Valerie berangkat ke kantor, berharap pikirannya akan teralihkan dengan setumpuk pekerjaan yang menumpuk. Valerie melewati kumpulan ibu-ibu yang masih berbelanja di tukang sayur, mereka terdiam melihat mobil Valerie lewat. Tersenyum padanya.
Munafik, pikir Valerie.Setelah mobil Valerie lewat, mereka kembali melanjutkan menggunjing.“Tuh bener kan, pagi banget berangkatnya. Karyawan apaan berangkat jam segini coba, emangnya OB,” ucap salah satu ibu-ibu.“Ya mungkin kantornya jauh Bu, jadi berangkat pagi-pagi,” kata Si Tukang Sayur.“Ah si Mamang emang ga bisa nih kalo dibilangin. Ya bu yaa,” Ibu-ibu yang lain mengangguk mengiyakan.Valerie melihatnya dari kaca spion mobilnya, ia kembali kesal. Ia kesal karna beberapa fakta menyakitkan yang selama ini ia hindari.Pertama, fakta bahwa dirinya belum menikah bahkan takut untuk menikah atau sekedar memiliki komitmen. Kedua, fakta bahwa orang-orang mengira dirinya memiliki banyak uang karna bekerja yang bukan-bukan, padahal untuk mencapai posisi di kantornya yang sekarang bukan perkara mudah. Ia mendapatkannya murni karna kerja keras dan hasil kerjanya, bukan karna ia mencari muka seperti teman-teman yang jabatannya sama dengannya.Dan fakta menyedihkan yang terakhir adalah bahwa di lingkungannya, belum menikah di umur yang sudah matang adalah sebuah aib. Ia geram, ternyata tahun sekarang masih saja ada orang yang berfikirian seperti itu.Valerie mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sekarang masih jam 5, masih terlalu dini hari untuk dirinya berangkat ke kantor, jalanan pun masih sangat sepi, namun Valerie tidak peduli. Ia tetap berangkat ke kantor.Sampai kantor, ia memarkirkan mobilnya, membawa tas kerjanya, hp dan kunci mobil dan hanya menggunakan sendal jepit, Val masuk ke dalam gedung perkantoran. “Wah Bu Valerie, pagi banget Bu,” sapa seorang satpam kantornya.“Hehhehe iya nih Pak, lagi ada kerjaan urgent,” kilah Valerie.“Wah iyaa deh bu, mari,” ujar Satpam. Valerie menganggukan kepalanya dan berrjalan melalui satpam tersebut. Valerie menaiki lift untuk sampai ke lantai 2, lantai dimana ruangannya berada. Pintu lift terbuka, ruangan kerja masih sangat lenggang. Belum terlihat satupun karyawan yang datang. Ya jelas, orang seakarang baru pukul setengah 6. Hanya terlihat seorang Office boy yang sedang mengelap meja dan menyediakan air minum.“Pagi Daus,” sapa Valerie kepada Office Boy tersebut.“Eh Bu Valerie. Pagi amat Bu, kaget saya,” jawab Daus.“Hahhaha kenapa kaget?” tanya Valerir.“Kaget Bu, biasanya jam segini saya sendirian, eh tau-tau ada yang negor. Kan saya kaget,” kata Daus.“Hahaha bisa aja kamu,” Valererie berlalu lagi melewati Daus menuju ke ruangannya. Valerie duduk di mejanya, sedikit memperhatikan ruangannya yang ternyata selama ini tidak pernah ia perhatikan. Ruangannya tidak terlalu besar, namun cukup prestige untuk menyambut tamu dari luar. Valerie berjalan ke dekat pintu, ada sebuah meja kecil yang ia beri bunga. Bahkan bunga itu belum berganti sejak sekitar 6 bulan yang lalu.Valerie ingat itu adalah bunga yang ia beli bersama Intan di pasar kembang. Bunga Lyly. Setiap pagi, pasti bunga ini disiram dan dirawat, hingga masih bisa hidup sampai sekarang.Valerie keluar dari ruangannya, ia hendak membuat kopi di pantry. “Us, kopi sama gula mana?” tanya Valerie.“Itu Bu di lemari yang paling atas. Sini saya buatin aja Bu,” kata Daus.“Gausah gapapa, saya buat sendiri aja. Kamu lanjutin kerja kamu aja,” kata Valerie.“Iya bu.”“Kamu setiap hari dateng jam segitu?” tanya Valerrie.“Iya bu, saya jam 5 sampe kantor Bu,” jawab Daus.“Nanti pulang jam berapa?” tanya Valerrie lagi.“Pokoknya kalo udah piulang semua Bu, kadang jam 9, kadang jam 10. Kalo ada yang nginep ya saya juga nginep kecuali ada OB di lantai lain yang nginep baru saya pulang, saya bisa nitip,” kata Daus.Valerie mengangguk-angguk. Dirinya baru tau kalo ternyata OB pun memiliki beban pekerjaan yang berat. Tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki beban.“Bu Valerie tumben dateng pagi-pagi banget Bu,” ujar Daus.“Eh iya saya bangun kepagian trus ga bisa tidur lagi, jadi yaudah saya berangkat aja ke kantor,” ujar Valerie.“Ohhhh gitu,” Daus mengannguk-angguk sambil terus melanjutkan pekerjaannya mencuci piring. “Daus, kamu sudah nikah?” tanya Valerie tiba-tiba.“Eh, udah Bu, saya udah pernah nikah,” jawab Daus, kaget dengan pertanyaan Valerie yang tiba-tiba.“Sudah pernah nikah?” “Iya Bu, sekarang saya udah pisah sama istri saya Bu,” jawab Daus.“Daus sini ngomongnya jangan sambil cuci piring. Sini duduk di depan saya,” ujar Valerie.“T..Tapi Bu, cucian piring saya belum selesai, nanti kalo ga saya kerjain keburu karyawan pada dateng,” jawab Daus.“Udah kamu tenang aja, nanti saya bantuin. Sekarang kamu temenin saya ngobrol dulu,”ujar Valerie. Dengan tidak enak hati, Daus mengikuti kemauan Valerie. Ia duduk di meja di depan Valerie.“Kamu pisah sama istri kamu? Kenapa?” tanya Valerie.“Istri saya selingkuh Bu,” jawab Daus sambil menunduk.“Kok bisa?” tanya Valerie.“Ya bisa Bu, kan saya kerja di Jakarta, istri saya di kampung. Padahal saya sayang banget sama dia Bu, kita baru nikah 2 tahun, anak baru umur 1 tahun. Eh dia kepincut sama duda di sana. Ya saya yang salah sih Bu, ninggalin istri saya kerja lama-lama, walaupun saya kerja juga buat dia sama buat anak. Mana dia masih muda, masih cantik, walaupun udah punya anak juga masih banyak yang mau. ”ujar Daus dengan nada sedih.“Emang kamu umur berapa sih Daus?”“Saya 27 Bu.”“Istri kamu?” “19 tahun ini.”“Kenapa kamu masih muda udah nikah?”“Kalo di kampung, umur saya segitu udah ketuaan Bu, istri saya juga umur 17 waktu nikah sama saya. Itu udah harus nikah. Di kampung mah umur 14 tahun juga udah disuruh nikah Bu,” ujar Daus lagi.“Apa mereka udah siap? Secara finansial, secara mental, secara fisik?” tanya Valerie.“Yah di kampung mah ga pake mikirin kayak gitu Bu, malah ada yang Cuma lulus SMP trus nikah. Padahal kadang cowonya juga masih muda.”“Setelah nikah, mereka kerja, apa gimana?” “Ya yang laki-laki mah kerja Bu, bertani atau jualan. Kalo gak, ya mereka masih makan sama orangtua yang laki-laki atau orangtua yang perempuan. Makanya saya ke Jakarta, niat mau benerin hidup tapi malah diselingkuhin.”“Anak kamu?”“Ikut istri saya Bu, tapi saya masih suka kirimin mainan buat anak saya. Nanti kalo dia udah sekolah juga saya bayarin uang sekolahnya, biar gimanapun saya tetep tanggung jawab karna saya bapaknya.”Valerie menghela nafas, fenomena seperti ini benar-benar sudah mendarah daging di negaranya. Bagaimana tingkat kehidupan masyarakatnya mau naik jika angka pernikahan anak dibawah umur maish sangat tinggi. Mereka belum siap untuk menikah namun dipaksa menikah.Secara finansial mereka belum siap, akhirnya mereka mengandalkan orangtua, itu pun kalau orangtua nya masih bisa memberi mereka makan. Mereka belum siap secara mental, menghadapi masalah rumah tangga benar-benar diperlukan mental yang kuat, tidak bisa sembarangan. Termasuk masalah kesetiaan. Jika itu tidak bisa dipegang dengan teguh, yang terjadi ya seperti kisah Daus ini.“Yaudah yuk saya bantuin cuci piring, makasih ya Daus kamu udah nemenin saya ngobrol,”ujar Valerie.“Yaampun Bu, gausah deh saya bisa kok. Masih keburu ini,” ujar Daus.“Ga, kan saya udah janji,” kata Valerie sambil berjalan menuju bak cuci piring dan mulai membantu Daus. Daus melongo melihatnya, baru kali ini ia lihat ada seorang manajer mau membantunya mencuci piring hanya karna ia menemaninya ngobrol.“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek.Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klie
“Ehm..”Valerie berdeham. Ia, Intan dan ketiga staffnya sudah duduk di ruang meeting. Suasana tegang menyelimuti mereka. Valerie yang memimpin meeting duduk di paling pojok, dimana semua peserta meeting dapat melihatnya secara langsung.Disa, Dewi dan Kumala hanya bisa menunduk, sama sekali tidak berani memandang Valerie. Aura Lady Boss yang keluar dari diri Valerie benar-benar kuat. Intan saja yang sahabatnya, tidak berani sama sekali menegur Valerie jika auranya sudah seperti ini.“Tadinya hari ini saya ingin meeting membahas kinerja dan pencapaian kita bulan lalu, namun saya urungkan karna ternyata ada hal yang lebih penting..” Suara Valerie menggantung di udara. Intan mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Valerie mengesampingkan masalah kinerja, ia adalah orang paling strick dan tepat waktu yang ia tahu. Jika ada yang digeser atau dibatalkan, berarti hal ini benar-benar penting.“Barangkali ada yang belum tahu mengapa pembahasan kinerja saya geser, saya akan menceritakan sebuah kis
Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le
Dan Bu Rika mulai bercerita..Keluarga Risko bukanlah keluarga kaya raya. Dengan seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang karyawan swasta, kehidupan mereka cukup. Risko dan kakaknya sekolah di sekolah negri biasa, dengan prestasi biasa, tidak terlalu pintar tapi juga tidak terlalu bodoh.Semua berjalan normal dan baik-baik saja, sampai akhirnya kerusuhan tahun 98 merenggut semua yang keluarga Risko punya. Ayah Risko kehilangan pekerjaan. Saat itu kakak Risko baru lulus SMP dan Risko masih kelas 5 SD.Kakak Risko, Kak Roni sampai harus menunda masuk ke SMA karna waktu itu keadaan keuangan keluarga Risko yang tidak memungkinkan. Risko masih melanjutkan sekolah di SD kelas 5. Ayah Risko dan Bu Rika berfikir keras bagaimana menyambung hidup dan melanjutkan sekolah anak-anak mereka.Karna jika Roni masuk ke SMA tahun depan, itu akan berbarengan dengan Risko yang masuk SMP, biaya akan semakin besar.“Sayang, kita harus gimana?” Tanya B
“Risko, jangan bilang ini.. Kedai burger keluarga kamu?!” Valerie hampir histeris.“Kamu pintar,” jawab Risko singkat“I swear to God Risko. Aku suka banget burger KS ini ya ampun. Terimakasih semesta, kamu baik sekali. Mempertemukan aku dengan owner dari kedai burger kesukaanku.”“Valerie, kamu ga keliatan kayak seorang manager yang galak kalo lagi kayak gini,” kata Risko.“Hahahaha, aku bukan manager marketing kalo lagi ketemu masakan.”“Kamu bahkan belum duduk Val,” kata Risko.Valerie menyadari ia masih berdiri sejak pertama kali masuk ke ruangan ini.“Ini ruangan khusus buat kalo ada keluarga yang dateng kesini,” ujar Risko seperti membaca pikiran Valerie.Terdapat tulisan KS burger di dindingnya. Dibuat dengan sangat elegan.“Kartomulyo Selaras...” Valerie bergumam lirih.“Kamu pintar
“Apa kita join aja?” tawar Bu Rika.“Hahaha duh udah-udah jangan aneh-aneh ah. Yuk Val balik kantor,” ujar Risko langsung menarik tangan Valerie.“Oke tante, aku balik kantor dulu ya, Risko rese nih. Nanti sabtu atau minggu aku kesini,” jawab Valerie.“Sipp, kamu hati-hati di jalan ya Val. Risko, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut,” pesan Bu Rika.“Iya Mah,” Risko mencium tangan Bu Rika, diikuti oleh Valerie.“Balik kantor dulu ya tante,” ujar Valerie.“Iya. Hati-hati yaa,” ujar Bu Rika seraya mengelus kepala Valerie. Ada hangat yang Valerie rasakan ketika tangan Bu Rika menyentuh pucuk kepalanya. Hampir saja ada setetes air jatuh dari matanya kalau saja Valerie tidak cepat-cepat menahannya.Selepas pamit dengan Bu Rika, Valerie cepat-cepat berjalan menuju mobil. Ia tidak ingin siapapun melihatnya seperti ini. Tidak. Valerie bukan perempuan yang mudah menangis. Ia harus kuat, ia independen.Risko yang heran melihat Valerie terburu-buru jalan ke arah mobil, langsung mengikuti. Ia mengir
Dewi, Disa dan Kumala serempak mengangkat kepala mereka, melihat ke arah Valerie. Mereka sudah siap jika harus menganggung amarah Valerie lagi. Memang mereka yang salah, dan bahkan mereka belum selesai melaksanakan konsekuensi yang mereka terima.“Ini ada makanan, enak, saya berani jamin. Masih anget juga karna baru dating dianter abang ojek online. Dimakan ya, saya enggak mau kalian sakit,” ujar Valerie sambil menaruh bungkusan KS burger, dan langsung masuk kembali ke ruangannya.Dewi, Disa dan Kumala saling berpandangan. Mereka sampai tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat. Tidak ada yang berani menyentuh makanan yang Valerie berikan, karna mereka masih belum yakin dengan apa yang Valerie lakukan.Valerie sedang memakan burgernya lagi, ia tidak bosan-bosan memakan KS burger, karna benar-benar seenak itu. Ia keluar ruangannya untuk mengambil minum. Intan sedang makan burger juga, namun burger yang diberikan kepada ketiga staffny
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha