Home / Pernikahan / Cinta Satu Malam dengan Berondong / Lebih Hebat Aku atau Mantanmu?

Share

Lebih Hebat Aku atau Mantanmu?

Author: Sara Maureen
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Padma, ada Badai di bawah.”

Padma yang baru saja membuka pintu kamarnya untuk sang ibu langsung menatap perempuan paruh baya tersebut dengan tak percaya. “Badai?”

“Iya, pacar kamu.” Walaupun sudah ratusan kali dibilang kalau ia dan Badai masih di tahaop ‘pendekatan’, bagi sang ibu tetap saja lebih mudah menyebut Badai sebagai pacar Padma. “Buruan gih, ganti baju yang sopan dikit buat ketemu Badai.”

Padma menunduk untuk menatap pakaian yang ia kenakan—celana pendek lima senti di atas lutut dan kaos universitasnya yang sudah lusuh tapi nyaman untuk dipakai.

Hari ini adalah hari Jumat dan ia baru saja pulang dari kantor, berharap bisa me time dengan nonton N*****x sampai malam.

“Ketemu Badai doang kan? Begini ajalah.” Padma berdecak pelan. Baru juga lima hari yang lalu mereka memberi tahu para orangtua mengenai keputusan mereka, tapi Badai sudah gencar datang ke rumahnya ‘selayaknya’ calon suami sungguhan.

“Padma….”

“Ma, dia kan calon suami aku….” Padma rasanya mau muntah saat mengatakan kalau Badai adalah calon suaminya. “Jadi ya dia mesti terima aku apa adanya dong. Nggak mungkin aku temuin dia di rumah perlu ganti pakai gaun dan makeup kan?”

Sang ibu hanya bisa menggeleng mendengar jawaban Padma. “Terserah kamu deh, Sayang. Ayo, temuin Badai di samping kolam renang. Dia tadi lagi ngobrol sama Papa di sana.”

Padma tak punya pilihan lain selain menuruti kata-kata ibunya. Di belakang rumahnya, terdapat kolam renang tempat di mana biasanya keluarga mereka menghabiskan waktu untuk bersantai atau untuk berolahraga.

“Nah, itu Padma-nya.” Ayah Padma langsung tersenyum lebar begitu mendapati putrinya berjalan menuju kursi santai yang ia duduki dengan Badai. Walau begitu, keningnya mengernyit saat melihat penampilan anaknya.

“Makasih, Pa, udah nemenin Badai.” Padma berkata dengan sok manis dan membuat ayahnya mengusap puncak kepala Padma dengan penuh kasih sayang—juga jadi lupa untuk menegur putrinya yang berpakaian seperti orang mau tidur saat bertemu dengan calon suaminya.

“Om tinggal dulu ya, Badai.”

Badai mengangguk sopan dan membuat Padma menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. “Iya, Om.”

Di depan orangtuanya saja lelaki itu bisa bertingkah sopan dan seperti manusia. Kalau sudah berdua saja dengannya, Badai seperti manusia primitif yang menatapnya seakan ia adalah makanan—dan hal itu membuat Padma jengah.

Padma beranjak duduk di kursi yang berdampingan dengan Badai. Di antara mereka ada meja bulat berisi sepoci teh yang masih hangat dan dua cangkir. Satu cangkir untuk Badai yang sudah terisi dan satu cangkir lainnya masih kosong.

“Ngapain kamu ke sini?” Padma bertanya sambil menuang teh beraroma lemon itu ke dalam cangkirnya.

“Nyamperin calon istri sebelum kerja.” Badai memberikan cengiran terbaiknya. Kemudian matanya menelusuri penampilan Padma yang benar-benar ‘nyaman dan rumahan’. “Wow, aku suka betismu.”

“Kamu punya fetish sama betis?” Padma menyilangkan kakinya dan menatap Badai dengan tatapan mengejek.

“Nggak sih, tapi betismu bagus—hm, cantik, lebih tepatnya.”

“Apa laki-laki di luar sana bakal ngerayu dengan cara yang sama kayak kamu? Ngomongin betisku?”

“Tergantung.” Lelaki yang hari itu mengenakan celana jeans dan kemeja santai tersebut menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Sebagian besar lebih suka membicarakan anggota tubuh lain yang lebih… seksi.”

Padma hanya memutar kedua bola matanya.

“Emangnya mantan kamu nggak pernah muji betis kamu?”

Pertanyaan itu membuat Padma langsung ingin menceburkan Badai ke kolam renang di hadapan mereka. “Nggak usah bawa-bawa mantanku, bisa?”

“Nggak, soalnya saat kita pertama kenal juga kan yang kita bahas mantanmu.” Badai menolak untuk menurut pada Padma. Lelaki itu menyugar rambutnya dan menatap Padma dengan penasaran. “Kamu kalau sama mantanmu, nge-date ke mana?”

“Kenapa tanya-tanya soal itu?” tanya Padma balik dengan curiga.

“Aku mau ngajak kamu nge-date besok.”

Padma beruntung ia baru selesai menyesap tehnya. Pasti akan sakit rasanya jika ia tersedak teh panas. Perempuan itu memicingkan matanya dan menopang dagu dengan satu tangan.

“Aku dan mantanku nge-date ke banyak tempat, salah satunya ya ke ranjang,” jawab Padma tanpa basa-basi.

Ia hanya ingin memberi pertanda pada Badai kalau ia tak akan mau diajak ke ranjang oleh lelaki itu seperti saat dulu mereka pertama kali bertemu. “Tapi tentu aja aku nggak mau memperlakukanmu sama seperti saat aku dulu pacaran dengan orang lain.”

“Wow.” Badai berdecak kagum mendengar bagaimana frontalnya Padma. Macan betina dari mana ini? Padahal kedua orangtua Padma begitu baik dan ramah, tidak ada yang galak dan mencekam seperti Padma.

“Bukannya kamu baru mau kerja malam-malam begini? Kapan kamu akan ajak aku nge-date?”

“Aku bisa bangun pagi kok.”

Jawaban Badai terdengar meragukan di telinga Padma. Badai sejak beberapa hari yang lalu sudah menjelaskan tanpa Padma minta, kalau ia bekerja dari malam hingga dini hari. Lalu ia akan tidur di dini hari sampai agak siang.

Kesimpulannya adalah hari yang dijalani Badai hampir terbalik dari kebanyakan orang.

“Kalau gitu biar aku yang tentukan di mana tempat kencan kita besok. Kamu jemput aku pukul sepuluh pagi di rumah,” putus Padma dengan otoriter.

Ia tahu kalau Badai adalah sosok yang dominan, tapi jangan lupakan Padma yang selalu bisa mengambil alih pimpinan siapa pun di dekatnya.

“Oke, as you wish, my lady.”

Padma bergidik ngeri mendengar jawaban Badai. Lelaki itu justru tertawa melihat reaksi Padma yang terlihat lucu di matanya. “Kamu nggak mau ikut aku ke The Clouds?” tawar Badai pada Padma.

“Aku udah bersumpah nggak akan menginjakkan kaki di sana sampai tiga tahun ke depan supaya nggak bertemu dengan laki-laki yang waktu itu tidur denganku.”

Jawaban Padma membuat Badai tak bisa menahan tawanya. “Kamu mau menghindariku?”

“Iyalah.” Padma mendengus, tak percaya kenapa juga Badai menanyakan hal yang sudah jelas seperti itu. “Bagiku, kejadian waktu itu hanya kegilaan semalam. Aku nggak berminat untuk mengulanginya lagi atau bertemu denganmu lagi.”

“Kenapa?” Badai kini tertarik untuk memperpanjang topik pembicaraan mereka kali ini. “Kurasa kita cukup hebat di ranjang. Sayang waktu itu kamu belum tahu namaku.”

“Apa hubungannya?”

“Kan kamu bisa meneriakkan namaku waktu kamu mencapai—“

“Kamu mau aku siram pakai teh panas?”

“Nggak, nggak.” Badai langsung memundurkan tubuhnya saat Padma mengangkat ppoci berisi teh panas itu dengan mudahnya.

“Jaga mulutmu kalau kamu masih mau keluar hidup-hidup dari sini.”

“Wah, kamu sama galaknya ya dengan saat di ranjang. I like it.”

“Damn you, Badai!”

“Oh ya, aku lupa mau tanya ini dari Senin lalu.” Badai menjentikkan jarinya. “Kalau di ranjang, lebih hebat aku atau mantanmu?”

Dan Badai pun langsung berlari saat Padma benar-benar mengangkat poci tehnya untuk ia siram ke wajah tampan lelaki dari keluarga Tanaka tersebut.

Related chapters

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Hei, Aku Mainan Barunya Padma

    Badai langsung bersiul begitu melihat penampilan Padma di Sabtu pagi yang cerah tersebut.“Wow, seksi banget.”“Ucapan kamu lebih seperti pelecehan dibanding pujian.” Padma mendelik tajam pada Badai yang hari ini berpenampilan kasual dengan kaos bertuliskan VLTN dan celana jeans hitam.Sedangkan Padma hari itu mengenakan skinny jeans 7/8 dan kaos Polo yang ia tutupi dengan kardigan.“Padahal itu pujian lho,” kilah Badai sambil memainkan kunci mobil di tangannya. “Orangtuamu mana? Aku mau pamit bawa anak gadisnya dulu.”“Mereka lagi pergi ke Bali hari ini, kamu nggak usah repot-repot mau pamit sama mereka.” Padma berjalan mendahului Badai dan berhenti di samping pintu mobil Badai.Badai berlari kecil menyusul Padma dan dengan gaya sok gentleman, ia membukakan pintu mobilnya untuk Padma dan setelah memastikan Padma sudah duduk dengan nyaman, ia menutup pintu mobilnya dan beralih ke sisi pengemudi.“Mau ke mana kita?” tanya Badai sambil memasang seatbelt-nya.“Senayan.”“Kamu mau ke Sena

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Buanglah Mantan Pada Tempatnya

    “Mainan Padma? Badai, ini kamu kan?”Saat kebisingan sudah hilang dari sekitarnya, barulah Badai sadar siapa yang bicara dengannya barusan.Refaldy Hardjaja.Badai masih sibuk mengarang alasan di otaknya ketika Padma yang tadi belum mengenakan penutup telinganya dengan sempurna, masih bisa mendengar apa yang diteriakkan Badai.Perempuan itu meminta maaf pada pelatihnya untuk menunda sebentar latihan mereka.“My phone.” Padma mengulurkan tangannya pada Badai, meminta ponselnya dari Badai.Setelah Badai menyerahkannya, Padma langsung bicara pada sang ayah begitu melihat caller ID yang tertera.“Halo, Pa. Maaf, tadi itu Badai. Kayaknya dia jadi agak-agak mengkhawatirkan karena tanpa sarapan udah kuajak ke lapangan tembak.”Badai mendengus mendengar alasan karangan Padma. Perempuan itu menjawab pertanyaan sang ayah dengan singkat dan tersenyum saat mendengar pesan-pesan terakhir dari sang ayah.“Udah teleponnya?” Badai terkejut saat Padma kembali menyerahkan ponselnya. “Aku belum minta ma

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Didominasi oleh Padma

    “Gandeng tanganku.”Permintaan Badai membuat Padma langsung menoleh dan menatap lelaki itu dengan tak percaya. “Buat apa?”“Biar kamu nggak nyasar,” jawab Badai dengan asal. “Ya buat gandengan ajalah. Aku mau gandeng kamu dan hal ini juga nggak dilarang di perjanjian kita.”Dengan enggan, Padma menggandeng lengan Badai. Mereka berjalan memasuki ballroom hotel di mana acara Sadira Group tengah digelar. Malam ini mereka datang sebagai pasangan atas permintaan Badai, tentu saja.Sekaligus penampilan perdana mereka di publik sebagai pasangan. Awalnya Padma tak terlalu setuju, tapi setelah ia pikir-pikir lagi, akhirnya ia mengiakan ajakan Badai.“Supaya orang-orang perusahaanmu bisa mengenal aku, calon jajaran d

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Kutukan Mantan yang Tersakiti

    “You’re so sexy.”“I’m sexy and I know it.”Jawaban Padma yang mengutip dari lirik sebuah lagu tersebut membuat Badai langsung terkekeh pelan. Padahal kakeknya yang merupakan generasi kedua pemilik Sadira Group tengah memberi sambutannya di podium.Padma pun menoleh pada Badai. “Apa hal yang membuat kamu bilang aku seksi?”“Waktu kamu bikin Galih dan Mbak Irina melongo karena jawabanmu.” Badai mengedikkan bahunya. “Kamu lumayan keren.”“Sebenarnya aku lebih suka dibilang pintar daripada seksi. Tapi ya… terima kasih atas pujiannya.” Perempuan itu mengangkat tangannya dan memperlihatkan jemari yang terpasang cincin berlian dari Badai. “Dan terima kasih atas cinc

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Our Dirty Little Secret

    “Badai, beneran kamu udah punya calon istri?”Badai yang baru masuk ke The Clouds pukul satu siang tersebut langsung mengernyit, begitu mendapati kehadiran Shua Tanaka di klubnya yang belum buka.“Wah, berita cepat menyebar ya,” komentar Badai sambil mengangguk sopan pada para pegawainya.Badai dengan cepat memberi instruksi pada manajer klub dan setelah mengundur jam meeting mengenai tema untuk bulan Februari yang akan datang, lelaki itu mengedikkan dagunya ke arah lorong khusus menuju ruangannya.Perempuan bertubuh tinggi, langsing, dan memiliki warna kulit seputih susu tersebut mengikuti Badai dengan cepat. Walaupun kakinya mengenakan pump heels sembilan senti, tak menghalangi Shua untuk melangkah cepat menyusul sepupu tersayangnya.

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Taste of Your Lips

    “Jadi kamu yang namanya Badai?”“Iya. Badai Tanaka.” Badai mengulurkan tangannya kepada lelaki yang berdiri di hadapannya. Lelaki itu terlihat lebih muda darinya, tubuhnya juga tinggi tapi tidak seatletis dirinya yang suka olahraga outdoor dan gym.“Arsa Hardjaja,” ucapnya sambil menjabat tangan Badai dengan erat—terlampau erat hingga Badai menahan dirinya untuk tidak mengernyit.“Kamu mau remukin tangan calon suamiku, Sa?”Pertanyaan itu membuat Badai memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat Padma yang datang padanya. “Hi, Honey.”“Honey? Oh, my!” Arsa langsung menarik tangannya dari Badai dan mundur selangkah, lalu memeluk pinggang Padma dengan posesif. &l

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Flirting with Disaster, Blowing Kisses After

    “Ayo kita ke The Clouds.”Padma berusaha mengabaikan ajakan Arsa dan kembali fokus pada Simon dan Daphne yang tengah berdebat mengenai masa depan pernikahan mereka—oh, gara-gara pembicaraan mereka kemarin, Padma jadi ingat Badai setiap melihat The Duke of Hastings tersebut di layar televisinya.“Mbak!”“Ngapain?” Akhirnya dengan tak rela, Padma menjeda series Bridgerton yang tengah ia tonton karena Arsa. Adik bungsunya tersebut kini melangkah masuk ke kamarnya dan menatap Padma dengan serius.“Ngeliat kayak apa dunia calon suamimu.” Arsa menjawab dengan jujur. “Aku tahu kamu layak dapet yang lebih baik daripada seorang Badai Tanaka, Mbak. Dan untuk bantu kamu, aku akan temenin kamu liat kayak apa dunianya yang jelas-jelas beda jauh sama Mbak

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   Jangan Main-Main Dengannya

    “Jangan barbar, Arsa. Jangan bertindak seperti preman pasar.”“Mbak, yang bener aja—“Padma tak memedulikan kata-kata Arsa dan beranjak masuk ke ruangan tersebut. Ia menatap dua perempuan yang sepertinya sedang bermain dengan keenam lelaki yang tadi disebut Arsa sebagai VIP Club.Tanpa kata dan hanya karena tatapan tajam Padma, kedua perempuan itu terbirit-birit keluar dari ruang VIP nomor 6 tersebut.“Apa aku mengganggu waktu kalian?” tanya Padma sambil duduk di samping Badai. Dengan telaten, ia mengancingi kemeja Badai satu per satu.Pemandangan itu membuat Ksatria, Ipang, Nara, Kalu, dan Yogas terpana untuk beberapa saat. Mereka sudah membayangkan kalau Padma setidaknya akan menyiram wajah Badai dengan Grey Goose yang ada di mej

Latest chapter

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Badai Pasti Berlalu

    “Iiih, Dek Mei udah pacaran ya?”“Kakak!!!” Dengan buru-buru, Meisie menempelkan ponselnya ke dada. Ia menoleh pada kakaknya dan langsung cemberut. “Kakak ngintip ya?”“Dikit,” jawab Ilana seraya tersenyum jahil. Anak kedua di keluarga Tanaka itu menaik-turunkan alisnya, menggoda Meisie yang kini wajahnya sudah semerah kepiting rebus. “Siapa sih yang chat terus sama kamu sejak kita turun dari pesawat? Kenalin dooong.”“Temen sekelas doang kok.” Meisie memilih memasukkan ponselnya ke dalam tas, sebelum Ilana dengan kejahilannya akan mengambil ponselnya untuk melihat dengan siapa ia bertukar pesan seharian ini.“Cewek?”Meisie kembali merengut. Ia bisa dikatakan jarang berbohong. Jad

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Kamu Tahu Namaku?

    “Kamu nggak takut sama aku?”“Nggak.”“Kenapa? Semua orang takut sama aku?”“Ngapain takut? Kamu kan manusia.” Meisie tertawa begitu mendengar pertanyaan Dalvin yang konyol. “Kamu emangnya suka makan orang?”“Nggak.” Dalvin menggeleng dengan tegas. “Tapi semua anak di kelas ini takut denganku.”“Kenapa?”“Kamu nggak tahu?” Dalvin yakin Meisie tahu apa yang semua anak di kelas ini bicarakan mengenai dirinya.Dalvin si anak buangan. Dalvin si anak pembunuh.Juga masih banyak lagi julukan-julukan untuknya yang saking banyaknya, Dalvin tak ingat lagi.

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Matahari yang Dingin

    “Inget, kalau disuruh macem-macem yang melanggar norma dan adab, kamu jangan mau, Dek Mei!” Dengan menggebu-gebu, Ilana si biang onar memberi nasehat kepada adiknya, yang hari ini resmi jadi murid SMA.“Jangan mau kalau disuruh sok-sok nembak kakak kelas. Itu sih karena mereka emang pengen dibilang ada yang naksir aja padahal aslinya nggak ada.”Asa melirik Ilana dengan geli. Karena Asa sudah bisa mengemudi dan punya SIM, juga ketika berusia 17 tahun dihadiahi mobil oleh sang ibu, kini hobinya adalah mengantar-jemput kedua adiknya—Ilana dan Meisie.“Katanya, kamu juga pas jadi panitia MOS banyak yang nembak, Dek. Itu beneran atau hoaks?”“Itu beneran. Tapi karena nggak ada yang mendekati kayak Abang atau Papa, kutolak semua deh.”

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Dialah Angkasa Nirada Tanaka (2)

    Malam itu Asa tidak keluar kamar untuk makan malam dan Padma membiarkannya. Ilana dan Meisie bertanya kenapa kakak mereka tidak ikut turun untuk makan malam bersama, mengingat ritual makan bersama adalah kegiatan yang pantang untuk dilewatkan bagi keluarga mereka.“Abang butuh istirahat. Kalau Abang ikut makan di sini, kalian pasti minta Abang suapin kalian deh.”Ilana dan Meisie langsung memberikan cengiran lebarnya. Kedua anak perempuan itu sangat manja pada Asa, hingga kadang-kadang Janar mengatakan pada Asa kalau Asa ditakdirkan untuk dikerjai seumur hidup oleh kedua adiknya.“Terus Abang nggak makan, Ma?” tanya Meisie yang langsung khawatir dengan kondisi kakaknya. “Aku bawain makanan aja buat Abang ya, Ma? Bolehkan kalau kali ini Abang makan di kamar? Masa Abang nggak makan sama sekali….”

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Dialah Angkasa Nirada Tanaka (1)

    "Abang mau jadi jagoan atau gimana?”Angkasa menunduk saat ayahnya bertanya dengan dingin dan tajam seperti itu. Sesekali tangannya bergerak menyeka darah yang masih menetes dari sudut bibirnya yang robek.“Udah nggak ada nyali untuk kamu jawab pertanyaan Papa, Bang?”“B….” Padma menggeleng pelan saat melihat suaminya yang juga jadi emosi. Perempuan itu melihat ke sekelilingnya dan kembali menggeleng. “Kita bicarakan di rumah. Kamu mau balik ke kantor atau ikut pulang?”“Aku mana bisa kerja setelah ini, Hon.” Badai mendengus pelan, lalu berjalan lebih dulu dibanding istri dan anaknya.Padma menghela napas dan mendekat pada anak sulungnya, ia merapikan kerah kemeja Asa yang berantakan, lalu mengg

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Jadi Sayap Pelindungmu (3)

    Ilana mengetuk pintu kamar orangtuanya dan yang keluar adalah sang ayah, Badai Tanaka.“Kakak kok belum tidur?” tanya Badai sambil mengusap puncak kepala Ilana.Ilana berpikir sebentar, lalu menarik tangan ayahnya hingga ayahnya keluar dari kamar. “Papa udah mau tidur?”“Belum.” Sejujurnya, Badai hampir tertidur karena ia baru sampai sore ini di Jakarta. Padma sendiri sedang di kamar mandi ketika Ilana mengetuk pintu kamar mereka.“Kakak laper,” adu Ilana pada sang ayah. “Bikin mie goreng yuk, Pa.”“Ayo, sini, Papa masakin,” kata Badai sambil tersenyum.Sambil bergandengan tangan, keduanya turun ke lantai satu yang sudah lengang karena semua orang sudah berada di ka

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Jadi Sayap Pelindungmu (2)

    “Eh, eh, liat. Ada si anak tiri.”Ilana langsung merengut begitu mendengar bisik-bisik (yang tidak terlalu pelan sehingga Ilana bisa dengan jelas mendengarnya) tersebut.Dua meja dari meja yang ia. tempati dengan Asa dan Meisie, ada si tukang bully yang beberapa hari lalu menangis karena tak bisa bangkit dari kursinya.“Untung keluarganya kaya, jadi nggak dijadiin pembantu kayak di film-film,” sahut salah satu teman si tukang bully yang bertubuh sangat kurus, berbanding terbalik dengan si tukang bully yang gempal dan besar.Seperti Hulk, menurut Ilana.Ilana menghela napas dan berusaha tak mengabaikan ocehan laki-laki tukang gosip itu. Ia tak boleh membuat keributan lagi kalau tak mau diceramahi ibunya selama 25 jam.

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Jadi Sayap Pelindungmu (1)

    “Abang, ini gimana sih cara pasangnya? Aku nggak bisa terus dari tadi.”Asa melihat bagaimana Ilana dengan dasinya yang belum tersimpul dengan benar dan wajahnya yang sudah merengut. “Sini, Abang pasangin.”“Nah, gitu dong, Bang, dari tadi.”Asa berdecak dan menjitak kening adiknya dengan pelan. “Makanya kalau Abang ajarin tuh dipraktekin dong.”“Kan ada Abang.”“Masa sampai SMA dasinya mau dipakein Abang terus?”“Biarin, wleee.”Asa tak bisa menahan tawanya melihat bagaimana Ilana menjulurkan lidah ke arahnya. Dengan cepat ia memasang dasi berwarna biru dongker tersebut hingga rapi di kerah kemeja putih adik

  • Cinta Satu Malam dengan Berondong   [EXTRA] Ada Papa di Sini Buat Kakak

    “Papa!”“Iya, Kakak?”“Kakak mau punya pacar juga!”Badai yang baru saja menelan jus wortel buatan Padma langsung tersedak mendengar ucapan Ilana, anak keduanya.Ilana tentu saja terkejut melihat reaksi ayahnya yang di luar dugaan. Maka ia langsung pindah ke samping sang ayah dan mengusap punggung tegap Badai dengan tangan mungilnya.“Kok Kakak ngomong gitu?” Badai bertanya setelah bisa bicara dengan benar dan efek dari tersedaknya hilang. “Kakak kan masih kecil, kok udah tahu soal pacar-pacaran?”“Kemarin Bang Janar bilang, Bang Asa udah punya pacar di sekolah,” cerita Ilana yang sudah masuk kelas 2 SD tersebut dengan polosnya. “Pas aku tanya pacar itu apa, katanya Bang Janar tanyain Papa aja.”Astaga, Shua, anakmu! gerutu Badai sambil menggeleng pelan. Namun, detik berikutnya ia sadar dengan apa yang diucapkan Ilana sebelumnya.“Apa? Abang udah punya pacar?”“Katanya Bang Janar.” Ilana mengangguk sambil merengut.“Haduh….” Badai hanya bisa mengusap keningnya. Bagaimana bisa anak kec

DMCA.com Protection Status