat untukmu nanti tebus ya di apotik," jawab Dokter Jay.Kirana menerima catatan resep itu tanpa berekpresi, ia hanya mengangguk setiap Dokter mengatakan sesuatu, pikirannya sudah buyar tidak mampu memikirkan apapun, ia hanya ingin kakeknya cepat sembuh.Tangan yang sudah berkeriput itu akhirnya bergerak dan meraih tangan cucunya, ia memegang dengan pelan."Kakek, kau sudah sadar!" tanya Kirana yang senang saat tuan Handoko sudah sadar dari pingsannya."Jangan
Sandra mengelus rambur keponakannya itu, memang Lusi dan Sandra itu akan menikah dalam waktu dekat, semua sudah di persiapkan dengan matang, ia juga ingin membangun rumah tangga yang bahagia."Bima, paman dan Bibi Lusi akan menikah sebentar lagi, jadilah saksi di pernikahan kami ya, sekarang sarapan dulu bersama kami," ucap Sandra."Baik paman, oh iya hari ini aku ada sekolah apakah paman dan bibi mau mengantar dan menjemputku sekolah hari ini menggantikan mama dan ayah?" tanya Bima."Dengan senang hati keponakan bibi tersayang," Lusi mengecup kening Bima.Hari ini segala kebutuhan Bima di urus oleh Lusi dan Sandra, sedangkan Kirana dan Sabian sibuk mengurus tuan Handoko yang terbaring di rumah sakit, belum ada kabar dari mereka, Lusi juga tidak ingin menganggunya, lebih baik mewakili mereka menjadi orang tua Bima.***"Dokter bagaimana keadaan kakek saya?" tanya Kirana de
Sabian melihat istrinya yang tertidur pulas di dalam mobil, pertama yang dia lakukan adalah menggendong Bima pergi ke kamar untuk istirahat."Biarkan mama istirahat di dalam mobil sebentar, ayo ayah antar kamu ke kamar lebih dulu sayangku," Sabian menengadahkan tangan ke Bima."Baiklah ayah, tapi apakah tidak apa-apa meninggalkan mama sendirian di mobil?" tanya Bima."Tidak apa-apa ini sudah di dalam rumah keluarga Handoko siapa yang berani menyakiti mamamu nak?" Sabian menepuk pundak Bima.Bima mengerti sekarang, ia lupa kalau sudah berada di dalam kediaman Handoko yang sangat nyaman dan tentram. tidak ada yang berani mengusik ketenangan mereka, bahkan jika ada yang berani menyentuh sehelaipun rambut Kirana para pengawal akan langsung mengeksekusi para penjahat itu."Bima istirahatlah, ayah sekarang mengurus mama yang sedang sedih, maafkan ayah yang kurang menemanimu ya," Sabian
Bima menginginkan Terus bisa bersama Clarisa selamanya, ia tak mempedulikan apa yang dikatakan Clarisa dan terus malanjutkan napsunya melucuti semua pakaian Clarisa dan bercinta dengannya sampai puas.Bima sangat menyukai apa yang ia lakukan terlebih di dalam hatinya tak ingin kehilangan Clarisa."Bima kau membuatku sakit," ucap Clarisa lirih."Maafkan aku Clarisa, aku melakukan ini karena aku cemburu dengan siapa saja yang pernah bersamamu, saat ini dan selamanya kau adalah milikku," balas Bima.Mereka melakukan lagi kegiatan yang menyenangkan dimalam itu. Hingga menjelang pagi dan juga di hari-hari berikutnya mereka sering bertemu dan melakukan itu sepanjang hari. ENtah apa yang ada di pikiran keduanya hingga kejadian yang tak terduga pun terjadi."Clarisa kau sudah beberapa hari tidak masuk kerja kenapa?" tanya Kirana lewat sambungan telepon."Saya sedang sakit nyonya, tidak tahu ini kenapa badanku rasanya lemas sekali," jawab Clarisa.
Bima memasang raut wajah yang berbeda dari tadi. Sebenarnya ada apa ya kenapa sampai seperti itu. "Kau tanya padaku, seharusnya kau tidak usah tahu apa yang aku rasakan," jawab Bima. "Kau kenapa sayang, padahal tadi kau sangat tampan," ucap Clarisa. Bima semakin jengkel mendengar ucapan Clarisa berati tadi dia sangat jelek dimatanya. Mungkin pria yang permah ia ajak kesini lebih tampan darinya. Bima sangat kesal sekali. Perasaannya campur aduk. "Apakah aku lebih jelek dari para pria yang pernah kau ajak kesini, aku tidak mau makan di sini," ucap Bima merajuk. "Kau lapar dari tadi, kalau kamu sakit aku akan sedih, kau marah karena mendengar pemilik warung tenda ini ya?" tanya Clarisa. Clarisa mengatakan pria yang pernah datang ke sini bersamanya lebih sering adalah ayahnya saat belum terpengaruh oleh ibu tirinya. Selebihnya hanya Antoni yang sekarang berkhianat. Tiba-tiba ia teringat lelaki yang pernah ia ajak ke sini semuanya berkhiana
Bima melirik Stevan yang ada di sofa ujung sebelum menjawab pertanyaan kakeknya. Ia mengedipkan mata memberikan sebuah kode."Ah itu aku serahkan kepada Stevan saja. Biar dia mengajari adiknya bagaimana rasanya belajar ilmu bela diri, juga menjadi lelaki yang kuat," jawab Bima."Maksudmu apa Bima?!" gertak tuan Alexander marah.Bima menjabarkan maksudnya. Sean ini belum mengerti mana musuh mana kawan. Stevan sudah terlatih dan bisa di andalkan untuk mengajari adiknya sendiri."Kakek tenanglah, kita serahkan pada Stevan bagaimana dia akan mengajari adiknya," jawab Bima."Aku tak yakin kalau ia tega menghukum adiknya sendiri!" seru tuan Alexander.Bima menegaskan kalau Bima akan menemani Stevan untuk melatih Sean yang masih polos dan selalu bertindak gegabah."Tuan Alexander tenang saja orang yang salah memang harus di hukum bukan. Aku harus bertanggung jawab atas masalah ini!" tegas Stevan."Aku pegang janjimu anak muda," ucap t
Belinda mencibit punggung kakaknya yang ternyata meremehkannya. Belinda menagtakan akan mengikat tangan dan kaki Sean di bangku mungkin ia akan mengguyurnya menggunakan air hingga basah sebelum mengelurkan kata-kata kasar karena berani menyakiti kakaknya."Aku bisa saja mengguyurnya dengan air atau menimpuknya dengan beberapa penghapus papan tulis ke kepalanya agar dia tidak seenaknya bertindak," balas Belinda."Kau benar-benar adikku kalau begitu," sahut Bima.Bima memarkir motornya di garasi rumah mereka. Belinda memberi salam pada kakeknya yang berada di ruang keluarga dan menceritakan bahwa kakaknya habis di keroyok oleh geng motor saat pulang mengantarnya sekolah."Apa katamu, lalu kakakmu sekarang dimana?" tanya tuan Alexander panik dan kaget."Aku ada disini kakek, jangan dengarkan Belinda berbicara karena aku tidak apa-apa," jawab Bima.Tuan Alexander beridiri dari kursinya dan memutari tubuh Bima mengecek apakah ada yang lecet di tu
Bima melahap makananya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan dari Clarisa. Sepertinya gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi."Aku tadi di hadang geng bermotor," jawab Bima singkat."Apa yang terjadi, apa kau bertemu musuh?" tanya Clarisa panik.Bima menarik Clarisa sampai ke pangkuannya ia mencecap bibirnya agar tidak terlalu banyak bicara. Saat sudah tenang ia baru menceritakan apa yang terjadi."Jadi seperti itu, lucu sekali anak SMA itu, bukannya sungkem dengan kakak calon pacar malah menghadangnya," ucap Clarisa terkekeh."Untung aku tidak menghajarnya tadi marena dia adiknya Stevan," balas Bima.Stevan adalah sahabat Bima tapi Clarisa belum begitu dekat dengan orang itu. Biarlah yang penting Clarisa akan mempertahankan Bima apapun yang terjadi."Masakan hari ini enak sekali," ucap Bima."Apa kau menyukainya. Kalau begitu aku akan lebih sering memasak untukmu," balas Clarisa.Bima menatap raut bahagia gadis it
Bima menghentikan motor dan belum membuka helmnya. Ia terkekeh melihat tingkah geng motor anak SMA didepannya."Yang mana bosmu, suruh maju ke depan!" seru Bima."Bedebah, sudah memakai motor butut kau berani membonceng gadis pujaan bos kami, kau pikir kamu pantas berhadapan dengan bos kami?" hardik salah satu anggota geng motor lainnya.Bima semakin terkekeh dengan anak muda yang mengedepankan emosi dari pada pikiran mereka. Motor butut ini jika dipakai untuk membeli keangkuhan mereka juga bisa."Anak muda jaman sekarang tidak mengerti motor antik ya?!" ledek Bima."Lepas helm kamu jika punya nyali!" hardik salah satu anggota geng motor itu.Bima menggelengkan kepalanya. Ia tak punya masalah dengan mereka untuk apa melepas Helm. Meladeni bocah sungguh membuat Bima merasa rendah ia menyalakan motornya dan menggeber gas dengan kencang membuat mereka tersulut emosi dan salah satu menyerangnya."Kurang ajar sekali apa kau tak mengerti si
Bima hanya berjanji untuk mengajaknya jalan-jalan. Mungkin hari minggu nanti Bima akan meminjam mobil untuk mengajak jalan-jalan adiknya."Dia ingin mempunyai kakak perempuan. Sepertinya dia sudah jatuh hati pada seseorang dan ingin jalan-jalan dengannya!" seru Bima."Jadi dia meminta ijinmu untuk mengajak Clarisa jalan-jalan?" tanya Kirana.Bima mengangguk tapi dia juga mengutarakan kekhawatirannya jika mereka hanya pergi berdua saja. Jadi hari minggu nanti dia akan mengawasi dua wanita itu jalan-jalan."Bagus kalau begitu ayah juga akan meminta orang untuk mengawasi mereka berdua," balas Sabian."Sekarang tidurlah, besik masih hari sabtu Belinda juga masih harus sekolah," pinta Kirana.Belinda senang mendengar jawaban kedua orang tuanya serta kakaknya. Ia segera lari ke kamarnya setelah mebgucapkan terima kasih ke ayah dan mamanya."Ayah terima kasih sudah percaya padaku!" seru Bima."Sudah seharusnya ayah percaya padamu Bima
Bima menatap ayahnya yang sedang fokus menyetir itu. Kemudian ia tertawa kecil sambil menepuk pundak Sabian ia berkata, "Seharusnya ayah tidak bilang cari istri yang bisa masak,"Sabian menggelengkan kepalanya kenapa bisa salah bicara apa maksud Bima yang sebenarnya. Perasaannya sudah benar karena memakan masakan yang di buat istri itu menyenangkan."Lalu apa yang kau ingin ayah katakan tentang memilih istri?" tanya Sabian."Cukup katakan cariah istri yang sefrekuesi, meneremi segala keadaan susah, senang, sedih, kaya atau miskin," jawab Bima.Bima menuturkan mungkin dahulunya sang mama juga tidak bisa memasak. Karena keadaan menuntutnya untuk bisa mengenyangkan perutnya sendiri maka ia harus bisa mengolah bahan makanan menjadi makanan yang lezat. perjalanan untuk bisa memasak juga tak muda karena jaman sekarang tidak seperti jaman dahulu kala."Ayah jangan telalu kolot wanita sekarang tidak seperti wanita jaman dulu, banyak media untuk berlatih me
Bima mengambil ponselnya dan melihat telepon masuk dari mana. Ternyata dari sang kekasih hati Clarisa Manggala. Bima yang awalnya kesal menjadi lunak hatinya karena mendapatkan telepon dari sang kekasih hati."Haloo kesayangan, apa kau merindukanku?" tanya Bima sambil tertawa."Jangan kegeeran siapa juga yang merindukanmu, tadi adikmu menelponku!" jawab Clarisa.Bima menanyakan ada apa gerangan sehingga Belinda menelpon kekasih hatinya. Baru saja Bima merencanakan jalan-jalan dengan mereka bertiga kenapa bisa Belinda membuat ulah seperti ini. Pikiran Bima sudah menari kemana-mana."Apa adikku membuat ulah padamu?" tanya Bima yang panik."Tidak ada, dia hanya mengabari kalau hari minggu ingin mengajakku jalan-jalan," balas Clarisa.Bima tersenyum kecut, ternyata anak kecil itu sudah tak sabaran mengajak calon kakak iparnya untuk jalan-jalan sendirian. Bima merasa cemburu karena adik kesayangannya ingin memiliki kakak perempuan daripada mempun