Kirana langsung lari mendengar kabar terjadi sesuatu dengan tuan Handoko, didampingi Sabian ia mengecek apakah yang sedang terjadi, saat mengetahui jika tuan Handoko sedang pingsan, Kirana memanggil Dokter Jay untuk datang ke rumahnya.
"Apa yang terjadi dengan kakekku, Dokter?" tanya Kirana dengan sedih.
"Tuan Handoko hanya perlu istirahat, di usianya yang sudah renta ini memang harus banyak istirahat, aku resepkan obat untukmu nanti tebus ya di apotik," jawab Dokter Jay.
Kirana menerima catatan resep itu tanpa berekpresi, ia hanya mengangguk setiap Dokter mengatakan sesuatu, pikirannya sudah buyar tidak mampu memikirkan apapun, ia hanya ingin kakeknya cepat sembuh.
Tangan yang sudah berkeriput itu akhirnya bergerak dan meraih tangan cucunya, ia memegang dengan pelan.
"Kakek, kau sudah sadar!" tanya Kirana yang senang saat tuan Handoko sudah sadar dari pingsannya.
"Jangan
Sandra mengelus rambur keponakannya itu, memang Lusi dan Sandra itu akan menikah dalam waktu dekat, semua sudah di persiapkan dengan matang, ia juga ingin membangun rumah tangga yang bahagia."Bima, paman dan Bibi Lusi akan menikah sebentar lagi, jadilah saksi di pernikahan kami ya, sekarang sarapan dulu bersama kami," ucap Sandra."Baik paman, oh iya hari ini aku ada sekolah apakah paman dan bibi mau mengantar dan menjemputku sekolah hari ini menggantikan mama dan ayah?" tanya Bima."Dengan senang hati keponakan bibi tersayang," Lusi mengecup kening Bima.Hari ini segala kebutuhan Bima di urus oleh Lusi dan Sandra, sedangkan Kirana dan Sabian sibuk mengurus tuan Handoko yang terbaring di rumah sakit, belum ada kabar dari mereka, Lusi juga tidak ingin menganggunya, lebih baik mewakili mereka menjadi orang tua Bima.***"Dokter bagaimana keadaan kakek saya?" tanya Kirana de
Sabian melihat istrinya yang tertidur pulas di dalam mobil, pertama yang dia lakukan adalah menggendong Bima pergi ke kamar untuk istirahat."Biarkan mama istirahat di dalam mobil sebentar, ayo ayah antar kamu ke kamar lebih dulu sayangku," Sabian menengadahkan tangan ke Bima."Baiklah ayah, tapi apakah tidak apa-apa meninggalkan mama sendirian di mobil?" tanya Bima."Tidak apa-apa ini sudah di dalam rumah keluarga Handoko siapa yang berani menyakiti mamamu nak?" Sabian menepuk pundak Bima.Bima mengerti sekarang, ia lupa kalau sudah berada di dalam kediaman Handoko yang sangat nyaman dan tentram. tidak ada yang berani mengusik ketenangan mereka, bahkan jika ada yang berani menyentuh sehelaipun rambut Kirana para pengawal akan langsung mengeksekusi para penjahat itu."Bima istirahatlah, ayah sekarang mengurus mama yang sedang sedih, maafkan ayah yang kurang menemanimu ya," Sabian
"Apa yang membuatmu beruntung di dunua ini Kirana?" tanya Sabian yang penasaran dengan yang dimaksud istrinya.Kirana menatap mata suaminya dengan kelembutan dan memeluknya erat, tidak ada yang bisa menggantikan kenyamanan saat memeluk Sabian, ia berharap akan bersama dalam suka dan duka sampai akhir hanyat."Yang membuatku beruntung di dunia ini adalah memilikimu dan Bima, aku tak memandang hartamu tapi kasih sayang yang kau berikan lebih dari cukup," ucap Kirana sambil menitikkan air mata.Sabian mencecap bibir istrinya mesra, ia tak tahan dengan kata-kata manis yang terlontar dari mulut istrinya, semakin dalam dan semakin intim mereka melakukan hubungan suami istri dikamar milik mendiang tuan Handoko, mereka tak menyadari terbuai dalam asmara hingga melupakan bahwa di rumah ini masih dalam suasana berkabung."Astaga, maafkan aku istriku aku larut dalam kesenangan dan melupakan bahwa kita masih dal
Kirana menatap anak semata wayangnya, sekarang Bima sudah sebesar ini masuk Taman Kanak-Kanak setahun lagi Sekolah Dasar dan melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi tentu saja waktunya akan habis di gunakan bersama teman-temannya."Bima jika kau sudah besar dan dewasa itu membuat mama sedih karena kau akan lebih menghabiskan waktumu di luar rumah bersama teman-temanmu daripada bersama mama," ucap Kirana."Tapi walaupun aku sudah dewasa aku tetap anak mama kan?" tanya Bima.Tentu saja sampai kapanpun Bima adalah anak kesayangan kirana dan Sabian, walaupun mempunyai adik atau sudah menikah dan punya anak, rasa sayang Kirana dan Sabian tidak akan pernah putus untuknya. Kirana menggandeng Bima masuk dalam mobil menuju kantor ayahnya."Anak ayah sudah pulang? apa yang kamu kerjakan di sekolah nak?" tanya Sabian saat bertemu dengan anaknya."Selain belajar aku juga bertengkar
Sabian sedikit terkejut dengan pertanyaan Bima, bisa-bisanya anak usia taman kanak-kanak melakukan kejahatan karena mereka anak pejabat, lalu kenapa kalau anak pejabat, yang namanya kejahatan itu seharusnya di hukum tanpa pandang bulu."Kau tidak perlu khawatir Bima, semua orang harus di hukum jika mereka melakukan kejahatan, termasuk anak para pejabat," ucap Sabian."Aku hanya takut nanti ayah kalah melawan para pejabat, ayah kan hanya orang biasa," ucap Bima.Sabian tersenyum dan menenangkan putranya, Sabian akan melakukan segala cara bila terbukti Bima mendapatkan perundungan di sekolah, jangankan yang mengaku anak pejabat, siapapun itu harus menerima hukuman jika sudah menyinggung Sabian dan keluarganya."Makanlah, setelah ini kau bisa pulang bersama mama untuk istirahat," Sabian mengecup kening Bima."Baiklah ayah, aku percaya pada ayah sepenuhnya, tapi aku tidak ingin
Sabian hanya bisa mengelus dada karena tidak mungkin dia memukul seorang bocah kecil yang berbicara sombong sekali seperti ini, Sabian menatap ibu wali kelas Bima yang berada di sampingnya, Kirana mencengkram kuat pundak Sabian agar lebih tenang menghadapi kenakalan anak kecil."Murid kesayangan ibu guru, ayo kita ke kantor guru dahulu kita nanti akan menelpon ayahmu ya," bujuk ibu guru Bima kepada murid kecil yang angkuh itu."Baiklah, tunggu saja ayahku datang dan akan menghukum kalian orang rendahan," ucap murid kecil itu.Sabian sebenarnya ingin memaki bocah kecil itu tapi mau bagaimana lagi, Kirana terus membisikkan kalimat yang menenangkan, sehingga Sabian terus bersabar sambil menggandeng anaknya, Bima terlihat tenang namun mungkin batinnya tersiksa apakah semua ini akan berakhir."Sekarang aku akan menelpon ayahku, kau paman yang bersikap tengil akan menerima akibat jika ayahku sudah marah, k
Sabian masih memandang sinis pegawai di kantor wali kota itu, istri dan anak dari pegawia itu masih terkejut kenapa ayahnya berlutut memohon ampun kepada Sabian, memangnya siapa pria tampan dan bersikap arogan itu, sepertinya adalah orang yang tidak dapat di singggung."Apa kau kira aku ini kekurangan uang sehingga mau mengganti rugi materi yang aku alami hari ini?" tanya Sabian."Tidak tuan muda, tolong jangan ekspose ke media jika aku punya selir yang aku sembunyikan," ayah dari anak pembuly memohon lagi.Sabian tersenyum kecut, ia melirik istrinya seakan meminta pendapat apa yang harus ia lakukan kepada pasangan yang menyembunyikan hubungannya ini, Kirana membisikkan sesuatu kepada Sabian memberikan pendapat tentang hukuman apa yang harus mereka dapatkan."Kau ini berani berbuat tetapi tidak ingin publik mengetahui bahwa kau memiliki istri dab anak laki-laki yang tidak terdaftar di balai nikah?" t
Sabian menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak mau di balas kebaikannya, ia merangkul Kirana yang menggandeng Bima."Kau tak perlu berterima kasih, semua ini sudah kehendak tuhan," ucap Sabian."Kalau begitu nyonya Kirana, saya ucapkan terima kasih juga padamu," ucap nyonya sah.Kirana menyunggingkan senyuman, ia meraih tangan nyonya sah yang baru saja mengurus perceraian, serta melaporkan suami ke intansi tempatbya bekerja agar di copot jabatannya."Nyonya, kau juga berhak bahagia, aku selalu berdoa untukmu dan putrimu, kau wanita yang kuat, aku percaya itu!" Seru Kirana."Terima kasih, aku dan anak-anak akan selalu mengingat kebaikan kalian," ucap nyonya sah sambil menitikkan air mata.Kirana menghapus air mata yang keluar membasahi pipi wanita yang masih cantik walau sudah berumur itu, pengkhianatan memang menyakitkan, tetapi jangan terlalu berlarut karena